KOMPOSISI DAN BIOSINTESIS SUSU


KOMPOSISI SUSU
Susu mempunyai tiga komponen karakteristik yaitu : laktosa, kasein, dan lemak susu, disamping itu mengandung bahan-bahan lainnya misalnya air, mineral, dan vitamin. Banyaknya tiap-tiap bahan dalam susu berbeda-beda tergantung spesies ternak, sedangkan komposisi dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan.

Komposisi Susu Sapi Perah FH
1.         Air. Air yang terkandung dalam susu bervariasi antara 82 sampai 89 persen dengan kandungan rata-rata 87 persen. Air berguna sebagai medium disperse untuk total solid dan untuk fluidity.
2.         Material yang termasuk di dalam lipida
Lemak Susu. Bervariasi antara 3 sampai 6 persen. Di dalam susu, lemak berdispersi dalam bentuk butiran-butiran (globula) kecil dan terjadi emulsi antara lemak dengan air. Globula ini berukuran antara 0,5 sampai 20 mikron dengan rata-rata 3 mikron. Setiap tetes susu disinyalir mengandung 100 juta globula lemak. Besarnya globula ini sangat penting pada proses pemisahan lemak dari susu pada waktu proses churning (pemisahan lemak dari susu pada saat pembuatan mentega).
Tiap-tiap globula lemak dikelilingi oleh suatu lapisan tipis yang terdiri atas fosfolipida dan protein. Lapisan ini disebut dengan membran globula lemak susu. Lapisan ini berguna untuk melindungi lemak serta mempertahankan kestabilannya di dalam emulsi.
Lemak terdiri atas trigliserida yang terbentuk dari tiga molekul asam lemak dengan satu molekul gliserol.
Terdapat asam-asam lemak volatile di dalam lemak susu antara lain : asam-asam butirat, kaproat, kaprilat, kaprat, dan laurat; sedangkan yang non volatile antara lain asam-asam miristrat, palmitat, stearat, oleat, linolat, linoleat, dan arachidonat.
Asam butirat, kaproat, dan kaprilat menghasilkan bau yang keras bila terjadi dekomposisi dari lemak susu dan merupakan penyebab bau tengik pada produk-produk susu.
Asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam susu adalah asam linoleat, linolat, dan linoleat yang masing-masing mengandung 1,2, dan 3 ikatan rangkap. Asam-asam lemak lainnya terdapat dalam keadaan yang jenuh.

Fosfatida. Sebagian besar dari fosfatida adalah trigliserida dari asam lemak berantai panjang yang berikatan dengan asam fosfat dan senyawa yang mengandung nitrogen (N) yaitu choline. Choline ini merupakan bagian dari vitamin B kompleks dan sangat esensial untuk metabolisme lemak, kolesterol, dan untuk pertumbuhan. Sphingomyelin kecil jumlahnya dalam susu.

Lecithin. Lecithin merupakan fosfolipida utama yang terdapat dalam susu. Lesitin ini dijumpai pula di dalam kuning telur, jaringan syaraf hewan, dan hampir semua sayuran terutama kedelai. Susu mengandung 0,03 persen fosfolipida terutama lesitin, sphigomyelin, dan cephalin. Pada proses pemisahan lemak susu kira-kira setengah dari fosfolipida yang ada terbawa bersama lemak susu.

Bagian dari lemak susu yang tidak tersabun. Jika lemak disabun dan sabun yang terjadi diekstraksi dengan ether, maka bahan yang tidak di dalam ether merupakan bagian lemak yang tidak tersabun, karena sabun itu sendiri tidak larut dalam ether. Pada lemak susu bahan-bahan yang tidak tersabun sebagian besar terdiri atas sterol. Sterol utama yang etrdapat dalam susu adalah cholesterol. Sterol ini dijumpai dalam jaringan-jaringan tubuh terutama otak dan syaraf. Susu mengandung 0,015 persen cholesterol.

Vitamin A. Vitamin A yang terdapat dalam susu berasal dari bagian yang tidak tersabun dari lemak susu. Vitamin A dan karotenoid susu nampaknya terkonsentrasi pada permukaan globula lemak dan banyaknya mempunyai hubungan dengan ukuran globula. Susu yang dihasilkan pada musim panas atau pada saat padang penggembalaan banyak mengandung rumput hijau akanlebih banyak mengandung vitamin A dibandingkan dengan susu yang dihasilkan pada musim-musim dimana hijauan kurang produksinya, karena lebih banyak karoten yang terdapat di dalam hijauan akibatnya akan lebih banyak pula kemungkinannya ditransfer menjadi vitamin A dalam susu. Banyaknya karoten di dalam susu adalah 0,03 persen.

Vitamin D. Vitamin D yang terdapat di dalam susu adalah vitamin D2, yang berasal dari ergosterol dalam makanan, dan vit D3 yang merupakan derivate dari 7-dehidrokolesterol, yang dihasilkan dari penyinaran ultraviolet sinar matahari. Kolostrum megandung 3 sampai 10 kali lebih banyak vitamin D dibandingkan susu normal.

Vitamin E dan K. Vitamin E yang terdapat pada susu dalam bentuk α-tocopherol. Kolostrum mengandung 2,5 sampai 7 kali lebih banyak tocopherol dibandingkan dengan susu normal. Fungsi yang tepat dari vitamin E dalam susu belum diketahui dengan jelas, diduga vitamin E bertindak sebagai antioksidan dalam lemak susu.
Susu relatif sedikit mengandung vitamin K. Tidak seperti vitamin lainnya yang larut dalam lemak, konsentrasinya dalam susu tidak dipengaruhi oleh kandungan di dalam ransum karena sejumlah besar vitamin K dapat disintesa di dalam rumen.

3.    Protein
Ada tiga macam protein utama susu, yaitu : kasein, laktalbumin, dan laktoglobulin. Ketiga macam protein ini terdapat dalam bentuk koloid, tidak membentuk lapisan seperti pada lemak susu, tetapi secara seragam berdispersi dalam susu

Kasein. Kasein merupakan 80 persen dari protein total dalam susu. Selain mengandung asam-asam amino, kasein mengandung pula fosfor,dan terdapat dalam susu sebagai garam-garam kalsium yang dikenal dengan Ca-kaseinat. Kasein terdiri atas alpha, beta, gamma, dan kappa kasein. Bila pH susu 4,6 – 4,7; maka kasein akan dipresipitasikan/diendapkan. Kasein dapat pula dipisahkan dari susu dengan jalan menggunakan sentrifuse berkecepatan tinggi (high speed centrifuge). Dapat pula terjadi pengendapan karena susu menjadi asam oleh sebab bakteri. Penambahan enzim proteolitik, terutama rennin akan menyebabkan terjadinya endapan pula. Endapan ini merupakan protein kompleks yang berbeda dengan pengendapan oleh asam yang menghasilkan protein yang tidak kompleks (tidak terikat). Dengan alkohol dan pemanasan 250 oF, akan menyebabkan kasein mengendap.

Laktalbumin. Laktalbumin terdiri atas sekelompok protein-protein tertentu yang mempunyai sifat-sifat kimia dan fisik hampir bersaman. Protein-protein itu adalah β-laktoglobulin, α-laktalbumin, dan albumin serum darah. Seperti  kasein, protein ini merupakan koloid dalam susu. Perbedaannya dengan  kasein yaitu bahwa laktalbumin mudah mengendap bila dipanaskan, tetapi tidak menggumpal oleh rennin dan asam, juga tidak mengandung fosfor tetapi  mengandung sulfur yang terdapat dalam asam amino cystein, serta sangat banyak mengandung tryptophan. Meskipun laktalbumin terdapat dalam jumlah yang kecil di dalam susu, tetapi laktalbumin sangat penting karena dari segi nutrisi merupakan komplemen dari kasein. Juga karena mudah menggumpal oleh panas, laktalbumin sangat penting dalam stabilisasi produk-produk dari susu yang terkena panas saat prosesing. Sejumlah kecil laktalbumin mungkin dikoagulasikan bila susu dipasteurisasikan.

Laktoglobulin. Kelompok protein ini terdiri atas euglobin dan immunoglobulin yang terdapat dalam jumlah 0,1 persen dari susu normal. Laktoglobulin terdapat dalam jumlah yang sangat besar dalam kolostrum. Immunoglobulin berguna sebagai antibodi. Laktoglobulin mudah dikoagulasi oleh panas dan tidak menggumpal oleh asam dan rennin.

4.    Karbohidrat
Karbohidrat utama dalam susu adalah laktosa yang terdapat dalam bentuk a dan b. Kadarnya dalam susu adalah 4,8 %. Laktosa adalah disakarida jika dihidrolisa akan menghasilkan dua buah molekul gula sederhada yaitu glukosa dan galaktosa. Laktosa di alam hanya ditemukan dalam susu. Laktosa larut dalam susu, karena itu mempengaruhi stabilitas dari titik beku, titik didih, dan tekanan osmosa dari susu. Dibandingkan dengan sukrosa kemanisan laktosa hanyalah seperenam kalinya. Bakteri-bakteri tertentu mampu memfermentasikan laktosa dan menghasilkan asam laktat. Fermentasi ini menyebabkan rasa asam dari susu dan krim. Di dalam susu terkandung pula glukosa dan galaktosa dalam jumlah yang sangat kecil (trace).

5.    Mineral Susu
Dua buah mineral yang paling penting adalah Kalsium (Ca) sebanyak 0,12 % dan Fosfor (P) sebanyak 0,10 %.

6.    Vitamin yang larut dalam air yang terdapat dalam susu
Vitamin-vitamin B. Vitamin-vitamin B disintesa oleh mikroflora di dalam rumen. Bakteri dipecah dalam usus danruminansia menggunakan vitamin-vitamin yang dibebaskan untuk kepentingan tubuhnya. Oleh karena itu, konsentrasi vitamin B di dalam susu tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan ransumnya. Susu mengandung sejumlah kecil riboflavin, inositol, dan asam pantotenat. Walaupun demikian satu quart (946,4 cc) susu dapat menyediakan 33-50 persen thiamin, 85 – 140 persen riboflavin, 25 – 60 persen vit B6, 33 persen asam pantotenat, paling sedikit 20 persen cholin, dan 20 persen biotin yang diperlukan untuk orang dewasa setiap hari. Pemberian ransum rumput yang segar akan menaikkan kandungan riboflavin 20 – 50 persen. Kolostrum mengandung jauh lebih banyak thiamin, riboflavin, B6, cholin, asam folat, dan vitamin B12 dibandingkan susu normal.

Vitamin C. Vitamin C dalam susu terdapat dalam dua bentuk yang aktif, yaitu asam askorbat dan asam dehidroksiaskorbat. Kandungan vitamin C dalam susu sangat sedikit sekali dipengaruhi oleh ransum dari sapi, umur, bangsa, masa laktasi. Kolostrum mengandung 10–60 persen lebih banyak vitamin C dibandingkan dengan susu normal. Ruminansia dapat mensintesis vitamin C. Jika kandungan vitamin C dalam ransum diperbanyak kelebihan vitamin C akan dirusak oleh bakteri atau diekskresikan.

7.    Non Protein Nitrogen
Non protein nitrogen (NPN) tedapat dalam jumlah yang sangat kecil (trace), yang mungkin terbentuk sebagai hasil metabolisme nitrogen dalam tubuh sapi dan dalam sintesis susu yang merupakan by-product atau residu. NPN yang dijumpai dalam susu, adalah ammonia, urea, kreatinin, metil guanidine, asam urat, adenin, guanin, hipoxantin, asam orotik, asam hipurat, dan indikan.

8.    Lain-lain
Di dalam susu terdapat gas-gas CO2, O2, dan N2. Terdapat pula unidentified esters dari phosphoric acid.
9.    Enzim-enzim yang terdapat dalam susu
Enzim-enzim yang terdapat dalam susu antara lain katalase, peroksidase, xanthin oksidase, fosfatase, aldolase, amilase (a dan b), lipase, esterase, protease, karbonik anhidrase, dan selolase.



BIOSINTESIS SUSU

Ambing mengambil zat gizi dari darah, mengubahnya menjadi komponen susu, dan melepas-kannya ke dalam lumen alveolar. Tingkat kejadian ini merupakan faktor fisiologis utama dalam mengatur level/tingkat produksi susu.

1.    Sitologi Sel Sekretori Ambing (Diagram sel Ambing Laktasi)

Sel ambing adalah pabrik yang sangat teratur dan memiliki tingkat metabolisme tinggi. Ambing menggunakan kira-kira 80 persen dari total glukosa, asam asetat, dan asam amino darah

1.1.  Nukleus (inti)
Fungsi nucleus sel ambing adalah untuk menyebarkan informasi genetik yang terdapat dalam gen untuk sintesis protein susu dan enzim tertentu. Keadaan ini bertentangan dengan fungsi sperma dan nuklsi ovum yang menyebarkan informasi genetik ke seluruh bagian ternak.

1.2.  Retikulum Endoplasmik

Organel ini terdiri atas sistem saluran yang terletak di dasar dua per tiga sitoplasma sel ambing. mRNA bergerak dari nucleus ke retikulum endoplasmik dan mengerjakan gabungan asam amino menjadi proteinsusu dan enzim dalam sel ambing. Permukaan beberapa saluran retikulum endoplasmic bertaburkan protein-RNA yang disebut ribosom. Ribosom merupakan bagian sintestis protein.

1.3.  Aparatus Golgi

Aparatus Golgi berfungsi sebagai tempat membungkus protein. Sabagai contoh, Ca dan P ditambahkan ke molekul kasein dan partikel kasein (misel) dibentuk dalam aparatus Golgi. Sintesis laktosa juga terjadi di dalam aparatus Golgi. Vakuola sekretori yang mengandung protein susu, laktosa, dan air berasal dari apparatus Golgi dan muncul ke puncak sel tempat membran vakuola bertemu dengan membran plasma. Karena itu, membran sekretori menggembung terisi membran plasma yang berkurang dengan sekresi butiran lemak. Kandungan sekretori Golgi dilepaskan ke dalam rongga alveolus oleh salah cerna membalik.

1.4.  Mitokhondria

Mitokhondria sangat banyak terdapat dalam jaringan yang aktif secara metabolis. Karena itu, sel ambing dari sapi laktasi mengandung banyak mitokhondria, walaupun juga ada di sel ambing sapi non laktasi. Mitokhondria sering disebut "sumber tenaga sel" karena mitokhondria menghasilkan energi yang diperlukan untuk sintesis lemak susu, laktosa, dan protein.

1.5.  Lisosom

Partikel ikat membran ini mengandung enzim pemecah yang jika dikeluarkan menyebabkan pemecahan dan kematian sel. Salah satu mekanismenya adalah karena hormon memelihara sel ambing selagi laktasi. Pemeliharaan ini menstabilkan membran lisosom yang mencegah kebocoran enzim ke dalam sitopalsma. Bila sel mati, enzim ini dilepaskan dan membantu mencerrna dan menghilangkan sel dari tubuh. Lisosom terutama aktif saat involusi jaringan ambing seperti yang terjadi pada awal perriode kering atau selagi mastitis.

1.6.  Membran Seluler

Membran membungkus seluruh organel. Membran yang disebut membran plasma membentuk batas luar seluruh sel ambing. Membran menampakkan kekhasan penting seperti perlakuan bahan kimia ke dalam berbagai bagian sel. Sebagai contoh, zat gizi dari kapiler memasuki sel melalui membran plasma dengan mudah. Kenyataannya, zat gizi dapat dikonsentrasikan berkali-kali. Zat gizi lain yang ada dalam darah tak dapat masuk. Saat susu berisotonik dengan darah, susunan individual dalam susu dan darah dalam keadaan tidak berimbang. Contoh, susu mengandung lemak 9 kali lebih banyak, gula 90 kali lebih banyak, kalium 5 kali lebih banyak, fosfor 10 kali lebih banyak, kalsium 13 kali lebih banyak, natrium 1/7 bagian, dan protein 1/2 bagian darah.

 

1.7.  Mikrotubula

Mikrotubula penting untuk pembelahan sel, membentuk sel ambing, dan membantu gerakan vakuola sekretori ke puncak sel.

1.8.  Sitoplasma

Sitoplasma adalah matriks cairan yang mengandung banyak sel ambing. Sebagian besar material fraksi ini dapat larut; seperti enzim, zat gizi, dan produk makro molekuler. Pemecahan anaerobik glukosa, sintesis asam lemak, dan pengaktivan asam amino untuk sintesis protein terjadi dalam sitoplasma terlarut. Pemecahan anaerobik glukosa penting terjadi sebelum glukosa dapat dipecah di dalam mitokhondria untuk menghasilkan energi.

2.    Pelepasan Susu Ke dalam Lumen Alveoler
Pelepasan susu ke dalam lumen alveolus terjadi tanpa menampakkan bagian dalam sel. Komponen individual susu disimpan terpisah di dalam sel ambing. Karena itu, susu sebenarnya belum terbentuk sampai komponen susu masuk ke lumen alveoler tempat komponen-komponen ini bercampur. Butir lemak terbentuk di sebagian kecil sel. Kemudian, ukurannya membesar dan bergerak perlahan ke lumen alveoler. Membran sel membungkus butir lemak saat butir lemak menekan ke luar sel. Kemudian, butir lemak dijepit oleh membran luar permukaan sel dan menjadi bebas di dalam alveolus. Sebaliknya, protein susu dibungkus di dalam sel ambing seperti butiran asing di dalam vakuola. Lalu, protein susu dilepaskan ke dalam lumen alveoli tanpa melepaskan penutup membran sel. Laktosa terdapat dalam vakuola sekretori dan dilepaskan ke lumen alveoler bersama dengan protein. Sejumlah air dialirkan ke susu melalui vakuola. Mekanisme yang menyebabkan sisa komponen kimia susu memasuki lumen alveoli belum diketahui.

3.    Biosintesis Protein Susu
Sebagian besar protein makanan manusia disusun dari asam amino esensial dan nonesensial. Asam amino esensial harus dipasok dalam makanan, sedangkan asam amino nonesensial dibentuk di dalam tubuh dari asam amino esensial atau karbohidrat. Protein susu mengandung lebih banyak asam amino esensial dari makanan alami lainnya. Dengan demikian, kandungan protein susu terutama menyebabkan ungkapan "susu adalah makanan alami yang hampir mendekati sempurna".

3.1. Prekursor
Protein primer susu adalah a-kasein, b-kasein, k-kasein, g-kasein, a-laktal-bumin, dan b-laktoglobulin. Protein-protein mencakup lebih dari 90 % protein total susu dan hanya ditemukan di dalam susu serta tidak terdapat di tempat lain dalam alam. Seluruh protein disintesis dalam sel sekretori ambing dari sumber bersama asam amino bebas. Sel ambing berlaktasi mengambil beberapa asam amino esensial dari darah. Pengambilan ini melebihi hasil asam amino di dalam usus. Kelebihan asam amino digunakan sebagai sumber energi dan membentuk asam amino nonesensial. Di dalam susu, kasein menjadi terkumpul ke dalam struktur seperti benang yang disebut misel. Fungsi utama kasein adalah memberi asam amino untuk pedet. Fungsi lainnya juga sudah diketahui. Sebagai contoh, a-kasein menstabilkan misel kasein. Jika tidak, dadih akan terbentuk di dalam susu. b-laktoglobulin menyebabkan sifat aroma matang pada susu yang dipanasi. Panas  mendenaturasi b-laktoglobulin sehinggs formasi dadih terbentuk. Keadaan ini penting pada pembuatan keju secara kecil-kecilan.
Imunoglobulin dan albumin serum darah memasuki sel ambing dari darah dan tidak berubah di dalam susu. Sintesis protein ini dari asam amino dalam sel ambing tidak dibutuhkan.

3.2. Reaksi Biokimia
Jumlah total protein susu relatif sedikit. Protein hasil selalu disusun dari jumlah sama asam amino yang disiapkan dalam rangkaian yang sama. Lebih lanjut, tiap individu sapi selalu menghasilkan protein susu yang sama, tetapi mungkin berbeda dari sapi lainnya. Sedikit protein susu asing ditemukan hanya pada sapi, keluarga sapi, atau bangsa tertentu.
Sintesis protein susu dengan rangkaian asam amino khasnya adalah proses yang terkontrol secara ketat. Gena atau DNA mengontrol langsung sintesis protein. Penyelesaian sintesis protein terjadi sebagai berikut. Pesan genetik DNA dalam nukleus disampaikan ke mRNA yang bergerak ke ribosom. Di sana mRNA menerjemahkan pesan yang mengkhususkan rangkaian asam amino protein susu.
Sintesis protein memerlukan energi. Energi berasal dari pemecahan adenosin trifosfat (ATP) menjadi adenosin monofosfat (AMP). Pada ruminan, ATP berasal dari oksidasi karbohidrat terutama glukosa, dari asetat, dan dari lemak. Karena itu, sintesis protein susu optimal tidak terjadi jika ransum tidak memasok energi yang berimbang.
Rangkaian langkah yang diperlukan untuk menyusun protein susu. Awalnya, ada pengaktivan asam amino di sitoplasma sel ambing sekretori oleh enzim ATP (Langkah 1). Asama amino teraktivasi bersatu dengan RNA lainnya yang disebut RNA peubah atau tRNA (Langkah 2). Tiap 18 asam amino umum yang ditemukan di dalam protein susu mempunyai enzim pengaktivnya sendiri dan tRNA. Gabungan asam amino-tRNA bergerak dari sitoplasma ke ribosom yang mengandung pesan genetik dalam bentuk mRNA. Tipe ketiga RNA disebut ribosom atau rRNA yang menyatukan  tRNA dengan mRNA (Langkah 3). Dengan demikian, asam amino individu terikat satu setiap waktu dan membentuk rantai panjang asam amino. Akhirnya, terbentuk protein susu di ribosom sel sekretori ambing. Rantai asam amino berasal dari saluran di dalam ribosom dan masuk ke lumen saluran retikulum endoplasmik. Rantai asam amino diperpendek saat rantai melewati membran retikulum endoplasma. Pemotongan rantai ini merupakan ciri khas protein susu. Protein bergerak melalui lumen retikulum endoplasma ke aparatus Golgi dan vakuola sekretori serta melepaskan isinya.

4.    Metabolisme Karbohidrat
Karbohidrat utama dalam darah sapi yaitu glukosa. Sebagian besar karbohidrat ransum difermentasi menjadi asam lemak terbang di dalam rumen sapi perah. Salah satu asam lemak ini adalah propionat. Propionat diubah menjadi glukosa di dalam hati. Sumber penting lainnya dari glukosa darah ruminan berasal dari pemecahan protein (glukoneogenesis) di perifer jaringan ambing. Level glukosa darah ruminan hanya setengah dari yang ditemui dalam hewan nonruminan. Pengambilan ambing terhadap glukosa merupakan faktor pembatas utama untuk sekresi susu maksimal sapi perah.

4.1. Penggunaan Glukosa
Glukosa darah sapi digunakan oleh sel ambing dalam berbagai cara dan tiap alur penting untuk membentuk susu. Contoh memperlihatkan keadaan seperti berikut. (1) Glukosa digunakan untuk mensintesis gula utama susu berupa laktosa. (2) Glukosa adalah sumber utama energi yang berbentuk ATP. (3) Glukosa dapat digunakan untuk menyusun gliserol dari trigliserida susu. Dan (4), glukosa digunakan dalam sintesis RNA. Tanpa glukosa, sintesis susu hanya berlanjut dalam beberapa menit.

4.2. Biosintesis Laktosa
Gula utama susu adalah disakarida yang berbentuk laktosa. Laktosa disusun oleh satu molekul glukosa dan satu molekul galaktosa. Laktosa bertanggung jawab langsung terhadap rasa manis susu. Laktosa juga merangsang pertumbuhan bakteri tertentu yang membentuk asam laktat di dalam usus halus pedet. Dan, asam laktat dipercaya membantu penyerapan Ca dan P untuk pembentukan tulang pedet muda.
Glukosa merupakan prekursor laktosa. Dua molekul glukosa memasuki sel ambing untuk tiap molekul laktosa yang dibentuk. Kondensasi molekul glukosa kedua terjadi di dalam aparatus Golgi dan dikatalis oleh enzim yang disebut laktosa sintetase. Enzim ini disusun oleh dua subunit. Salah satu sub unit ini adalah a-laktalbumin yang menjadi komponen protein utama dalam susu. Karena itu, a-laktalbumin berfungsi sebagai enzim dan protein untuk pakan pedet.


5.    Biosintesis Lemak Susu
Lemak dalam susu sapi bersifat sebagai trigliserida campuran (Gambar 6) dengan proporsi agak tinggi (kira-kira 50 %) asam lemak rantai pendek (C4 - C16). Setengahnya lagi lemak susu dibentuk dari asam lemak rantai panjang (C18 - C20). Susu sapi memiliki karakteristik lain berupa proporsi tinggi asam lemak jenuh. Kandungan lemak susu mendasari kepentingan tambahan karena merupakan faktor utama dalam penentuan harga susu.

5.1. Prekursor asam lemak rantai-panjang
Asam lemak dalam ransum sapi membentuk langsung kira-kira setengah asam lemak yang terdapat dalam susu. Asam-asam lemak ini hampir seluruhnya berupa rantai panjang. Kebanyakan asam lemak tanaman dalam ransum sapi adalah asam lemak rantai-panjang dan tidak jenuh, karena banyak mengandung  ikatan rangkap di antara atom-atom karbon. Kebanyakan asam lemak tidak jenuh ransum menjadi tidak terhidrogenasi (jenuh) di dalam rumen. Perubahan ini menyebabkan sejumlah besar asam lemak jenuh di dalam susu sapi.
Setelah melewati rumen, asam lemak rantai-panjang diserap dari usus halus masuk ke dalam sistem limfe, dalam hal ini lakteal. Lalu, asam lemak ini terikat ke protein dan masuk ke dalam darah. Selanjutnya, ikatan ini diserap dari darah oleh sel sekretori ambing. Macam ransum mempengaruhi panjang rantai lemak yang disekresikan ke dalam susu. Derajat kejenuhan sedikit lebih rendah karena rumen tidak 100 % efisien dalam menjenuhkan seluruh asam lemak dalam ransum.
Kandungan tinggi asam lemak jenuh dari susu sapi menimbulkan anjuran untuk mengurangi konsumsi lemak susu dalam pangan manusia. Beberapa ahli berteori bahwa lemak hewan jenuh dibandingkan lemak nabati tidak jenuh. Lemak jenuh akan mempertinggi kholesterol dan menumpuk dalam arteri manusia sehingga disebut arterosklerosis. Bukti yang ada hingga kini menduga bahwa jumlah total kalori yang masuk relatif berlebih dari pada pengeluaran energi ditambah faktor-faktor lainnya menyebabkan seseorang menderita arterosklerosis. Keadaan ini lebih penting dari macam lemak yang terdapat dalam makanan itu sendiri.

5.2. Prekursor asam lemak rantai-pendek
Asam lemak rantai-pendek yang mencakup 50 % lemak susu tidak berasal langsung dari asam lemak ransum disintesis di dalam sel sekretori ambing dari asetat dan badan keton yang berupa b-hidroksibutirat. Asetat adalah unit 2-karbon sedangkan b-hidroksibutirat molekul 4-karbon. Keduanya berasal dari fermentasi karbohidrat tanaman menjadi asam lemak terbang di dalam rumen. Asam lemak rantai-pendek sangat berbau dan sangat mempengaruhi aroma dan rasa keju.
Asam lemak rantai-pendek disintesis oleh jalur 2-karbon asal asetat yang berupa asetil-koenzim A (CoA). Awalnya, CO2 bergabung dengan asetil-CoA membentuk 3-karbon intermediet yang berbentuk malonil-CoA. Kemudian, molekul tambahan asetil-CoA bersatu dengan malonil-CoA. Satu molekul CO2 dilepaskan. Kemudian, asam lemak 4-karbon dihasilkan. Keberhasilan pengulangan proses ini menyebabkan berbagai ukuran panjang dibentuk. Sel sekretori ambing juga mampu mensintesis asam lemak rantai-pendek dengan mengubah b-hidroksibutirat menjadi butirat setelah penambahan CoA yang membentuk butiril-CoA. Bentuk antara yang sama juga terjadi pada penggunaan asetat. Jalur sekunder terdapat untuk penggunaan b-hidroksibutirat. Dalam jalur ini, asam lemak 4-karbon dipecah menjadi unit 2-karbon dan digunakan sebagai asetat.
Asetat lebih banyak digunakan daripada b-hidroksibutirat untuk sintesis lemak susu, selein itu setat memberi tambahan energi untuk sel ambing. Karena sumbangannya yang besar terhadap sintesis susu, produksi assetat di dalam rumen sapi perah penting untuk produksi susu optimal.

6.    Vitamin, Mineral, dan Air
Sel sekretori ambing tidak dapat mensintesis vitamin atau mineral. Karena itu, seluruh vitamin dan mineral susu dipasok dari darah.
Kalsium, fosfor, kalium, khlor, natrium, dan magnesium adalah mineral utama susu. Walupun mineral susu berasal dari darah, tetapi belum diketahui apakah jumlah yang diserap sebanding dengan konsentrasinya dalam darah. Juga belum diketahui mekanisme pengambilan terpilih. Ada bukti bahwa sel epitel dapat melepaskan mineral ke dalam darah seperti ke dalam usus. Keadaan ini disebut metabolisme aktif.
Biasanya di dalam susu terdapat persentase laktosa, natrium, dan kalium dalam jumlah konstan. Mineral-mineral ini ditambah dengan khlor mengatur keseimbangan osmotik susu. Terdapat hubungan terbalik antara konsentrasi dalam susu. Hubungan serupa terjadi antara laktosa dan kalium saja.
Air terutama berasal dari cairan intrasseluler kaya-kalium dari sel alveoler dan terutama adanya aliran darah ke dalam sel untuk memelihara keseimbangan osmotik sebagai hasil sintesis laktosa, protein, dan lemak. Susu berada dalam keseimbangan osmotik dengan darah. Laktosa mengatur hampir 50 % dari tekanan osmotik susu. Karena itu, peningkatan konsentrasi laktosa menyebabkan air mengalir ke dalam dan kandungan natrium dan khlor susu menurun. Proses ini lebih lanjut mempengaruhi produksi susu, terutama karena air memenuhi sebanyak 87 % dari susu.
Sapi dengan mastitis atau mendekati akhir laktasi hampir secara tidak bervariasi memiliki produksi susu menurun dengan kandungan laktosa dan kalium rendah serta kandungan natrium dan khlor naik. Keadaan ini menyebabkan rasa asin susu sapi saat laktasi berkembang.

Tabel 1. Prekursor Darah Kandungan Susu

No
Kandungan susu
Prekursor dalam darah

1.
Protein


a-kasein
Asam amino bebas

b-kasein
Asam amino bebas

k-kasein
Asam amino bebas

g-kasein
Asam amino bebas

a-laktalbumin
Asam amino bebas

b-laktoglobulin
Asam amino bebas

Imuno globulin
Imuno globulin

Albumin serum susu
Albumin serum darah
2.
Karbohidrat


Laktosa
Glukosa
3.
Lemak


Asam lemak rantai panjang
Asam lemak rantai panjang

Asam lemak rantai pendek
Asetat dan b-hidroksibutirat
4.
Vitamin
Vitamin
5.
Mineral
Mineral
6.
Air
Air
7.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komposisi dan Jumlah Susu
Beberapa bagian susu hampir selalu dijumpai dalam jumlah yang sama sedangkan komponen lainnya diketahui sangat bervariasi. Faktor utama yang menggantikan komposisi susu adalah jumlah total susu yang dihasilkan pada tiap pemerahan. Karena itu, banyak faktor mempengaruhi komposisi susu. Tetapi, mekanisme yang mempengaruhi komposisi susu terjadi tidak langsung dengan mekanisme langsung terhadap jumlah produksi susu. Sebagai tambahan, perubahan komposisi susu dari pemerahan ke pemerahan berikut tidak dapat diuraikan secara rinci. Sebagai contoh, persentase lemak susu bervariasi sebanyak 30 % dengan penyebab yang tidak diketahui.
Banyak elemen dalam tubuh sapi dan lingkungan luarnya mempengaruhi produksi dan komposisi susu. Seperti yang didiskusikan pada subbab berikut, peternak dapat menghilangkan faktor-faktor ini untuk mencapai produksi susu tinggi dan meningkatkan keuntungan.

7.1. Genetik dan Nutrisi
Genetik dan nutrisi sangat mempengaruhi hasil dan komposisi susu.

7.2. Tingkat Laktasi dan Persistensi
Sekresi yang dihasilkan ambing saat baru selesai beranak dikenal sebagai kolostrum. Komposisi kolostrum berbeda dari komposisi susu normal. Biasanya diperlukan waktu 3 sampai 5 hari setelah beranak agar komposisi susu menjadi normal. Selama periode ini bahan padat terutama fraksi globulin atau protein meningkat. Secara praktis pedet yang baru lahir tidak memiliki gama globulin. Gama globulin adalah bagian darah yang mengandung antibodi untuk melawan berbagai organisme penyakit. Karena itu, pedet harus tidak mencerna gama globulin dari kolostrum untuk mendapat imunitas pasif melawan penyakit umum pedet. Pemberian kolostrum terutama kritis pada waktu 12 sampai 24 jam pertama hidup pedet. Setelah waktu ini, enzim dalam saluran pencernaan memecah antibodi dan permiabilitas usus menurunkan antibodi. Dengan demikian, antibodi kehilangan keefektivannya sesuai dengan umur setelah lahir. Cekaman panas atau dingin mengurangi transfer imunoglobulin ke serum darah pedet baru lahir. Pedet baru lahir memiliki mekanisme termoregulator rendah sehingga harus mendapat perlindungan dari cuaca ekstrim.
Kandungan laktosa menurun sedangkan persentase kasein dan lemak kolostrum bervariasi. Pakan mengandung laktosa tinggi dapat menyebabkan pedet mencret. Mengurangi kandungan laktosa kolostrum menolong mencegah terjadinya penyakit ini. Kalsium, magnesium, fosfor, dan khlor terdapat banyak dalam kolostrum sedangkan kalium sedikit. Besi terdapat 10 sampai 17 kali lebih banyak dalam kolostrum daripada susu normal. Level tinggi besi ini diperlukan untuk peningkatan dengan cepat hemoglobin sel darah merah pedet baru lahir. Kolostrum mengandung lebih banyak 10 kali vitamin A dan 3 kali vitamin D daripada susu normal. Pedet baru lahir juga secara praktis kekurangan vitamin A. Vitamin A diperlukan untuk melawan berbagai penyakit sehingga pedet harus memperoleh kolostrum.
Saat beranak, produksi susu berada pada tingkat relatif tinggi. Jumlah yang disekresikan terus meningkat selama 3 hingga 6 minggu. Sapi penghasil tinggi biasanya memerlukan waktu lebih lama daripada sapi penghasil rendah untuk mencapai produksi puncak. Setelah puncak dicapai, produksi susu menurun secara beraturan. Tingkat penurunan biasa dianggap sebagai persistensi. Setelah mencapai produksi puncak, sapi tidak bunting menghasilkan susu sebanyak 94 sampai 96 % dari hasil bulan sebelumnya. Banyak sapi tidak bunting melanjutkan menghasilkan susu sampai waktu tidak terbatas tetapi pada tingkat rendah. Menjaga produksi susu puncak tertinggi sebaiknya merupakan tujuan peternak. Keadaan ini tidak akan pernah tercapai. Kenyataannya, ada kecenderungan kuat sapi yang mempunyai produksi awal tinggi kurang mampu mempertahankan persistensi. Selama tingkat awal laktasi, rangsangan untuk menghasilkan susu mengatasi berbagai masalah lingkungan atau manajemen, misalnya prosedur pemerahan buruk atau pemberian pakan jelek. Tetapi, pada laktasi selanjutnya penurunan produksi susu lebih besar daripada laktasi awal.
Persentase lemak susu menurun jelas selama 2 sampai 3 bulan bulan pertama laktasi, kemudian meningkat sejalan dengan penurunan produksi total perkembangan laktasi. Kandungan protein susu secara beraturan meningkat sesuai dengan perkembangan laktasi. Laktosa menurun sedangkan konsentrasi mineral meningkat pada masa ini. Perubahan ini digambarkan pada Gambar 2. Kebanyakan peningkatan komponen SNF susu dihubungkan dengan tingkat kebuntingan yang terjadi daripada tingkat laktasi itu sendiri. Ke arah akhir laktasi komposisi susu cenderung mencapai komposisi darah.

7.3. Tingkat Sekresi Susu
Tingkat sekresi susu berlangsung cepat dan relatif konstan selama 8 hingga 10 jam setelah pemerahan dan rendah sebelum dan selama pemerahan. Susu mengumpul selama selang pemerahan. Tekanan intramamari meningkatkan sekresi susu dan tingkat sekresi susu menurun tiap jam. Umumnya peningkatan tekanan intramamari pada sapi produksi tinggi terlihat lebih kecil daripada sapi produksi rendah untuk menghasilkan jumlah susu yang sama.
Kapasitas ambing menahan dan melepaskan susu sangat berperan terhadap tingkat sekresi susu. Biasanya ambing besar menghasilkan susu banyak daripada ambing kecil. Penelitian pada sapi Jersey menunjukkan bahwa jumlah maksimal laktasi puncak  yang  dapat  disekresikan  atau disimpan pada saat yang sama adalah 54 lb. Keadaan ini dicapai selama hampir 35 jam setelah pemerahan terakhir. Frekuensi pengeluaran susu merangsang meningkatkan sekresi susu dan menurunkan tekanan intramamari.
Telah banyak ditulis bahwa peningkatan tekanan intramamari mengurangi tingkat sekresi susu. Penelitian ini menggunakan akumulasi susu untuk membentuk tekanan intramamari. Karena itu, ada kemungkinan yang timbul bahwa komponen spesifik susu berperan dalam sel ambing untuk menghalangi sekresinya ssendiri, bebas dari tekanan intramamari.

7.4. Tindakan Pemerahan
Sapi biasanya diperah dua kali setiap hari. Peningkatan frekuensi pemerahan menjadi tiga kali sehari menaikkan produksi susu sebanyak 10 hingga 25 % dan pemerahan empat kali sehari menambah lagi produksi sebanyak 5 sampai 15 %. Peningkatan produksi susu ini bernilai atau tidak dihubungkan dengan penambahan biaya tenaga kerja, pakan, dan peralatan yang tergantung pada keadaan peternakan tersebut. Kerja bernilai ekonomis bila frekuensi pemerahan lebih dari dua kali sehari terhadap sapi yang diperah pada tempat dengan pelepas cangkir otomatik. Hasil susu menjadi tiga kali lebih besar dibandingkan tingkat awal laktasi. Kebutuhan pakan meningkat sesuai dengan jumlah hasil susu.
Susu yang pertama kali dikeluarkan dari ambing mengandung lemak lebih sedikit (turun 1 sampai 2 %) dibandingkan akhir proses pemerahan (naik 7 hingga 9 %). Alasan untuk pembagian globuli lemak ini belum diketahui. Telah dibuktikan bahwa globuli lemak menggumpal di dalam alveoli. Gumpalan globuli lemak tertahan saat lewat ke arah puting. Bagian cairan lebih mudah melewati gumpalan globuli lemak ke arah dasar ambing dan puting. Karena itu, pemerahan pendahuluan cepat menyebabkan susu dalam saluran besar kelenjar mempunyai lemak lebih sedikit dibandingkan di dalam alveoli.
Sapi yang diperah dua kali sehari dengan selang 10 dan 14 jam menghasilkan susu kira-kira 1 %, lebih sedikit daripada rata-rata sapi yang diperah pada selang 12 dan 12 jam. Sapi penghasil tinggi dapat memperlihatkan halangan lebih besar dalam menghasilkan susu. Sapi penghasil rendah yang diperah pada selang 16 dan 8 jam menghasilkan hanya 1,3 % lebih sedikit susu daripada sapi yang sama diperah dengan selang 12 dan 12 jam. Selang 16 dan 8 jam mengurangi produksi susu sebanyak 4 sampai 7 % pada sapi penghasil tinggi dan dara. Peternak yang memerah 80 hingga 200 sapi tidak berkelompok di ruang perah mungkin memerah individu sapi dengan selang tidak sama setiap hari. Pengelompokan sapi berdasarkan hasil susu atau tingkat fisiologis menyebabkan sapi penghasil tinggi dan dara dapat diperah dengan selang 12 dan 12 jam.
Sapi yang diperah selama 4 menit sepanjang laktasi menghasilkan lebih sedikit susu, terutama pada laktasi awal, daripada sapi yang sama diperah 8 menit. Kelompok 4 menit diperah tidak lengkap sedangkan kelompok 8 menit diperah berlebih. Waktu pemerahan kebanyakan sapi biasanya sedikit di atas 5 menit agar pengeluaran susu maksimal. Penyisaan 4 lb susu dalam ambing setelah pemerahan selama 10 hari berurutan secara permanen mengurangi hasil susu satu masa laktasi. Sapi yang diperah dengan mesin menurut metode setrip secara nyata menghasilkan susu lebih sedikit daripada sapi yang diperah tanpa tanpa metode setrip. Pemerahan mesin metode setrip membutuhkan waktu lebih lama. Karena itu, mesin setrip tidak dianjurkan. Jika dilakukan, pemerahan mesin setrip sebaiknya berlangsung singkat.

7.5. Umur dan Ukuran Sapi
Pertambahan hasil susu semakin berkurang hingga kira-kira umur 8 tahun, tergantung pada bangsa, kemudian menurun cepat. Penurunan setelah 8 tahun lebih lambat daripada peningkatan sebelum umur ini. Sapi dewasa menghasilkan susu 25 % lebih banyak daripada sapi dara umur 2 tahun. Peningkatan berat tubuh menaikkan hasil susu sebanyak 5 % sedangkan sisanya yang 20 % karena perkembangan ambing selama kebuntingan.
Lemak susu dan SNF masing-masing menurun 0,2 dan 0,4 % antara laktasi pertama dan kelima. Perubahan yang terjadi sedikit. Laktosa menurun sesuai dengan SNF.
Dara sebaiknya dikawinkan agar beranak pada umur 24 bulan atau kurang jika tubuhnya cukup baik untuk menghasilkan anak. Sapi dara akan menghasilkan susu lebih banyak pada laktasi pertama jika perkawinan ditunda sampai pada satu titik hingga dara beranak pada umur 30 bulan. Yang menjadi masalah adalah masa produksi menjadi berkurang.
Umumnya, sapi besar menghasilkan susu lebih banyak daripada sapi kecil. Walaupun begitu, hasil susu tidak berhubungan langsung dengan berat badan. Hasil susu berkisar sebanyak 0,7 kali dari berat tubuh yang kira-kira mendekati luas permukaan tubuh sapi. Karena itu, sapi yang memiliki tubuh dua kali lebih besar dari sapi lainnya biasanya menghasilkan susu sebanyak 70 % sedangkan sapi kecil mampu memproduksi susu 100 %.
Estrus secara temporer menekan produksi susu, walau bukti penelitian tidak menunjukkan hal yang konstan. Sapi penghasil susu tinggi sering menunda estrusnya setelah beranak.
Sapi dengan siste folikel di ovari menghasilkan susu lebih banyak sesuai dengan hari tidak buntingnya dibandingkan sapi kawin normal. Sapi ini menghasilkan jumlah susu yang sama sebelum sistik ovari muncul. Keadaan ini menyimpulkan bahwa sistik ovari meningkatkan produksi susu dan produksi tinggi susu tidak menyebabkan timbulnya sistik ovari. Produksi susu sapi sistik lebih persisten daripada produksi susu sapi kawin normal. Sapi sistik anestrus menghasilkan susu lebih banyak daripada sapi sistik nimpomaniak.
Kebuntingan mengurangi produksi susu laktasi berjalan. Sebagai contoh, sapi yang dikawinkan pada 90 hari setelah beranak menghasilkan susu 750 sampai 800 lb lebih sedikit selama 305 hari daripada sapi yang dikawinkan pada 240 hari setelah beranak. Kebanyakan hasil yang direduksi ini terjadi pada bulan kelima kebuntingan. Pada  bulan kebuntingan kedelapan produksi susu berkurang sebanyak 20 % dibandingkan dengan sapi tidak bunting dan panjang waktu yang sama. Walaupun begitu, selang beranak teratur adalah rangsang utama untuk produksi tinggi susu. Faktor-faktor seperti pakan, tenaga kerja, keuntungan gagal beranak, nilai periode patokan, dan efisiensi reproduktif sebaiknya dievaluasi sebelum keputusan diambil terhadap selang beranak. Hampir pada seluruh keadaan peternakan sebaiknya sapi dikawinkan kembali pada estrus pertama yang terjadi 45 sampai 50 hari setelah beranak.

7.6. Siklus Estrus dan Kebuntingan

7.7. Periode Kering
Sebaiknya sapi mendapat periode istirahat selama 6 sampai 8 minggu di antara laktasi-laktasi. Periode kering lebih panjang atau lebih pendek akan mengurangi produksi susu yang akan datang. Akan tetapi, untuk memaksimalkan masa waktu produksi susu harus ada keseimbangan antara produksi susu yang hilang saat periode kering dan pertambahan produksi pada laktasi berikutnya. Antara dua laktasi berurutan, periode kering optimum menurun dari 63 sampai 23 hari pada peningkatan umur beranak dari 24 menjadi 83 bulan. Sapi yang beranak dengan selang beranak kurang dari 340 hari memerlukan periode kering paling sedikit 55 hari.
Prosedur terbaik untuk mengeringkan sapi adalah dengan menghilangkan seluruh butiran dan mengurangi pasokan air beberapa hari sebelum periode kering mulai. Kemudian, tiba-tiba pemerahan sapi dihentikan. Setelah pemerahan dihentikan, tekanan intramamari meningkat dan menghalangi produksi susu selanjutnya. Sebaiknya sapi diperah jika ambing terlihat sangat penuh. Tetapi, usaha ini menyebabkan rangsangan sintesis susu berikutnya karena tekanan intramamari berkurang dan hormon dilepaskan. Mungkin pemerahan kembali lebih penting untuk mengeluarkan leukosit dari ambing pada waktu tertentu bila diperlukan untuk mengurangi infeksi. Biasanya tidak perlu untuk memerah kembali jika produksi susu mencapai 20 lb sehari sebelum pemerahan dihentikan. Bukti menunjukkan bahwa bila pengeringan sapi untuk terapi mastitis tidak dapat dilakukan maka pemerahan berselang selama beberapa hari untuk mengeringkan sapi menyebabkan mastitis berikutnya berkurang.

7.8. Lingkungan
Hubungan umum antara temperatur lingkungan, produksi susu, dan konsumsi pakan digambarkan pada Gambar 9. Peningkatan temperatur lingkungan meniaikkan tingkat pernapasan. Reaksi ini merupakan mekanisme primer bangsa sapi perah Eropa untuk membuang panas. Sebagai contoh, tingkat pernapasan meningkat kira-kira 5 kali lipat bila temperatur naik dari 50 menjadi 105 oF. Produksi susu dan konsumsi pakan berkurang secara otomatis dalam usaha mengurangi produksi panas tubuh bila temperatur naik. Kenyataannya, penurunan nafsu makan merupakan penyebab utama prosuksi susu turun saat cekaman panas. Cekaman panas lebih mempengaruhi sapi penghasil tinggi daripada penghasil rendah. Cekaman panas terutama berbahaya saat puncak laktasi.
Produksi susu menurun bila temperatur melebihi 80 oF bagi sapi Holstein dan Brown Swiss, 85 oF untuk Jersey, dan 90 hingga 95 oF untuk Brahman. Temperatur optimal untuk bangsa sapi Eropa kira-kira 50 oF. Kelembaban tinggi berpengaruh merugikan bila temperatur melebihi 75 oF.
Umumnya, persentase SNF dan lemak susu terbesar pada musim dingin dan terendah pada musim panas. Sapi yang beranak pada musim gugur atau dingin menghasilkan lemak dan SNF lebih banyak daripada sapi yang beranak di musim semi dan panas. Pada temperatur tinggi (di atas 85 oF) produksi susu lebih sering menurun daripada produksi lemak. Penurunan produksi hanya sedikit menaikkan persentase lemak. Pada temperatur tinggi ada peningkatan khlor dan penurunan kandungan laktosa dan protein susu. Penurunan temperatur di bawah 75 oF menaikkan persen lemak dan SNF.
Penggunaan naungan, kipas angin, penyiraman, atau udara dingin menghilangkan cekaman panas. Pengaturan udara sapi di Florida merangsang hasil susu hampir 10 %. Hanya, biaya penggunaan sistem ini menghalangi manfaat komersialnya. Mungkin lebih penting memilih macam pakan yang tepat dan menentukan memelihara sapi yang tidak berkurang makan saat kena cekaman panas. Udara yang disemprotkan ke atas air dan masuk ke dalam naungan dingin penguap murah dapat mengurangi temperatur udara sebanyak 12 oF. Dari sapi perah yang mendapat naungan menghasilkan susu lebih banyak dari yang tidak mendapat naungan. Di daerah iklim lembab subtropis naungan atap bersekat dipasang tempat pakan dan minum dibawahnya sehingga sapi tidak perlu meninggalkan naungan saat panas. Pada keadaan ini sapi yang mendapat naungan berproduksi 11 % lebih banyak dari yang tidak mendapat naungan. Spesifikasi naungan dapat dilihat pada Tabel 2.
Hasil susu seluruh laktasi biasanya lebih besar bila sapi beranak pada musim gugur atau awal musim dingin. Produksi jelas menurun jika sapi beranak pada musim dingin, bunga, dan panas. Sapi menghasilkan lebih banyak susu saat beranak di musim gugur mungkin karena temperatur optimal, tidak ada lalat, dan pakan lebih mudah dicerna saat musim gugur, dingin, dan awal bunga dibandingkan saat musim panas. Karena itu, sapi yang beranak pada musim gugur berada pada tahap akhir produksi atau kering saat musim panas yang merugikan. Efek musim beranak secara praktis dapat diabaikan bila sapi mendapat ransum kering terlindung sepanjang tahun seperti di California.
Cekaman panas selama 1/3 kebuntingan terakhir mengurangi berat lahir pedet, mengganti fungsi endokrin selama kebuntingan, dan mengurangi hasil susu yang akan datang. Penggunaan naungan selama kebuntingan mengurangi pengaruh cekaman panas yang merugikan.
Gerak olah yang cukup merangsang produksi susu tinggi, tetapi terlalu sedikit atau banyak akan merugikan. Karena itu, sapi yang ditambatkan sebaiknya dikeluarkan dua kali sehari untuk gerak olah dan deteksi berahi. Sapi di padang rumput membutuhkan energi lebih banyak daripada sapi yang mendapat pakan di kandang. Fakta menunjukkan bahwa energi yang diperlukan untuk merumput di padang rumput jelek musim panas sebanyak dua kali kebutuhan hidup pokok.


7.9. Penyakit dan Obat
Banyak penyakit berpengaruh merugikan terhadap produksi susu dan mengubah komposisi susu. Penyakit tersebut misalnya mastitis, ketosis, demam susu, dan salah cerna.
Berbagai obat termasuk pestisida yang digunakan pada perlakuan ternak disekresikan ke dalam susu. Susu seperti itu sebaiknya dibuang untuk mencegah obat masuk ke dalam pasokan pangan manusia. Antibiotik dan pestisida tidak dibenarkan berada dalam susu. Susu seperti itu dilarang dijual. Peternak sebaiknya berkonsultasi dengan tenaga medis tentang berapa lama waktu dibutuhkan untuk tidak menjual susu setelah sapi menerima obat.

Comments

Popular posts from this blog

KANDUNGAN NUTRISI BAHAN PAKAN UNGGAS

PENGOLAHAN HASIL IKUTAN TERNAK

PROSES PEMBUATAN SUSU KENTAL MANIS