KOMPOSISI DAN BIOSINTESIS SUSU
Susu
mempunyai tiga komponen karakteristik yaitu : laktosa, kasein, dan lemak susu,
disamping itu mengandung bahan-bahan lainnya misalnya air, mineral, dan
vitamin. Banyaknya tiap-tiap bahan dalam susu berbeda-beda tergantung spesies
ternak, sedangkan komposisi dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan.
Komposisi
Susu Sapi Perah FH
1.
Air. Air yang terkandung dalam susu bervariasi antara 82
sampai 89 persen dengan kandungan rata-rata 87 persen. Air berguna sebagai medium
disperse untuk total solid dan untuk fluidity.
2.
Material yang termasuk di dalam lipida
Lemak
Susu. Bervariasi antara 3 sampai 6 persen. Di dalam susu,
lemak berdispersi dalam bentuk butiran-butiran (globula) kecil dan terjadi
emulsi antara lemak dengan air. Globula ini berukuran antara 0,5 sampai 20
mikron dengan rata-rata 3 mikron. Setiap tetes susu disinyalir mengandung 100
juta globula lemak. Besarnya globula ini sangat penting pada proses pemisahan
lemak dari susu pada waktu proses churning
(pemisahan lemak dari susu pada saat pembuatan mentega).
Tiap-tiap
globula lemak dikelilingi oleh suatu lapisan tipis yang terdiri atas
fosfolipida dan protein. Lapisan ini disebut dengan membran globula lemak
susu. Lapisan ini berguna untuk melindungi lemak serta mempertahankan
kestabilannya di dalam emulsi.
Lemak
terdiri atas trigliserida yang terbentuk dari tiga molekul asam lemak dengan
satu molekul gliserol.
Terdapat
asam-asam lemak volatile di dalam lemak susu antara lain : asam-asam butirat,
kaproat, kaprilat, kaprat, dan laurat; sedangkan yang non volatile antara lain
asam-asam miristrat, palmitat, stearat, oleat, linolat, linoleat, dan
arachidonat.
Asam
butirat, kaproat, dan kaprilat menghasilkan bau yang keras bila terjadi
dekomposisi dari lemak susu dan merupakan penyebab bau tengik pada
produk-produk susu.
Asam lemak
tidak jenuh yang terdapat dalam susu adalah asam linoleat, linolat, dan
linoleat yang masing-masing mengandung 1,2, dan 3 ikatan rangkap. Asam-asam
lemak lainnya terdapat dalam keadaan yang jenuh.
Fosfatida.
Sebagian besar dari fosfatida adalah trigliserida dari asam lemak berantai
panjang yang berikatan dengan asam fosfat dan senyawa yang mengandung nitrogen
(N) yaitu choline. Choline ini merupakan bagian dari vitamin B kompleks dan sangat
esensial untuk metabolisme lemak, kolesterol, dan untuk pertumbuhan.
Sphingomyelin kecil jumlahnya dalam susu.
Lecithin.
Lecithin merupakan fosfolipida utama yang terdapat dalam susu. Lesitin ini
dijumpai pula di dalam kuning telur, jaringan syaraf hewan, dan hampir semua
sayuran terutama kedelai. Susu mengandung 0,03 persen fosfolipida terutama
lesitin, sphigomyelin, dan cephalin. Pada proses pemisahan lemak susu kira-kira
setengah dari fosfolipida yang ada terbawa bersama lemak susu.
Bagian
dari lemak susu yang tidak tersabun. Jika lemak disabun dan
sabun yang terjadi diekstraksi dengan ether, maka bahan yang tidak di dalam
ether merupakan bagian lemak yang tidak tersabun, karena sabun itu sendiri
tidak larut dalam ether. Pada lemak susu bahan-bahan yang tidak tersabun
sebagian besar terdiri atas sterol. Sterol utama yang etrdapat dalam susu
adalah cholesterol. Sterol ini dijumpai dalam jaringan-jaringan tubuh terutama
otak dan syaraf. Susu mengandung 0,015 persen cholesterol.
Vitamin
A. Vitamin A yang terdapat dalam susu berasal dari bagian
yang tidak tersabun dari lemak susu. Vitamin A dan karotenoid susu nampaknya
terkonsentrasi pada permukaan globula lemak dan banyaknya mempunyai hubungan
dengan ukuran globula. Susu yang dihasilkan pada musim panas atau pada saat
padang penggembalaan banyak mengandung rumput hijau akanlebih banyak mengandung
vitamin A dibandingkan dengan susu yang dihasilkan pada musim-musim dimana
hijauan kurang produksinya, karena lebih banyak karoten yang terdapat di dalam
hijauan akibatnya akan lebih banyak pula kemungkinannya ditransfer menjadi
vitamin A dalam susu. Banyaknya karoten di dalam susu adalah 0,03 persen.
Vitamin
D. Vitamin D yang terdapat di dalam susu adalah vitamin
D2, yang berasal dari ergosterol dalam makanan, dan vit D3 yang merupakan
derivate dari 7-dehidrokolesterol, yang dihasilkan dari penyinaran ultraviolet
sinar matahari. Kolostrum megandung 3 sampai 10 kali lebih banyak vitamin D
dibandingkan susu normal.
Vitamin
E dan K. Vitamin E yang terdapat pada susu dalam bentuk α-tocopherol. Kolostrum mengandung 2,5 sampai 7 kali lebih
banyak tocopherol dibandingkan dengan susu normal. Fungsi yang tepat dari vitamin
E dalam susu belum diketahui dengan jelas, diduga vitamin E bertindak sebagai
antioksidan dalam lemak susu.
Susu relatif
sedikit mengandung vitamin K. Tidak seperti vitamin lainnya yang larut dalam
lemak, konsentrasinya dalam susu tidak dipengaruhi oleh kandungan di dalam
ransum karena sejumlah besar vitamin K dapat disintesa di dalam rumen.
3. Protein
Ada tiga
macam protein utama susu, yaitu : kasein, laktalbumin, dan laktoglobulin.
Ketiga macam protein ini terdapat dalam bentuk koloid, tidak membentuk lapisan
seperti pada lemak susu, tetapi secara seragam berdispersi dalam susu
Kasein.
Kasein merupakan 80 persen dari protein total dalam susu. Selain mengandung
asam-asam amino, kasein mengandung pula fosfor,dan terdapat dalam susu sebagai
garam-garam kalsium yang dikenal dengan Ca-kaseinat. Kasein terdiri atas alpha,
beta, gamma, dan kappa kasein. Bila pH susu 4,6 – 4,7; maka kasein akan
dipresipitasikan/diendapkan. Kasein dapat pula dipisahkan dari susu dengan
jalan menggunakan sentrifuse berkecepatan tinggi (high speed centrifuge). Dapat pula terjadi pengendapan karena susu
menjadi asam oleh sebab bakteri. Penambahan enzim proteolitik, terutama rennin
akan menyebabkan terjadinya endapan pula. Endapan ini merupakan protein
kompleks yang berbeda dengan pengendapan oleh asam yang menghasilkan protein
yang tidak kompleks (tidak terikat). Dengan alkohol dan pemanasan 250 oF,
akan menyebabkan kasein mengendap.
Laktalbumin.
Laktalbumin terdiri atas sekelompok protein-protein tertentu yang mempunyai
sifat-sifat kimia dan fisik hampir bersaman. Protein-protein itu adalah β-laktoglobulin, α-laktalbumin, dan albumin serum darah. Seperti kasein, protein ini merupakan koloid dalam
susu. Perbedaannya dengan kasein yaitu
bahwa laktalbumin mudah mengendap bila dipanaskan, tetapi tidak menggumpal oleh
rennin dan asam, juga tidak mengandung fosfor tetapi mengandung sulfur yang terdapat dalam asam
amino cystein, serta sangat banyak mengandung tryptophan. Meskipun laktalbumin
terdapat dalam jumlah yang kecil di dalam susu, tetapi laktalbumin sangat
penting karena dari segi nutrisi merupakan komplemen dari kasein. Juga karena
mudah menggumpal oleh panas, laktalbumin sangat penting dalam stabilisasi
produk-produk dari susu yang terkena panas saat prosesing. Sejumlah kecil
laktalbumin mungkin dikoagulasikan bila susu dipasteurisasikan.
Laktoglobulin.
Kelompok protein ini terdiri atas euglobin dan immunoglobulin yang terdapat
dalam jumlah 0,1 persen dari susu normal. Laktoglobulin terdapat dalam jumlah
yang sangat besar dalam kolostrum. Immunoglobulin berguna sebagai antibodi.
Laktoglobulin mudah dikoagulasi oleh panas dan tidak menggumpal oleh asam dan
rennin.
4. Karbohidrat
Karbohidrat
utama dalam susu adalah laktosa yang terdapat dalam bentuk a
dan b. Kadarnya dalam susu adalah 4,8 %. Laktosa adalah
disakarida jika dihidrolisa akan menghasilkan dua buah molekul gula sederhada
yaitu glukosa dan galaktosa. Laktosa di alam hanya ditemukan dalam susu.
Laktosa larut dalam susu, karena itu mempengaruhi stabilitas dari titik beku,
titik didih, dan tekanan osmosa dari susu. Dibandingkan dengan sukrosa
kemanisan laktosa hanyalah seperenam kalinya. Bakteri-bakteri tertentu mampu
memfermentasikan laktosa dan menghasilkan asam laktat. Fermentasi ini
menyebabkan rasa asam dari susu dan krim. Di dalam susu terkandung pula glukosa
dan galaktosa dalam jumlah yang sangat kecil (trace).
5. Mineral Susu
Dua buah
mineral yang paling penting adalah Kalsium (Ca) sebanyak 0,12 % dan Fosfor (P)
sebanyak 0,10 %.
6. Vitamin yang larut dalam air yang terdapat
dalam susu
Vitamin-vitamin
B. Vitamin-vitamin B disintesa oleh mikroflora di dalam
rumen. Bakteri dipecah dalam usus danruminansia menggunakan vitamin-vitamin
yang dibebaskan untuk kepentingan tubuhnya. Oleh karena itu, konsentrasi vitamin
B di dalam susu tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan ransumnya. Susu
mengandung sejumlah kecil riboflavin, inositol, dan asam pantotenat. Walaupun
demikian satu quart (946,4 cc) susu
dapat menyediakan 33-50 persen thiamin, 85 – 140 persen riboflavin, 25 – 60
persen vit B6, 33 persen asam pantotenat, paling sedikit 20 persen cholin, dan
20 persen biotin yang diperlukan untuk orang dewasa setiap hari. Pemberian
ransum rumput yang segar akan menaikkan kandungan riboflavin 20 – 50 persen.
Kolostrum mengandung jauh lebih banyak thiamin, riboflavin, B6, cholin, asam
folat, dan vitamin B12 dibandingkan susu normal.
Vitamin
C. Vitamin C dalam susu terdapat dalam dua bentuk yang
aktif, yaitu asam askorbat dan asam dehidroksiaskorbat. Kandungan vitamin C
dalam susu sangat sedikit sekali dipengaruhi oleh ransum dari sapi, umur, bangsa,
masa laktasi. Kolostrum mengandung 10–60 persen lebih banyak vitamin C
dibandingkan dengan susu normal. Ruminansia dapat mensintesis vitamin C. Jika
kandungan vitamin C dalam ransum diperbanyak kelebihan vitamin C akan dirusak
oleh bakteri atau diekskresikan.
7. Non Protein Nitrogen
Non
protein nitrogen (NPN) tedapat dalam jumlah yang sangat kecil (trace), yang
mungkin terbentuk sebagai hasil metabolisme nitrogen dalam tubuh sapi dan dalam
sintesis susu yang merupakan by-product
atau residu. NPN yang dijumpai dalam susu, adalah ammonia, urea, kreatinin,
metil guanidine, asam urat, adenin, guanin, hipoxantin, asam orotik, asam
hipurat, dan indikan.
8. Lain-lain
Di dalam susu
terdapat gas-gas CO2, O2, dan N2. Terdapat
pula unidentified esters dari phosphoric acid.
9. Enzim-enzim yang terdapat dalam susu
Enzim-enzim yang
terdapat dalam susu antara lain katalase, peroksidase, xanthin oksidase,
fosfatase, aldolase, amilase (a dan b), lipase, esterase,
protease, karbonik anhidrase, dan selolase.
Ambing mengambil zat
gizi dari darah, mengubahnya menjadi komponen susu, dan melepas-kannya ke dalam
lumen alveolar. Tingkat kejadian ini merupakan faktor fisiologis utama
dalam mengatur level/tingkat produksi susu.
1. Sitologi Sel Sekretori Ambing (Diagram sel Ambing Laktasi)
Sel ambing adalah pabrik yang sangat teratur dan memiliki
tingkat metabolisme tinggi. Ambing menggunakan kira-kira 80 persen dari total
glukosa, asam asetat, dan asam amino darah
1.1. Nukleus (inti)
Fungsi
nucleus sel ambing adalah untuk menyebarkan informasi genetik yang terdapat
dalam gen untuk sintesis protein susu dan enzim tertentu. Keadaan ini
bertentangan dengan fungsi sperma dan nuklsi ovum yang menyebarkan informasi
genetik ke seluruh bagian ternak.
1.2. Retikulum Endoplasmik
Organel
ini terdiri atas sistem saluran yang terletak di dasar dua per tiga sitoplasma
sel ambing. mRNA bergerak dari nucleus ke retikulum endoplasmik dan mengerjakan
gabungan asam amino menjadi proteinsusu dan enzim dalam sel ambing. Permukaan
beberapa saluran retikulum endoplasmic bertaburkan protein-RNA yang disebut
ribosom. Ribosom merupakan bagian sintestis protein.
1.3. Aparatus Golgi
Aparatus
Golgi berfungsi sebagai tempat membungkus protein. Sabagai
contoh, Ca dan P ditambahkan ke molekul kasein dan partikel kasein (misel)
dibentuk dalam aparatus Golgi. Sintesis laktosa juga terjadi di dalam aparatus
Golgi. Vakuola sekretori yang mengandung protein susu, laktosa, dan air berasal
dari apparatus Golgi dan muncul ke puncak sel tempat membran vakuola bertemu
dengan membran plasma. Karena itu, membran sekretori menggembung terisi membran
plasma yang berkurang dengan sekresi butiran lemak. Kandungan sekretori Golgi
dilepaskan ke dalam rongga alveolus oleh salah cerna membalik.
1.4. Mitokhondria
Mitokhondria
sangat banyak terdapat dalam jaringan yang aktif secara metabolis. Karena itu,
sel ambing dari sapi laktasi mengandung banyak mitokhondria, walaupun juga ada
di sel ambing sapi non laktasi. Mitokhondria sering disebut "sumber tenaga
sel" karena mitokhondria menghasilkan energi yang diperlukan untuk
sintesis lemak susu, laktosa, dan protein.
1.5. Lisosom
Partikel
ikat membran ini mengandung enzim pemecah yang jika dikeluarkan menyebabkan
pemecahan dan kematian sel. Salah satu mekanismenya adalah karena hormon
memelihara sel ambing selagi laktasi. Pemeliharaan ini menstabilkan membran
lisosom yang mencegah kebocoran enzim ke dalam sitopalsma. Bila sel mati, enzim
ini dilepaskan dan membantu mencerrna dan menghilangkan sel dari tubuh. Lisosom
terutama aktif saat involusi jaringan ambing seperti yang terjadi pada awal
perriode kering atau selagi mastitis.
1.6. Membran Seluler
Membran membungkus seluruh
organel. Membran yang disebut membran plasma membentuk batas luar seluruh sel
ambing. Membran menampakkan kekhasan penting seperti perlakuan
bahan kimia ke dalam berbagai bagian sel. Sebagai contoh, zat gizi dari kapiler
memasuki sel melalui membran plasma dengan mudah. Kenyataannya, zat gizi dapat
dikonsentrasikan berkali-kali. Zat gizi lain yang ada dalam darah tak dapat
masuk. Saat susu berisotonik dengan darah, susunan individual dalam susu dan
darah dalam keadaan tidak berimbang. Contoh, susu mengandung lemak 9 kali lebih
banyak, gula 90 kali lebih banyak, kalium 5 kali lebih banyak, fosfor 10 kali
lebih banyak, kalsium 13 kali lebih banyak, natrium 1/7 bagian, dan protein 1/2
bagian darah.
1.7. Mikrotubula
Mikrotubula
penting untuk pembelahan sel, membentuk sel ambing, dan membantu gerakan
vakuola sekretori ke puncak sel.
1.8. Sitoplasma
Sitoplasma
adalah matriks cairan yang mengandung banyak sel ambing. Sebagian besar
material fraksi ini dapat larut; seperti enzim, zat gizi, dan produk makro
molekuler. Pemecahan anaerobik glukosa, sintesis asam lemak, dan pengaktivan
asam amino untuk sintesis protein terjadi dalam sitoplasma terlarut. Pemecahan
anaerobik glukosa penting terjadi sebelum glukosa dapat dipecah di dalam
mitokhondria untuk menghasilkan energi.
2. Pelepasan Susu
Ke dalam Lumen Alveoler
Pelepasan susu ke dalam lumen alveolus terjadi tanpa menampakkan bagian
dalam sel. Komponen individual susu disimpan terpisah di dalam sel ambing.
Karena itu, susu sebenarnya belum terbentuk sampai komponen susu masuk ke lumen
alveoler tempat komponen-komponen ini bercampur. Butir lemak terbentuk di
sebagian kecil sel. Kemudian, ukurannya membesar dan bergerak perlahan ke lumen
alveoler. Membran sel membungkus butir lemak saat butir lemak menekan ke luar
sel. Kemudian, butir lemak dijepit oleh membran luar permukaan sel dan menjadi
bebas di dalam alveolus. Sebaliknya, protein susu dibungkus di dalam sel ambing
seperti butiran asing di dalam vakuola. Lalu, protein susu dilepaskan ke dalam
lumen alveoli tanpa melepaskan penutup membran sel. Laktosa terdapat dalam
vakuola sekretori dan dilepaskan ke lumen alveoler bersama dengan protein.
Sejumlah air dialirkan ke susu melalui vakuola. Mekanisme yang menyebabkan sisa
komponen kimia susu memasuki lumen alveoli belum diketahui.
3. Biosintesis Protein Susu
Sebagian besar protein makanan manusia disusun dari asam
amino esensial dan nonesensial. Asam amino esensial harus dipasok dalam
makanan, sedangkan asam amino nonesensial dibentuk di dalam tubuh dari asam
amino esensial atau karbohidrat. Protein susu mengandung lebih banyak asam
amino esensial dari makanan alami lainnya. Dengan demikian, kandungan protein
susu terutama menyebabkan ungkapan "susu adalah makanan alami yang hampir
mendekati sempurna".
3.1. Prekursor
Protein primer susu adalah a-kasein,
b-kasein, k-kasein,
g-kasein,
a-laktal-bumin, dan b-laktoglobulin.
Protein-protein mencakup lebih dari 90 % protein total susu dan hanya ditemukan
di dalam susu serta tidak terdapat di tempat lain dalam alam. Seluruh protein
disintesis dalam sel sekretori ambing dari sumber bersama asam amino bebas. Sel
ambing berlaktasi mengambil beberapa asam amino esensial dari darah.
Pengambilan ini melebihi hasil asam amino di dalam usus. Kelebihan asam amino
digunakan sebagai sumber energi dan membentuk asam amino nonesensial. Di dalam
susu, kasein menjadi terkumpul ke dalam struktur seperti benang yang disebut
misel. Fungsi utama kasein adalah memberi asam amino untuk pedet. Fungsi
lainnya juga sudah diketahui. Sebagai contoh, a-kasein
menstabilkan misel kasein. Jika tidak, dadih akan terbentuk di dalam susu. b-laktoglobulin
menyebabkan sifat aroma matang pada susu yang dipanasi. Panas mendenaturasi b-laktoglobulin
sehinggs formasi dadih terbentuk. Keadaan ini penting pada pembuatan keju
secara kecil-kecilan.
Imunoglobulin
dan albumin serum darah memasuki sel ambing dari darah dan tidak berubah di
dalam susu. Sintesis protein ini dari asam amino dalam sel ambing
tidak dibutuhkan.
3.2. Reaksi
Biokimia
Jumlah total protein susu relatif sedikit. Protein hasil
selalu disusun dari jumlah sama asam amino yang disiapkan dalam rangkaian yang
sama. Lebih lanjut, tiap individu sapi selalu menghasilkan protein susu yang
sama, tetapi mungkin berbeda dari sapi lainnya. Sedikit protein susu asing
ditemukan hanya pada sapi, keluarga sapi, atau bangsa tertentu.
Sintesis protein susu dengan rangkaian asam amino khasnya
adalah proses yang terkontrol secara ketat. Gena atau DNA mengontrol langsung
sintesis protein. Penyelesaian sintesis protein terjadi sebagai berikut. Pesan
genetik DNA dalam nukleus disampaikan ke mRNA yang bergerak ke ribosom. Di sana
mRNA menerjemahkan pesan yang mengkhususkan rangkaian asam amino protein susu.
Sintesis protein memerlukan energi. Energi berasal dari
pemecahan adenosin trifosfat (ATP) menjadi adenosin monofosfat (AMP). Pada
ruminan, ATP berasal dari oksidasi karbohidrat terutama glukosa, dari asetat,
dan dari lemak. Karena itu, sintesis protein susu optimal tidak terjadi jika
ransum tidak memasok energi yang berimbang.
Rangkaian
langkah yang diperlukan untuk menyusun protein susu. Awalnya, ada pengaktivan
asam amino di sitoplasma sel ambing sekretori oleh enzim ATP (Langkah 1). Asama
amino teraktivasi bersatu dengan RNA lainnya yang disebut RNA peubah atau tRNA
(Langkah 2). Tiap 18 asam amino umum yang ditemukan di dalam protein susu
mempunyai enzim pengaktivnya sendiri dan tRNA. Gabungan asam amino-tRNA
bergerak dari sitoplasma ke ribosom yang mengandung pesan genetik dalam bentuk
mRNA. Tipe ketiga RNA disebut ribosom atau rRNA yang menyatukan tRNA dengan mRNA (Langkah 3). Dengan demikian,
asam amino individu terikat satu setiap waktu dan membentuk rantai panjang asam
amino. Akhirnya, terbentuk protein susu di ribosom sel sekretori ambing. Rantai
asam amino berasal dari saluran di dalam ribosom dan masuk ke lumen saluran
retikulum endoplasmik. Rantai asam amino diperpendek saat rantai melewati
membran retikulum endoplasma. Pemotongan rantai ini merupakan ciri khas protein
susu. Protein bergerak melalui lumen retikulum endoplasma ke aparatus Golgi dan
vakuola sekretori serta melepaskan isinya.
4. Metabolisme Karbohidrat
Karbohidrat utama dalam darah sapi yaitu glukosa.
Sebagian besar karbohidrat ransum difermentasi menjadi asam lemak terbang di
dalam rumen sapi perah. Salah satu asam lemak ini adalah propionat. Propionat
diubah menjadi glukosa di dalam hati. Sumber penting lainnya dari glukosa darah
ruminan berasal dari pemecahan protein (glukoneogenesis) di perifer jaringan
ambing. Level glukosa darah ruminan hanya setengah dari yang ditemui dalam
hewan nonruminan. Pengambilan ambing terhadap glukosa merupakan faktor pembatas
utama untuk sekresi susu maksimal sapi perah.
4.1. Penggunaan
Glukosa
Glukosa darah sapi digunakan oleh sel ambing dalam
berbagai cara dan tiap alur penting untuk membentuk susu. Contoh memperlihatkan
keadaan seperti berikut. (1) Glukosa digunakan untuk mensintesis gula utama
susu berupa laktosa. (2) Glukosa adalah sumber utama energi yang berbentuk ATP.
(3) Glukosa dapat digunakan untuk menyusun gliserol dari trigliserida susu. Dan
(4), glukosa digunakan dalam sintesis RNA. Tanpa glukosa, sintesis susu hanya
berlanjut dalam beberapa menit.
4.2. Biosintesis
Laktosa
Gula utama susu adalah disakarida yang berbentuk laktosa.
Laktosa disusun oleh satu molekul glukosa dan satu molekul galaktosa. Laktosa
bertanggung jawab langsung terhadap rasa manis susu. Laktosa juga merangsang
pertumbuhan bakteri tertentu yang membentuk asam laktat di dalam usus halus
pedet. Dan, asam laktat dipercaya membantu penyerapan Ca dan P untuk
pembentukan tulang pedet muda.
Glukosa merupakan prekursor laktosa. Dua molekul glukosa
memasuki sel ambing untuk tiap molekul laktosa yang dibentuk. Kondensasi
molekul glukosa kedua terjadi di dalam aparatus Golgi dan dikatalis oleh enzim
yang disebut laktosa sintetase. Enzim ini disusun oleh dua subunit. Salah satu
sub unit ini adalah a-laktalbumin
yang menjadi komponen protein utama dalam susu. Karena itu, a-laktalbumin
berfungsi sebagai enzim dan protein untuk pakan pedet.
5. Biosintesis Lemak Susu
Lemak dalam susu sapi bersifat sebagai trigliserida
campuran (Gambar 6) dengan proporsi agak tinggi (kira-kira 50 %) asam lemak
rantai pendek (C4 - C16). Setengahnya lagi lemak susu
dibentuk dari asam lemak rantai panjang (C18 - C20). Susu
sapi memiliki karakteristik lain berupa proporsi tinggi asam lemak jenuh.
Kandungan lemak susu mendasari kepentingan tambahan karena merupakan faktor
utama dalam penentuan harga susu.
5.1. Prekursor asam
lemak rantai-panjang
Asam lemak dalam ransum sapi membentuk langsung kira-kira
setengah asam lemak yang terdapat dalam susu. Asam-asam lemak ini hampir seluruhnya
berupa rantai panjang. Kebanyakan asam lemak tanaman dalam ransum sapi adalah
asam lemak rantai-panjang dan tidak jenuh, karena banyak mengandung ikatan rangkap di antara atom-atom karbon.
Kebanyakan asam lemak tidak jenuh ransum menjadi tidak terhidrogenasi (jenuh)
di dalam rumen. Perubahan ini menyebabkan sejumlah besar asam lemak jenuh di
dalam susu sapi.
Setelah melewati rumen, asam lemak rantai-panjang diserap dari usus halus
masuk ke dalam sistem limfe, dalam hal ini lakteal. Lalu, asam
lemak ini terikat ke protein dan masuk ke dalam darah. Selanjutnya,
ikatan ini diserap dari darah oleh sel sekretori ambing. Macam ransum
mempengaruhi panjang rantai lemak yang disekresikan ke dalam susu. Derajat
kejenuhan sedikit lebih rendah karena rumen tidak 100 % efisien dalam
menjenuhkan seluruh asam lemak dalam ransum.
Kandungan tinggi asam lemak jenuh dari susu sapi menimbulkan anjuran untuk
mengurangi konsumsi lemak susu dalam pangan manusia. Beberapa ahli berteori
bahwa lemak hewan jenuh dibandingkan lemak nabati tidak jenuh. Lemak jenuh akan
mempertinggi kholesterol dan menumpuk dalam arteri manusia sehingga disebut
arterosklerosis. Bukti yang ada hingga kini menduga bahwa jumlah total kalori
yang masuk relatif berlebih dari pada pengeluaran energi ditambah faktor-faktor
lainnya menyebabkan seseorang menderita arterosklerosis. Keadaan ini lebih
penting dari macam lemak yang terdapat dalam makanan itu sendiri.
5.2. Prekursor asam
lemak rantai-pendek
Asam lemak rantai-pendek yang mencakup 50 % lemak susu
tidak berasal langsung dari asam lemak ransum disintesis di dalam sel sekretori
ambing dari asetat dan badan keton yang berupa b-hidroksibutirat.
Asetat adalah unit 2-karbon sedangkan b-hidroksibutirat
molekul 4-karbon. Keduanya berasal dari fermentasi karbohidrat tanaman menjadi
asam lemak terbang di dalam rumen. Asam lemak rantai-pendek sangat berbau dan
sangat mempengaruhi aroma dan rasa keju.
Asam lemak rantai-pendek disintesis oleh jalur 2-karbon
asal asetat yang berupa asetil-koenzim A (CoA). Awalnya, CO2
bergabung dengan asetil-CoA membentuk 3-karbon intermediet yang berbentuk
malonil-CoA. Kemudian, molekul tambahan asetil-CoA bersatu dengan malonil-CoA.
Satu molekul CO2 dilepaskan. Kemudian, asam lemak 4-karbon
dihasilkan. Keberhasilan pengulangan proses ini menyebabkan berbagai ukuran
panjang dibentuk. Sel sekretori ambing juga mampu mensintesis asam lemak
rantai-pendek dengan mengubah b-hidroksibutirat
menjadi butirat setelah penambahan CoA yang membentuk butiril-CoA. Bentuk
antara yang sama juga terjadi pada penggunaan asetat. Jalur sekunder terdapat
untuk penggunaan b-hidroksibutirat. Dalam jalur ini, asam lemak 4-karbon
dipecah menjadi unit 2-karbon dan digunakan sebagai asetat.
Asetat lebih banyak digunakan daripada b-hidroksibutirat
untuk sintesis lemak susu, selein itu setat memberi tambahan energi untuk sel
ambing. Karena sumbangannya yang besar terhadap sintesis susu, produksi assetat
di dalam rumen sapi perah penting untuk produksi susu optimal.
6. Vitamin, Mineral, dan Air
Sel sekretori ambing tidak dapat mensintesis vitamin atau
mineral. Karena itu, seluruh vitamin dan mineral susu dipasok dari darah.
Kalsium, fosfor, kalium, khlor, natrium, dan magnesium
adalah mineral utama susu. Walupun mineral susu berasal dari darah, tetapi
belum diketahui apakah jumlah yang diserap sebanding dengan konsentrasinya
dalam darah. Juga belum diketahui mekanisme pengambilan terpilih. Ada bukti
bahwa sel epitel dapat melepaskan mineral ke dalam darah seperti ke dalam usus.
Keadaan ini disebut metabolisme aktif.
Biasanya di dalam susu terdapat persentase laktosa,
natrium, dan kalium dalam jumlah konstan. Mineral-mineral ini ditambah dengan
khlor mengatur keseimbangan osmotik susu. Terdapat hubungan terbalik antara
konsentrasi dalam susu. Hubungan serupa terjadi antara laktosa dan kalium saja.
Air terutama berasal dari cairan intrasseluler
kaya-kalium dari sel alveoler dan terutama adanya aliran darah ke dalam sel
untuk memelihara keseimbangan osmotik sebagai hasil sintesis laktosa, protein,
dan lemak. Susu berada dalam keseimbangan osmotik dengan darah. Laktosa
mengatur hampir 50 % dari tekanan osmotik susu. Karena itu, peningkatan
konsentrasi laktosa menyebabkan air mengalir ke dalam dan kandungan natrium dan
khlor susu menurun. Proses ini lebih lanjut mempengaruhi produksi susu,
terutama karena air memenuhi sebanyak 87 % dari susu.
Sapi dengan mastitis atau mendekati akhir laktasi hampir
secara tidak bervariasi memiliki produksi susu menurun dengan kandungan laktosa
dan kalium rendah serta kandungan natrium dan khlor naik. Keadaan ini
menyebabkan rasa asin susu sapi saat laktasi berkembang.
Tabel
1. Prekursor Darah Kandungan Susu
No
|
Kandungan
susu
|
Prekursor
dalam darah
|
|
||
1.
|
Protein
|
|
|
a-kasein
|
Asam
amino bebas
|
|
b-kasein
|
Asam
amino bebas
|
|
k-kasein
|
Asam
amino bebas
|
|
g-kasein
|
Asam
amino bebas
|
|
a-laktalbumin
|
Asam
amino bebas
|
|
b-laktoglobulin
|
Asam
amino bebas
|
|
Imuno
globulin
|
Imuno
globulin
|
|
Albumin
serum susu
|
Albumin
serum darah
|
2.
|
Karbohidrat
|
|
|
Laktosa
|
Glukosa
|
3.
|
Lemak
|
|
|
Asam
lemak rantai panjang
|
Asam
lemak rantai panjang
|
|
Asam
lemak rantai pendek
|
Asetat
dan b-hidroksibutirat
|
4.
|
Vitamin
|
Vitamin
|
5.
|
Mineral
|
Mineral
|
6.
|
Air
|
Air
|
7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komposisi dan Jumlah Susu
Beberapa bagian susu hampir selalu dijumpai dalam jumlah
yang sama sedangkan komponen lainnya diketahui sangat bervariasi. Faktor utama
yang menggantikan komposisi susu adalah jumlah total susu yang dihasilkan pada
tiap pemerahan. Karena itu, banyak faktor mempengaruhi komposisi susu. Tetapi,
mekanisme yang mempengaruhi komposisi susu terjadi tidak langsung dengan
mekanisme langsung terhadap jumlah produksi susu. Sebagai tambahan, perubahan
komposisi susu dari pemerahan ke pemerahan berikut tidak dapat diuraikan secara
rinci. Sebagai contoh, persentase lemak susu bervariasi sebanyak 30 % dengan
penyebab yang tidak diketahui.
Banyak elemen dalam tubuh sapi dan lingkungan luarnya
mempengaruhi produksi dan komposisi susu. Seperti yang didiskusikan pada subbab
berikut, peternak dapat menghilangkan faktor-faktor ini untuk mencapai produksi
susu tinggi dan meningkatkan keuntungan.
7.1. Genetik dan Nutrisi
Genetik dan nutrisi sangat mempengaruhi hasil dan komposisi susu.
7.2. Tingkat
Laktasi dan Persistensi
Sekresi yang dihasilkan ambing saat baru selesai beranak
dikenal sebagai kolostrum. Komposisi kolostrum berbeda dari komposisi susu
normal. Biasanya diperlukan waktu 3 sampai 5 hari setelah beranak agar
komposisi susu menjadi normal. Selama periode ini bahan padat terutama fraksi
globulin atau protein meningkat. Secara praktis pedet yang baru lahir tidak
memiliki gama globulin. Gama globulin adalah bagian darah yang mengandung
antibodi untuk melawan berbagai organisme penyakit. Karena itu, pedet harus
tidak mencerna gama globulin dari kolostrum untuk mendapat imunitas pasif
melawan penyakit umum pedet. Pemberian kolostrum terutama kritis pada waktu 12
sampai 24 jam pertama hidup pedet. Setelah waktu ini, enzim dalam saluran
pencernaan memecah antibodi dan permiabilitas usus menurunkan antibodi. Dengan
demikian, antibodi kehilangan keefektivannya sesuai dengan umur setelah lahir.
Cekaman panas atau dingin mengurangi transfer imunoglobulin ke serum darah
pedet baru lahir. Pedet baru lahir memiliki mekanisme termoregulator rendah
sehingga harus mendapat perlindungan dari cuaca ekstrim.
Kandungan laktosa menurun sedangkan persentase kasein dan
lemak kolostrum bervariasi. Pakan mengandung laktosa tinggi dapat menyebabkan
pedet mencret. Mengurangi kandungan laktosa kolostrum menolong mencegah
terjadinya penyakit ini. Kalsium, magnesium, fosfor, dan khlor terdapat banyak
dalam kolostrum sedangkan kalium sedikit. Besi terdapat 10 sampai 17 kali lebih
banyak dalam kolostrum daripada susu normal. Level tinggi besi ini diperlukan
untuk peningkatan dengan cepat hemoglobin sel darah merah pedet baru lahir.
Kolostrum mengandung lebih banyak 10 kali vitamin A dan 3 kali vitamin D
daripada susu normal. Pedet baru lahir juga secara praktis kekurangan vitamin
A. Vitamin A diperlukan untuk melawan berbagai penyakit sehingga pedet harus
memperoleh kolostrum.
Saat
beranak, produksi susu berada pada tingkat relatif tinggi. Jumlah yang
disekresikan terus meningkat selama 3 hingga 6 minggu. Sapi penghasil tinggi
biasanya memerlukan waktu lebih lama daripada sapi penghasil rendah untuk
mencapai produksi puncak. Setelah puncak dicapai, produksi susu menurun secara
beraturan. Tingkat penurunan biasa dianggap sebagai persistensi. Setelah
mencapai produksi puncak, sapi tidak bunting menghasilkan susu sebanyak 94
sampai 96 % dari hasil bulan sebelumnya. Banyak sapi tidak bunting melanjutkan
menghasilkan susu sampai waktu tidak terbatas tetapi pada tingkat rendah.
Menjaga produksi susu puncak tertinggi sebaiknya merupakan tujuan peternak.
Keadaan ini tidak akan pernah tercapai. Kenyataannya, ada kecenderungan kuat
sapi yang mempunyai produksi awal tinggi kurang mampu mempertahankan
persistensi. Selama tingkat awal laktasi, rangsangan untuk menghasilkan susu
mengatasi berbagai masalah lingkungan atau manajemen, misalnya prosedur
pemerahan buruk atau pemberian pakan jelek. Tetapi, pada laktasi selanjutnya
penurunan produksi susu lebih besar daripada laktasi awal.
Persentase lemak susu menurun jelas selama 2 sampai 3
bulan bulan pertama laktasi, kemudian meningkat sejalan dengan penurunan
produksi total perkembangan laktasi. Kandungan protein susu secara beraturan
meningkat sesuai dengan perkembangan laktasi. Laktosa menurun sedangkan
konsentrasi mineral meningkat pada masa ini. Perubahan ini digambarkan pada
Gambar 2. Kebanyakan peningkatan komponen SNF susu dihubungkan dengan tingkat
kebuntingan yang terjadi daripada tingkat laktasi itu sendiri. Ke arah akhir
laktasi komposisi susu cenderung mencapai komposisi darah.
7.3. Tingkat
Sekresi Susu
Tingkat sekresi susu berlangsung cepat dan relatif
konstan selama 8 hingga 10 jam setelah pemerahan dan rendah sebelum dan selama
pemerahan. Susu mengumpul selama selang pemerahan. Tekanan intramamari
meningkatkan sekresi susu dan tingkat sekresi susu menurun tiap jam. Umumnya
peningkatan tekanan intramamari pada sapi produksi tinggi terlihat lebih kecil
daripada sapi produksi rendah untuk menghasilkan jumlah susu yang sama.
Kapasitas ambing menahan dan melepaskan susu sangat
berperan terhadap tingkat sekresi susu. Biasanya ambing besar menghasilkan susu
banyak daripada ambing kecil. Penelitian pada sapi Jersey menunjukkan bahwa
jumlah maksimal laktasi puncak yang dapat
disekresikan atau disimpan pada
saat yang sama adalah 54 lb. Keadaan ini dicapai selama hampir 35 jam setelah
pemerahan terakhir. Frekuensi pengeluaran susu merangsang meningkatkan sekresi
susu dan menurunkan tekanan intramamari.
Telah banyak ditulis bahwa peningkatan tekanan
intramamari mengurangi tingkat sekresi susu. Penelitian ini menggunakan
akumulasi susu untuk membentuk tekanan intramamari. Karena itu, ada kemungkinan
yang timbul bahwa komponen spesifik susu berperan dalam sel ambing untuk
menghalangi sekresinya ssendiri, bebas dari tekanan intramamari.
7.4. Tindakan
Pemerahan
Sapi biasanya diperah dua kali setiap hari. Peningkatan
frekuensi pemerahan menjadi tiga kali sehari menaikkan produksi susu sebanyak
10 hingga 25 % dan pemerahan empat kali sehari menambah lagi produksi sebanyak
5 sampai 15 %. Peningkatan produksi susu ini bernilai atau tidak dihubungkan
dengan penambahan biaya tenaga kerja, pakan, dan peralatan yang tergantung pada
keadaan peternakan tersebut. Kerja bernilai ekonomis bila frekuensi pemerahan
lebih dari dua kali sehari terhadap sapi yang diperah pada tempat dengan
pelepas cangkir otomatik. Hasil susu menjadi tiga kali lebih besar dibandingkan
tingkat awal laktasi. Kebutuhan pakan meningkat sesuai dengan jumlah hasil
susu.
Susu yang pertama kali dikeluarkan dari ambing mengandung
lemak lebih sedikit (turun 1 sampai 2 %) dibandingkan akhir proses pemerahan
(naik 7 hingga 9 %). Alasan untuk pembagian globuli lemak ini belum diketahui.
Telah dibuktikan bahwa globuli lemak menggumpal di dalam alveoli. Gumpalan
globuli lemak tertahan saat lewat ke arah puting. Bagian cairan lebih mudah
melewati gumpalan globuli lemak ke arah dasar ambing dan puting. Karena itu,
pemerahan pendahuluan cepat menyebabkan susu dalam saluran besar kelenjar
mempunyai lemak lebih sedikit dibandingkan di dalam alveoli.
Sapi yang diperah dua kali sehari dengan selang 10 dan 14
jam menghasilkan susu kira-kira 1 %, lebih sedikit daripada rata-rata sapi yang
diperah pada selang 12 dan 12 jam. Sapi penghasil tinggi dapat memperlihatkan
halangan lebih besar dalam menghasilkan susu. Sapi penghasil rendah yang
diperah pada selang 16 dan 8 jam menghasilkan hanya 1,3 % lebih sedikit susu
daripada sapi yang sama diperah dengan selang 12 dan 12 jam. Selang 16 dan 8
jam mengurangi produksi susu sebanyak 4 sampai 7 % pada sapi penghasil tinggi
dan dara. Peternak yang memerah 80 hingga 200 sapi tidak berkelompok di ruang
perah mungkin memerah individu sapi dengan selang tidak sama setiap hari.
Pengelompokan sapi berdasarkan hasil susu atau tingkat fisiologis menyebabkan
sapi penghasil tinggi dan dara dapat diperah dengan selang 12 dan 12 jam.
Sapi yang diperah selama 4 menit sepanjang laktasi
menghasilkan lebih sedikit susu, terutama pada laktasi awal, daripada sapi yang
sama diperah 8 menit. Kelompok 4 menit diperah tidak lengkap sedangkan kelompok
8 menit diperah berlebih. Waktu pemerahan kebanyakan sapi biasanya sedikit di
atas 5 menit agar pengeluaran susu maksimal. Penyisaan 4 lb susu dalam ambing
setelah pemerahan selama 10 hari berurutan secara permanen mengurangi hasil
susu satu masa laktasi. Sapi yang diperah dengan mesin menurut metode setrip
secara nyata menghasilkan susu lebih sedikit daripada sapi yang diperah tanpa
tanpa metode setrip. Pemerahan mesin metode setrip membutuhkan waktu lebih
lama. Karena itu, mesin setrip tidak dianjurkan. Jika dilakukan, pemerahan
mesin setrip sebaiknya berlangsung singkat.
7.5. Umur dan Ukuran Sapi
Pertambahan hasil susu semakin berkurang hingga kira-kira
umur 8 tahun, tergantung pada bangsa, kemudian menurun cepat. Penurunan setelah
8 tahun lebih lambat daripada peningkatan sebelum umur ini. Sapi dewasa
menghasilkan susu 25 % lebih banyak daripada sapi dara umur 2 tahun.
Peningkatan berat tubuh menaikkan hasil susu sebanyak 5 % sedangkan sisanya
yang 20 % karena perkembangan ambing selama kebuntingan.
Lemak susu dan SNF masing-masing menurun 0,2 dan 0,4 %
antara laktasi pertama dan kelima. Perubahan yang terjadi sedikit. Laktosa
menurun sesuai dengan SNF.
Dara sebaiknya dikawinkan agar beranak pada umur 24 bulan
atau kurang jika tubuhnya cukup baik untuk menghasilkan anak. Sapi dara akan
menghasilkan susu lebih banyak pada laktasi pertama jika perkawinan ditunda
sampai pada satu titik hingga dara beranak pada umur 30 bulan. Yang menjadi
masalah adalah masa produksi menjadi berkurang.
Umumnya, sapi besar menghasilkan susu lebih banyak
daripada sapi kecil. Walaupun begitu, hasil susu tidak berhubungan langsung
dengan berat badan. Hasil susu berkisar sebanyak 0,7 kali dari berat tubuh yang
kira-kira mendekati luas permukaan tubuh sapi. Karena itu, sapi yang memiliki
tubuh dua kali lebih besar dari sapi lainnya biasanya menghasilkan susu sebanyak
70 % sedangkan sapi kecil mampu memproduksi susu 100 %.
Estrus secara temporer menekan produksi susu, walau bukti
penelitian tidak menunjukkan hal yang konstan. Sapi penghasil susu tinggi
sering menunda estrusnya setelah beranak.
Sapi dengan siste folikel di ovari menghasilkan susu
lebih banyak sesuai dengan hari tidak buntingnya dibandingkan sapi kawin
normal. Sapi ini menghasilkan jumlah susu yang sama sebelum sistik ovari
muncul. Keadaan ini menyimpulkan bahwa sistik ovari meningkatkan produksi susu dan
produksi tinggi susu tidak menyebabkan timbulnya sistik ovari. Produksi susu
sapi sistik lebih persisten daripada produksi susu sapi kawin normal. Sapi
sistik anestrus menghasilkan susu lebih banyak daripada sapi sistik
nimpomaniak.
Kebuntingan mengurangi produksi susu laktasi berjalan.
Sebagai contoh, sapi yang dikawinkan pada 90 hari setelah beranak menghasilkan
susu 750 sampai 800 lb lebih sedikit selama 305 hari daripada sapi yang
dikawinkan pada 240 hari setelah beranak. Kebanyakan hasil yang direduksi ini
terjadi pada bulan kelima kebuntingan. Pada
bulan kebuntingan kedelapan produksi susu berkurang sebanyak 20 %
dibandingkan dengan sapi tidak bunting dan panjang waktu yang sama. Walaupun
begitu, selang beranak teratur adalah rangsang utama untuk produksi tinggi
susu. Faktor-faktor seperti pakan, tenaga kerja, keuntungan gagal beranak,
nilai periode patokan, dan efisiensi reproduktif sebaiknya dievaluasi sebelum
keputusan diambil terhadap selang beranak. Hampir pada seluruh keadaan
peternakan sebaiknya sapi dikawinkan kembali pada estrus pertama yang terjadi
45 sampai 50 hari setelah beranak.
7.6. Siklus Estrus dan Kebuntingan
7.7. Periode Kering
Sebaiknya sapi mendapat periode istirahat selama 6 sampai
8 minggu di antara laktasi-laktasi. Periode kering lebih panjang atau lebih
pendek akan mengurangi produksi susu yang akan datang. Akan tetapi, untuk
memaksimalkan masa waktu produksi susu harus ada keseimbangan antara produksi
susu yang hilang saat periode kering dan pertambahan produksi pada laktasi
berikutnya. Antara dua laktasi berurutan, periode kering optimum menurun dari
63 sampai 23 hari pada peningkatan umur beranak dari 24 menjadi 83 bulan. Sapi
yang beranak dengan selang beranak kurang dari 340 hari memerlukan periode
kering paling sedikit 55 hari.
Prosedur terbaik untuk mengeringkan sapi adalah dengan
menghilangkan seluruh butiran dan mengurangi pasokan air beberapa hari sebelum
periode kering mulai. Kemudian, tiba-tiba pemerahan sapi dihentikan. Setelah
pemerahan dihentikan, tekanan intramamari meningkat dan menghalangi produksi
susu selanjutnya. Sebaiknya sapi diperah jika ambing terlihat sangat penuh.
Tetapi, usaha ini menyebabkan rangsangan sintesis susu berikutnya karena
tekanan intramamari berkurang dan hormon dilepaskan. Mungkin pemerahan kembali
lebih penting untuk mengeluarkan leukosit dari ambing pada waktu tertentu bila
diperlukan untuk mengurangi infeksi. Biasanya tidak perlu untuk memerah kembali
jika produksi susu mencapai 20 lb sehari sebelum pemerahan dihentikan. Bukti
menunjukkan bahwa bila pengeringan sapi untuk terapi mastitis tidak dapat
dilakukan maka pemerahan berselang selama beberapa hari untuk mengeringkan sapi
menyebabkan mastitis berikutnya berkurang.
7.8. Lingkungan
Hubungan umum antara temperatur lingkungan, produksi
susu, dan konsumsi pakan digambarkan pada Gambar 9. Peningkatan temperatur
lingkungan meniaikkan tingkat pernapasan. Reaksi ini merupakan mekanisme primer
bangsa sapi perah Eropa untuk membuang panas. Sebagai contoh, tingkat
pernapasan meningkat kira-kira 5 kali lipat bila temperatur naik dari 50
menjadi 105 oF. Produksi susu dan konsumsi pakan berkurang secara
otomatis dalam usaha mengurangi produksi panas tubuh bila temperatur naik.
Kenyataannya, penurunan nafsu makan merupakan penyebab utama prosuksi susu
turun saat cekaman panas. Cekaman panas lebih mempengaruhi sapi penghasil
tinggi daripada penghasil rendah. Cekaman panas terutama berbahaya saat puncak
laktasi.
Produksi susu menurun bila temperatur melebihi 80 oF
bagi sapi Holstein dan Brown Swiss, 85 oF untuk Jersey, dan 90
hingga 95 oF untuk Brahman. Temperatur optimal untuk bangsa sapi
Eropa kira-kira 50 oF. Kelembaban tinggi berpengaruh merugikan bila
temperatur melebihi 75 oF.
Umumnya, persentase SNF dan lemak susu terbesar pada
musim dingin dan terendah pada musim panas. Sapi yang beranak pada musim gugur
atau dingin menghasilkan lemak dan SNF lebih banyak daripada sapi yang beranak
di musim semi dan panas. Pada temperatur tinggi (di atas 85 oF)
produksi susu lebih sering menurun daripada produksi lemak. Penurunan produksi
hanya sedikit menaikkan persentase lemak. Pada temperatur tinggi ada
peningkatan khlor dan penurunan kandungan laktosa dan protein susu. Penurunan
temperatur di bawah 75 oF menaikkan persen lemak dan SNF.
Penggunaan naungan, kipas angin, penyiraman, atau udara
dingin menghilangkan cekaman panas. Pengaturan udara sapi di Florida merangsang
hasil susu hampir 10 %. Hanya, biaya penggunaan sistem ini menghalangi manfaat
komersialnya. Mungkin lebih penting memilih macam pakan yang tepat dan
menentukan memelihara sapi yang tidak berkurang makan saat kena cekaman panas.
Udara yang disemprotkan ke atas air dan masuk ke dalam naungan dingin penguap
murah dapat mengurangi temperatur udara sebanyak 12 oF. Dari sapi
perah yang mendapat naungan menghasilkan susu lebih banyak dari yang tidak
mendapat naungan. Di daerah iklim lembab subtropis naungan atap bersekat
dipasang tempat pakan dan minum dibawahnya sehingga sapi tidak perlu
meninggalkan naungan saat panas. Pada keadaan ini sapi yang mendapat naungan
berproduksi 11 % lebih banyak dari yang tidak mendapat naungan. Spesifikasi
naungan dapat dilihat pada Tabel 2.
Hasil susu seluruh laktasi biasanya lebih besar bila sapi
beranak pada musim gugur atau awal musim dingin. Produksi jelas menurun jika
sapi beranak pada musim dingin, bunga, dan panas. Sapi menghasilkan lebih
banyak susu saat beranak di musim gugur mungkin karena temperatur optimal,
tidak ada lalat, dan pakan lebih mudah dicerna saat musim gugur, dingin, dan
awal bunga dibandingkan saat musim panas. Karena itu, sapi yang beranak pada
musim gugur berada pada tahap akhir produksi atau kering saat musim panas yang
merugikan. Efek musim beranak secara praktis dapat diabaikan bila sapi mendapat
ransum kering terlindung sepanjang tahun seperti di California.
Cekaman
panas selama 1/3 kebuntingan terakhir mengurangi berat lahir pedet, mengganti
fungsi endokrin selama kebuntingan, dan mengurangi hasil susu yang akan datang.
Penggunaan naungan selama kebuntingan mengurangi pengaruh cekaman panas yang
merugikan.
Gerak olah yang cukup merangsang produksi susu tinggi,
tetapi terlalu sedikit atau banyak akan merugikan. Karena itu, sapi yang
ditambatkan sebaiknya dikeluarkan dua kali sehari untuk gerak olah dan deteksi
berahi. Sapi di padang rumput membutuhkan energi lebih banyak daripada sapi
yang mendapat pakan di kandang. Fakta menunjukkan bahwa energi yang diperlukan
untuk merumput di padang rumput jelek musim panas sebanyak dua kali kebutuhan
hidup pokok.
7.9. Penyakit dan
Obat
Banyak penyakit berpengaruh merugikan terhadap produksi
susu dan mengubah komposisi susu. Penyakit tersebut misalnya mastitis, ketosis,
demam susu, dan salah cerna.
Berbagai obat termasuk pestisida yang digunakan pada
perlakuan ternak disekresikan ke dalam susu. Susu seperti itu sebaiknya dibuang
untuk mencegah obat masuk ke dalam pasokan pangan manusia. Antibiotik dan
pestisida tidak dibenarkan berada dalam susu. Susu seperti itu dilarang dijual.
Peternak sebaiknya berkonsultasi dengan tenaga medis tentang berapa lama waktu
dibutuhkan untuk tidak menjual susu setelah sapi menerima obat.
Comments
Post a Comment