BIOSECURITY DAN LAYOUT KANDANG
#MODEL #TIPE #KANDANG #BROILER #AYAM PEDAGING #LAYOUT #GAMBAR #PETERNAKAN #KESEHATAN #YANG BAIK
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan masyarakat akan protein hewani terus
mengalami peningkatan. Protein hewani di Indonesia sebagian besar berasal dari
ternak broiler dan juga sapi potong. Broiler
adalah istilah untuk menyebutkan strain
ayam hasil budidaya teknologi yang
memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat,
konversi pakan yang baik, dan dapat dipotong pada usia yang relatif muda
(Murtidjo, 1992). Sedangkan sapi potong adalah sapi lokal maupun import
yang memiliki pertumbuhan yang cepat dan di pelihara untuk produksi dagingnya.
Populasi broiler dan sapi potong memang mengalami
peningkatan tiap tahunnya, namun hal ini belum mencukupi kebutuhan protein
hewani dalam negeri. Hal ini disebabkan masih rendahnya produktifitas dan angka
kelahiran yang dihasilkan peternakan lokal. Produktifitas
ternak dipengaruhi oleh faktor internal maupun
faktor eksternal. Faktor internal meliputi genetik yang dibawa sejak lahir
sedangkan faktor eksternal berhubungan dengan lingkungan serta manajemen
pemeliharaan. Faktor eksternal ini 70% mempengaruhi produktifitas ternak, salah
satuna yang perlu diperhatikan adalah program biosekuriti. Biosekuriti meliputi
tata letak kandang, vaksinasi, dan desinfeksi.
Mengingat pentingnya program biosekuriti di peternakan, oleh karena itu dilaksanakanlah praktikum
ini untuk memberikan informasi kepada mahasiswa mengenai hal
hal yang penting dilakukan dalam biosekuriti pada peternakan broiler maupun
sapi potong.
B.
Tujuan
Tujuan dilaksanakannya praktikum ini
adalah agar mahasiswa mengetahui:
1.
Sistem biosekuriti yang baik untuk diterapkan di
peternakan broiler;
2.
Sistem biosekuriti yang baik
untuk diterapkan pada peternakan sapi potong;
3.
Cara vaksinasi pada ayam
broiler;
4.
Keadaan di dalam tubuh ayam
melalui bedah DOC.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Jeffrey
(2006), biosekuriti merupakan suatu usaha pencegahan penularan penyakit pada
suatu daerah dengan cara menghindari kontak antara hewan dan mikroorganisme.
Tujuan biosekuriti adalah untuk mengeluarkan penyakit yang potensial dari suatu
kawasan sehingga membantu memelihara kesehatan, kesejahteraan, dan produksi.
Biosekuriti terdiri dari dua elemen
penting yaitu bioexlusion
dan biocontaiment. Bioexclusion adalah
pencegahan terhadap datangnya virus infektif dan biocontainment adalah menjaga supaya virus yang ada
tidak keluar atau menyebar (WHO 2008).
Program biosekuriti menurut BPTUHP
(2014)
secara sederhana dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1.
Area peternakan diberi pagar
dengan satu pintu masuk untuk memudahkan kontrol lalu lintas
2.
Rumah tempat tinggal, kandang
ditempatkan pada lokasi terpisah
3.
Pembatasan secara ketat
terhadap keluar masuk material (hewan/unggas, produk unggas, pakan, kotoran
unggas, alas kandang, sekam, rak telur) yang dapat membawa agen penyakit.
4.
Pembatasan secara ketat keluar
masuk orang/ tamu/pekerja dan kendaraan dari area peternakan maupun yang menuju area peternakan.
5.
Setiap orang yang masuk atau
keluar peternakan harus mencuci tangan dengan sabun atau desinfektan
6.
Mencegah keluar masuknya tikus,
serangga, burung liar atau unggas lain yang dapat berperan sebagai vector
penyakit ke lokasi peternakan
7.
Unggas dipisahkan berdasarkan
spesiesnya
8.
Tidak membawa unggas sakit atau
bangkai unggas keluar dari area peternakan.
9.
Unggas yang mati harus dikubur
atau dibakar
10.
Kotoran unggas harus
diolah terlebih dahulu sebelum keluar dari area peternakan
11. Air hasil sisa pencucian langsung dialirkan keluar kandang secara
terpisah melalui saluran limbah ke tempat penampunga limbah.
Penerapan biosekuriti menurut BPTUHP (2014) pada
peternakan dibagi menjadi 3 yaitu:
1.
Isolasi
Isolasi mengandung pengertian
penempatan atau pemeliharan hewan di dalam lingkungan yang terkendali. Pagar
kandang akan menjaga dan melindungi unggas serta akan mencegah masuknya hewan
lain ke dalam kandang. Isolasi ini juga untuk memisahkan unggas berdasarkan
kelompok umur, karena unggas muda lebih rentan terhadap serangan penyakit
dibandingkan yang tua.
2. Pengendaian Lalu Lintas
Pengendalian ini dilakukan
terhadap lalu lintas menuju area peternakan dan lalu lintas di dalam area
peternakan. Pengendalian lalu lintas diterapkan pada manusia, peralatan,
barang, pakan dan unggas. Tindakan pengendalian berupa penyediaan fasilitas
kolam dipping dan spraying pada pintu masuk untuk kandaraan, penyemprotan desinfektan
terhadap kandang dan peralatannya, sopir, penjual serta petugas lain dengan
mengganti pakaian dengan pakaian khusus.
3. Sanitasi dan desinfeksi
Sanitasi adalah upaya pencegahan
terhadap kemungkinan berkembang biaknya mikroba pembusuk dan pathogen dalam
makanan, minuman, peralatan dan bangunan yang dapat merusak pangan asal hewan
dan membahayakan kesehatan manusia (Marriott, 1999). Sanitasi berkaitan erat
dengan desinfeksi. Tindakan sanitasi berupa desinfeksi kandang, bahan, manusia
dan peralatan yang masuk ke area peternakan serta kebersihan pegawai di
peternakan. Sanitasi meliputi pembersihan dan desinfeksi secara teratur
terhadap kandang, bahan- bahan dan peralatan yang masuk ke area peternakan.
Pengertian desinfeksi adalah upaya yang dilakukan untuk membebaskan media
pembawa dari mikroorganisme secara fisik dan kimia, antara lain alkoho, NaOH,
Fenol, dan lain- lain. Sanitasi peternakan meliputi kebersihan kandang, sampah,
feses dan air yang digunakan. Air yang digunakan untuk konsumsi ternak dan kebutuhan
lainnya harus memenuhi persyaratan air bersih. Jika menggunakan air tanah atau
dari sumber lainnya, maka air harus diperlakukan sedemikian rupa sehingga
memenuhi persyaratan air bersih.
Vaksin untuk unggas ada dua bentuk, hidup
(aktif) dan mati. Vaksin hidup terdiri dari organisme-organisme hidup yang
telah dimodifikasi (dilemahkan) sehingga mereka akan berkembang biak di dalam
tubuh tanpa menyebabkan penyakit.
Organisme-organisme dapat diberikan dengan cara yang bervariasi melalui
air minum, penyemprotan, tetes mata atau untuk penyakit marek dengan injeksi
intramuskular (Mark, 1993).
Berbagai
cara pemberian vaksin yang digunakan secara komersial antara lain: (1) vaksnasi
in ovo, yaitu pemberian vaksin ke dalam telur pada hari ke 18 masa inkubasi
dengan menggunakan sistem inovoject yang dipatenkan, (2) vaksinasi semprot
(spray) pasca penetasan dapat diberikan dalam ruang atau mesin penetasan secara
massal dengan vaksin aerosol kepada anak ayam umur umur sehari (DOC), (3)
suntikan subkutan, dengan vaksin hidup atau vaksin emulsi inaktif dapat
diberikan kepada anak ayam, masa pemeliharaan (rearing) dan pada induk
(Nesheim, 1984).
Pada
umumnya injeksi dilakukan secara intramuscular dada atau paha. Akan tetapi cara
ini juga mempunyai kelemahan yaitu perlu waktu lama, ayam akan stress, jika
penagkapan terlalu kasar, (4) pemberian vaksin melalui tetes mata dan tetes
hidung, dapat dilakukan pada anak ayam di tempat penetasan atau pada masa
brooding (masa penghangatan) di kandang peternak, (5) pemberian vaksin secara
aerosol, dengan menggunakan penyemprot ransel atau listrik, untuk mendapatkan
semprotan yang kasar, (6) pemberian vaksin melalui air minum, dapat dilakukan
dengan biaya yang lebih murah, akan tetapi kurang efektif terhadap babarapa
macam infeksi (Nesheim, 1984). Pelaksanaan vaksinasi ND menurut Andi (2012) pada ayam broiler paling banyak dilakukan 2
kali pada masa hidupnya, yakni pada saat ayam umur 1-4 hari dan 3-4 minggu.
Berbagai macam cara vaksinasi yang biasa dilakukan oleh para peternak antara
lain:
1.
Tetes mata
Vaksin di
teteskan pada salah satu mata dengan menggunakan pipet. Jarak antara unjung
pipet dengan mata 1 cm. pada saat ditetes, mata harus terbuka sehingga vaksin
bisa masuk dan meresap. Untuk itu, maka harus ditunggu agar mata yang habis
ditetas itu dipejamkan. Mengenai dosis vaksinasi dengan cara ini biasanya cukup
1 tetes/ekor. Namun demikian demikian selalu dianjurkan agar para peternak
dalam melaksanakannya selalu memperhatikan petunjuk dari pabrik yang
bersangkutan.
2.
Tetes hidung
Pada cara ini,
penetesan dilakukan tepat dilubang hidung dan pada saat dilakukan penetesan,
lubang hidung yang sebelah harus ditutup dengan salah satu jari, sehingga
vaksin bisa langsung meresap.
3.
Melalui air minum
Vaksinasi
dengan cara ini dilaksanakan sebagai berikut:
-
Air minum yang dipergunakan untuk melarutkan vaksin harus benar-benar
bersih, tak mengandung bahan-bahan desinfektan seperti detergent, sabun, dan
lain-lain.
-
Air minum yang dipergunakan diambil dari air sumur, aquadest, air hujan,
dan lain sebagainya, tetapi jangan menggunakan air leiding.
4.
Injeksi
Dengan cara ini
ayam dipegang satu persatu untuk diinjeksi dengan dosis tertentu sesuai dengan
anjuran pabrik. Pada umumnya injeksi dilakukan secara intramusculair (masuk ke
dalam otot) dada, atau paha. Cara ini banyak pula dilaksanakan oleh para
peternak, karena pelaksanaanya mudah dan efektif, sebab dosis vaksin yang
dimaksud bisa lebih tepat dari pada melalui air minum. Akan tetapi cara ini
juga tak lepas dari suatu kelemahan, antara lain:
-
Injeksi memakan waktu cukup lama, apalagi kalau jumlah ayam yang harus di
injeksi cukup besar.
-
Ayam akan stress, lebih-lebih kalau cara penangkapannya dan pemegangannya
terlalu kasar. Oleh karena itu, dianjurkan agar pelaksanan vaksinasi dengan
cara injeksi dilakukan pada sore hari atau malam hari. Sebab pada saat itu ayam
lebih tenang
Desinfeksi menurut akhmat (2011)
adalah proses pembuangan semua mikroorganisme patogen pada objek yang tidak
hidup dengan pengecualian pada endospora bakteri. Desinfeksi dilakukan dengan menggunakan bahan desinfektan melalui cara
mencuci ,mengoles , merendam dan menjemur dengan tujuan mencegah terjadinya
infeksi, dan mengondisikan alat dalam keadaan siap pakai. kriteria Desinfeksi yang ideal adalah :
1. Bekerja dengan cepat
untuk menginaktivasi mikroorganisme pada suhu kamar
2. Aktivitasnya tidak
dipengaruhi oleh bahan organic, pH, temperature dan kelembaban
3. Tidak toksik pada
hewan dan manusia
4. Tidak bersifat
korosif
5. Tidak berwarna dan
meninggalkan noda
6. Tidak berbau
7. Bersifat
biodegradable / mudah diurai
8. Larutan stabil
9. Mudah digunakan dan
ekonomis
10.
Aktivitas berspektrum luas
Annonim (2011)
mengatakan ketika penyakit telah menyerang ternak maka harus kita ketahui apa
penyakit tersebut sehingga kita dapat menentukan treatmen terbaik dan melakukan
pencegahan atas penyakit tersebut. Dalam menentukan penyakitpun terdapat
beberapa cara dan salah satunya adalah dengan melakukan bedah bangkai. Proses
melakukan bedah bangkai memiliki rangkaian agar proses pelaksanaanya dapat
mendapatkan hasil gambaran diagnose yang maksimal.
III. PEMBAHASAN
A. Biosekuriti
(Layout Kandang)
Biosekuriti
pada kandang broiler dan sapi potong
disajikan dalam bentuk gambar dibawah
ini:
2) Pos Satpam
3) Area Parkir
4) Tempat Bangkai
5) Kantor
6) Gerbang ke kandang
7) Instalasi desinfeksi
8) Gudang Pakan
9) Kamar Mesin
10) Kandang Karantina
11) Mess anak kandang
12) Kantin
13) Kandang B1
14) Kandang B2
15) Kandang B3
16) Kandang B4
17)
Kandang B5
18)
Kandang B6
19)
Kandang A1
20)
Kandang A2
21)
Kandang A3
22)
Kandang A4
23)
Gudang Zeolit
24)
Gudang Sekam
1) Gerbang Depan
2) Kantor
3) Drainase pembuangan Limbah
4) Pan tempat sapi
5) Jalan depan
6) Tempat Pakan (Head to head)
7) Pintu sekat penggiring sapi
8) Timbangan Sapi
9) Tempat Pengolahan Limbah
10) Gudang
Pakan
11) Tempat
pengolahan Pakan
Tower air =
Program biosekuriti
disetiap peternakan baik pada
peternakan broiler maupun sapi potong
adalah hal yang sangat penting diperhatikan. Asal
kata biosekuriti adalah dari kata asing biosecurity
yaitu bio artinya hidup dan security artinya perlindungan atau
pengamanan. Jadi biosecurity adalah
sejenis program yang dirancang untuk melindungi kehidupan. Biosekuriti terdiri
dari dua elemen penting yaitu bioexclusion dan biocontainment.
Bioexclusion adalah pencegahan terhadap datangnya virus
infektif dan biocontainment adalah
menjaga supaya virus yang ada tidak keluar atau menyebar (WHO 2008).
Penerapan
biosekuriti menurut BPTUHP (2014) pada
peternakan dibagi menjadi 3 yaitu Isolasi, pengendalian lalu lintas, sanitasi
dan desinfeksi. Tingkatan biosekuriti dibagi menjadi3,yaitu bosekuriti
konseptual, srtruktural, dan konseptional.
Biosekuriti konseptual merupakan
biosekuriti tingkat pertama dan menjadi basis dari seluruh program pencegahan
penyakit, meliputi pemilihan lokasi kandang, pemisahan umur unggas, kontrol
kepadatan dan kontak dengan unggas liar, serta penetapan lokasi khusus untuk
gudang pakan atau tempat mencampur pakan. Biosekuriti
struktural, merupakan biosekuriti tingkat kedua, meliputi hal-hal yang
berhubungan dengan tata letak peternakan (farm), pernbuatan pagar yang benar,
pembuatan saluran pembuangan, penyediaan peralatan dekontaminasi, instalasi
penyimpanan pakan, ruang ganti pakaian dan peralatan kandang. Biosekuriti
operasional adalah biosekuriti tingkat ketiga, terdiri dari prosedur manajemen
untuk mencegah kejadian dan penyebaran infeksi dalam suatu farm. Biosekuriti
ini harus ditinjau secara berkala dengan melibatkan seluruh karyawan, berbekal
status kekebalan unggas terhadap penyakit. Biosekuriti operasional terdiri atas
tiga hal pokok, yakni :
-
pengaturan traffic control,
-
pengaturan dalam farm dan,
- desinfeksi yang dipakai untuk semprot kandang maupun deeping seperti
golongan fenol (alkohol, lisol dan lainnya); formalin; kaporit; detergen,
iodine dan vaksinasi.
Salah satu jenis biosekuriti yang
penting untuk diterapkan dalam lokasi peternakan yaitu tata letak kandang
(layout kandang). Layout kandang yang salah akan berakibat fatal pada usaha
peternakan yang dijalankan. Layout kandang yang salah dapat menyebabkan ternak yang dipelihara dapat
mudah terserang penyakit dan mengakibatkan kematian. Dengan banyaknya ternak yang mati maka usaha
peternakan akan mengalami kerugian.
Bagian dalam biosekuriti perkandangan diantaranya adalah:
1. Pintu Gerbang
Pintu gerbang pada
peternakan broiler dan sapi potong dalam keadaan tertutup dan tidak semua orang
dapat keluar masuk area peternakan. Namun, terdapat kekurangan yaitu tidak
adanya instalasi desinfeksi pertama yang sebaiknya ada digerbang utama.
Instalasi desinfeksi hanya penyemprotan kendaraan pada area kantor. Sebaiknya di
pintu gerbang terutama pada peternakan unggas
dipasang atau dibangun peralatan untuk proses desinfeksi sebagai berikut:
-
Peralatan Sprayer dan Bak Celup
(Dipping) Ban Kendaraan Peralatan sprayer dan bak celup dibuat sedemikian rupa
sehingga setiap kendaraan yang masuk ke kawasan peternakan dapat disterilkan
dari segala arah. Peralatan ini bisa dioperasikan baik secara otomatis maupun
manual. Kendaraan yang telah diizinkan masuk ke dalam suatu kawasan diwajibkan
untuk disemprot dan melalui bak dengan air yang telah diberi disinfektan. Cara
lain yang bisa dilakukan di pintu gerbang adalah cara pengasapan (fogging)
dengan disinfektan menggunakan alat jet fogger
-
Ruang Mandi, dan Ganti Pakaian, selanjutnya, mereka
diwajibkan mandi dan ganti pakaian dengan pakaian bersih yang telah disediakan
di lokasi tersebut.
2. Pos Satpam
Pos satpam pada
peternakan broiler letaknya kurang
tepat karena berada di sebelah dalam sedangkan pada peternakan sapi potong
tidak terdapat pos satpam. Pos satpam sebaiknya dileakkan tidak jauh dari
gerbang agar keluar masuk kendaraa dan orang dapat mudah diawasi.
3.
Tempat Parkir dan Ruang Tamu
Tempat parkir pada peternakan broiler telah cukup memadai namun pada
peternakan sapi potong tidak disediakan area parkir. Kendaraan dapat masuk ke
kandang sapi dan dapat mengkontaminasi penyakit kekandang atau membawa penyakit
dari kandang. Ruang tamu pada peternakan broiler
dan sapi potong tidak disediakan. Tamu yang datang langsung dapat masuk
kekantor, hal ini kurang baik dan seharusnya disediakan ruangan khusus untuk
tamu.
4. Kandang
Perkandangan pada peternakan broiler sudah cukup baik,
dimana semua kandangnya membujur dari timur kebarat. Pencahayaan ini penting
diperhatikan karena tujuan letak yang seperti ini adalah agar sinar matahari
dapat masuk merata kekandang dan membunuh bakteri, jamur dan virus yang ada
dikandang. Namun, pada peternakan sapi potong kandang kurang teratur tata
letaknya, dimana ada yang membujur dari timur ke barat dan utara ke selatan,
selain itu tidak adanya jarak antar kandang pada kandang sapi potong akan menyebabkan
buruknya sirkulasi udara serta memicu penyakit pada ternak terutama pada sistem
respirasi.
5. Gudang Pakan dan Peralatan
Tata letak gudang pakan dan peralatan pada kedua
peternakan ini sudah cukup baik dimana penempatannya strategis dan memudahkan dalam
tata laksana karena berada didekat kandang.
6. Drainase dan pengolahan limbah
Pada peternakan broiler belum terdapat pengolahan limbah,
namun kandang dan lingkungan dalam keadaan yang bersih, berbeda dengan
peternakan sapi potong yang telah memiliki tempat khusus untuk mengolah limbah
namun drainase pada peternakan ini idak mengalir lancar sehingga feses dan
urine menumpung pada drainase dan menimbulkan uap amonia. Halini tidak baik dan
seharusnya dilakukan pembersihan drainase dan pembersihan kandang secara
teratur.
7. Mess karyawan dan Kantin
Mess karyawan dan kantin hanya tersedia di kandang
broiler sedangkan pada sapipotong tidak. Letak kantin sebaiknya idak terlalu
jauh dari instalai desinfeksi gerbang masuk kandang agar keluar masuk orang
tidak terlalu kedalam area kandang, sedangkan mes karyawan sudah baik
penempatannya.
B. Sanitasi dan Desinfeksi
Menurut BPTUHP (2014) sanitasi adalah upaya pencegahan terhadap
kemungkinan berkembang biaknya mikroba pembusuk dan pathogen dalam makanan,
minuman, peralatan dan bangunan yang dapat merusak pangan asal hewan dan
membahayakan kesehatan manusia. Sanitasi meliputi pembersihan dan desinfeksi
secara teratur terhadap kandang, bahan- bahan dan peralatan yang masuk ke area
peternakan.
Desinfeksi menurut akhmat (2011)
adalah proses pembuangan semua mikroorganisme patogen pada objek yang tidak
hidup dengan pengecualian pada endospora bakteri. Desinfeksi dilakukan dengan menggunakan bahan desinfektan melalui cara
mencuci ,mengoles , merendam dan menjemur dengan tujuan mencegah terjadinya
infeksi, dan mengondisikan alat dalam keadaan siap pakai. kriteria Program sanitasi dan desinfeksi yang dilaksanakan pada peternakan broiler
adalah sanitasi orang yang mau masuk kekandang dan desinfeksi orang dan kandang.
Namun pada petrnakan sapi potong belum dikukan program ini. Peterakan unggas
memang lebih rentan penyakit dibandingkan peternakan sapi potong. Pada broiler,
desinfeksi dan sanitasi adalah hal yang mutlak dipelukan namun tidak pada sapi
potong.
Salah satu
desinfeksi kandang yang biasa dilakukan sebelum waktu pemeliharaan broiler
adalah fumigasi. Fumigasi yaitu hapus hama kandang dengan cara pengasapan atau
menggunakan uap/gas. Fumigasi kandang sangat
diperlukan untuk memberantas jamur, parasit cacing, kuman, dan bakteri secara
lebih efektif. Dianjurkan dalam
pelaksanaan fumigasi, dinding kandang dan sela-sela harus ditutup rapat agar
proses fumigasi lebih efektif. Kebanyakan saat ini fumigasi dilakukan
dengan menggunakan formalin dan per-oxyde.
Selain fumigasi dibutuhkan juga
desinfektan untuk sanitasi peralatan, orang, dan kendaraan. Desinfektan yang digunakan di peternakan ini
adalah Indosept dengan bahan aktif benzalklonium chlorid 10% dengan dosis
2,5-5 ml/ 2,5 liter air. Sanitasi ini
dilakukan dengan cara celup dan spray.
Dalam melakukan sanitasi ini memerlukan alat seperti hand sprayer, sprayer,
selang, pompa air, dan tempat dipping.
C. Vaksinasi
Vaksinasi merupakan suatu proses
memasukkan bibit penyakit yang sudah dilemahkan ke dalam tubuh. Tujuan dari pemberian vaksin adalah agar
tubuh dapat menhsilkan zat kebal (antibodi) terhadap suatu penyakit. Program
vaksinasi harus didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: (1)
prevalensi penyakit di daerah usaha ternak, (2) resiko akan timbulnya penyakit,
(3) status kekebalan dari bibit induk, (4) biaya pembuatan dan pemberian
vaksin, (5) intensitas dan konsekuensi dari reaksi vaksin yang kurang baik, (6)
program penggantian ternak, (7) tersedianya vaksin tertentu, (8) perbandingan
untung rugi (B-C ratio) yang menghubungkan antara keuntungan akibat vaksinasi
dan kerugian vinansial akibat resiko infeksi dan timbulnya penyakit (Nesheim,
1984).
Vaksin untuk unggas ada dua bentuk, hidup
(aktif) dan mati. Vaksin hidup terdiri dari organisme-organisme hidup yang
telah dimodifikasi (dilemahkan) sehingga mereka akan berkembang biak di dalam
tubuh tanpa menyebabkan penyakit.
Organisme-organisme dapat diberikan dengan cara yang bervariasi melalui
air minum, penyemprotan, tetes mata atau untuk penyakit marek dengan injeksi
intramuskular. Vaksin mati terdiri atas organisme inaktif (mati)
yang biasanya disuspensikan dalam emulsi lemak untuk administrasi dengan
suntikan. Emulsi tersebut membantu
meningkatkan peristiwa lebih panjang pengambilan organisme dari tempat
okulasi. Perkembangan immunitas sempurna
kira-kira satu bulan setelah injeksi vaksin
mati. Metode vaksinasi yang ideal adalah memberi vaksin hidup pertama kali, yang berperan sebagai sistem
immunitas primer, diikuti dengan injeksi vaksin
mati, yang memberi level penyokong antibodi pelindung. Prinsip ini digunakan
untuk proteksi serangan New Castel Disease, infectionse bronchitis, dan infectionse
bursal disease (Mark, 1993).
Berbagai cara
pemberian vaksin yang digunakan secara komersial antara lain: (1) vaksnasi in
ovo, yaitu pemberian vaksin ke dalam telur pada hari ke 18 masa inkubasi dengan
menggunakan sistem inovoject yang dipatenkan, (2) vaksinasi semprot (spray)
pasca penetasan dapat diberikan dalam ruang atau mesin penetasan secara massal
dengan vaksin aerosol kepada anak ayam umur umur sehari (DOC), (3) suntikan
subkutan, dengan vaksin hidup atau vaksin emulsi inaktif dapat diberikan kepada
anak ayam, masa pemeliharaan (rearing) dan pada induk (Nesheim, 1984). Pada
umumnya injeksi dilakukan secara intramuscular dada atau paha. Akan tetapi cara
ini juga mempunyai kelemahan yaitu perlu waktu lama, ayam akan stress, jika
penagkapan terlalu kasar, (4) pemberian vaksin melalui tetes mata dan tetes
hidung, dapat dilakukan pada anak ayam di tempat penetasan atau pada masa
brooding (masa penghangatan) di kandang peternak, (5) pemberian vaksin secara
aerosol, dengan menggunakan penyemprot ransel atau listrik, untuk mendapatkan
semprotan yang kasar, (6) pemberian vaksin melalui air minum, dapat dilakukan
dengan biaya yang lebih murah, akan tetapi kurang efektif terhadap babarapa
macam infeksi (Nesheim, 1984).
Pelaksanaan
vaksinasi ND menurut Andi (2012) pada
ayam broiler paling banyak dilakukan 2 kali pada masa hidupnya, yakni pada saat
ayam umur 1-4 hari dan 3-4 minggu :
Pada
praktikum ini cara pemberian vaksin dilakukan anak ayam, yaitu vaksinasi
melalui mata, hidung, mulut, dan penyuntikan (subkutan).
1.
Tetes Mata (Intra-ocular)
Vaksinasi tetes mata dilakukan dengan cara meneteskan
vaksin ke mata ayam. Cara pelaksanaannya sebagai berikut.
- Tuangkan pelarut ke dalam botol vaksin.
-
Tutup botol, lalu kocok secara perlahan hingga vaksin tercampur
merata.
-
Ganti tutup botol dengan tutup botol untuk vaksin tetes mata.
-
Agar vaksin cepat habis, bagi vaksin menjadi 3-4 bagian yang dipakai
secara bersamaan oleh vaksinator yang berbeda.
2. Tetes Hidung (Intranasal)
Pada cara ini, penetesan
dilakukan tepat dilubang hidung dan pada saat dilakukan penetesan, lubang
hidung yang sebelah harus ditutup dengan salah satu jari, sehingga vaksin bisa
langsung meresap.
3. Melalui Mulut (Intraoral)
Pada pelaksanaan vaksinasi mulut, vaksin diumpankan ke ayam
melalui mulutnya dengan cara dicekok. Pelaksanaan vaksinasi ini sama dengan cara vaksin
melalui air minum. Perbedaannya, vaksinasi dilakukan pada ayam secara individu
sehingga setiap ayam mendapatkan dosis vaksin yang sama.
4. Suntik
Bawah Kulit (Subcutaneous)
5. Dengan cara ini ayam
dipegang satu persatu untuk diinjeksi dengan dosis tertentu sesuai dengan
anjuran pabrik. Pada praktikum ini dilakukan vaksinasi Suntik Bawah Kulit (Subcutaneous). Pelaksanaan vaksinasi injeksi
memiliki kelemahan, antara lain:
-
Injeksi memakan waktu cukup lama, apalagi kalau jumlah ayam yang harus di
injeksi cukup besar.
-
Ayam akan stress, lebih-lebih kalau cara penangkapannya dan pemegangannya
terlalu kasar. Oleh karena itu, dianjurkan agar pelaksanan vaksinasi dengan
cara injeksi dilakukan pada sore hari atau malam hari. Sebab pada saat itu ayam
lebih tenang
Vaksinasi suntik bawah
kulit dilaksanakan dengan cara menyuntikkan vaksin di bawah kulit, biasanya di
area sekitar leher. Dalam pelaksanaannya
dapat menggunakan spuit atau socorex.
D. Bedah DOC (Nekropsi)
Annonim (2011) mengatakan ketika
penyakit telah menyerang ternak maka harus kita ketahui apa penyakit tersebut
sehingga kita dapat menentukan treatmen terbaik dan melakukan pencegahan atas
penyakit tersebut. Dalam menentukan penyakitpun terdapat beberapa cara dan
salah satunya adalah dengan melakukan bedah bangkai. Proses melakukan bedah
bangkai memiliki rangkaian agar proses pelaksanaanya dapat mendapatkan hasil
gambaran diagnose yang maksimal Dalam menentukan
diagnosa perlu diingat bahwa hanya beberapa penyakit yang gejalanya jelas
terlihat.
Bedah bangkai dilakukan setiap ada
ayam yang mati maupun pada ayam yang hidup, hal ini bertujuan untuk mengetahui
jenis penyakit yang menyerang ayam yang tidak dapat di ketahui dari pengamatan
fisik luar ayam. Bedah dilakukan untuk menentukan langkah yang harus diambil
perusahaan dalam menanggulangi penyakit tersebut dan pencegahannya pada ayam
lain. Selain bedah bangkai juga dilakukan pengontrolan rutin tiap hari disetiap
kandang untuk mengetahui kondisi kesehatan ayam.
Apabila terdapat tanda-tanda ayam
yang terserang penyakit segera dilakukan pengobatan, hal ini bertujuan untuk mengurangi
kemungkinan farm lain tertular penyakit.
1.
Seluruh tubuh ayam diamati
untuk melihat adanya kelainan tubuh, misalnya: ada bungkul-bungkul pada pangkal
bulu, bulu disekitar kloaka kotor, bintik kotoran didepan lubang hidung.
2.
Daerah sekitar lubang hidung
ditekan dan diamati apakah ada cairan yang keluar.
3.
Ayam dibunuh dengan cara:
dislokasi tulang kepala dan tulang leher pertama; dipotong; atau diberi udara
ke paru-paru / jantung / pembuluh darah sehingga terjadi emboli udara di dalam
organ tersebut.
4.
Bulu bangkai ayam dibasahi dan
sayat bagian antara perut dengan pangkal paha.
5.
Mematahkan sendi pada pangkal paha (pertemuan os femur dan os tibia).
Letakkan pada meja bedah terlentang dengan bagian perut menghadap kepada
pembedah.
6.
Menyayat kulit pada sisi mulut. Amati adanya kerusakan pada daerah ini
karena cacar, aspergillosis atau penyakit lain.
7.
Menyayat dan kuakkan kulit di daerah dada.
8.
Buka urat daging perut dan
lepaskan daerah dada dengan memotong tulang rusuk.
9.
Periksa ais sacc (kantung udara) yang tampak tidak jernih lagi, bila ada
penyakit.
10.
Menyayat laryng dan trachea memanjang. Periksa adanya lendir, pendarahan
atau massa seperti keju. Periksa paru-paru dan alat pernafasan lainnya terhadap
adanya kerusakan atau kelainan.
11.
Membuka oesophagus. Periksa kemungkinan luka karena benda asing atau
adanya benjolan-benjolan kecil.
12.
Mengiris crop. Teliti isinya apakah tercium bau asam, Kemudian cuci dan
periksa kemungkinan gejala aspergillosis atau kelainan lain.
13.
Menyayat proventriculus. Lihat adanya pendarahan di permukaan atau
lapisan putih.
14.
Membuka ventriculus, periksa apakah kasar dan adanya kerusakan.
15.
Mengamati usus, apakah ada benjolan-benjolan kecil, tumor atau
pendarahan. Sayat memanjang untuk melihat cacing, gumpalan darah, peradangan,
tukak, daerah pendarahan dan lendir yang berlebihan.
16.
Membuka coecum, periksa isinya. Bila terdapat darah, cuci dan periksa
lapisan permukaannya. Apakah ada benda seperti keju, cacing dan bekas luka
perut.
17.
Mengamati jantung, hati, limpa dan thymus.
18.
Amati adanya kelainan ovarium,
saluran indung telur, ginjal dan bursa fabrisius.
IV. KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh setelah
melakukan praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.
Tata letak kandang/layout kandang peternakan
broiler dan sapi potong yang kami kunjungi sudah cukup
baik;
2.
Desifeksi yang dilakukan
terdiri dari fumigasi dan sanitasi mengunakan desinfektan secara spray dan dipping;
3.
Cara vaksinasi yang dilakukan
dalam praktikum ini yaitu melalui tetes mata, tetes mulut, tetes hidung, dan penyuntikan
subkutan;
4.
Bedah bangkai DOC bertujuan untuk
mengetahui jenis penyakit yang menyerang ayam yang tidak dapat di ketahui dari
pengamatan fisik luar ayam
DAFTAR PUSTAKA
Annonim, 2011 Diagnosa Penyakit dengan Bedah Bangkai. http://dokterternak.com/2011/06/23/diagnosa-penyakit-ayam-dengan-bedah-bangkai-ayam-necropsi-ayam/. Diakses pada: 14 Juni 2014
Akhmad. 2011. Desinfeksi.
Diakses pada: 15
Juni 2014
Andi, 2012. Ayam Pedaging.
http://ternak-ayam-pedaging.blogspot.com/2012/12/vaksinasi-pada-ayam-broiler.html. Diakses pada: 15 Juni 2014
BPTUHP, 2014. Amankan Peternakan dari Penyakit
Ternak dengan Biosecurity
http://bptuhpt.blogspot.com/2014/01/amankan-peternakan-dari-penyakit-ternak.html. Diakses pada: 14 Juni 2014
Jffrey, 2006; WHO, 2008 dalam Wicaksono,2011, Biosekuriti dan Pranannya
dalam Pencegahan Penyakit.
http://sunuedu.wordpress.com/2012/08/08/biosekuriti-dan-perannya-dalam-pencegahan-penyakit-2/ Diakses pada: 15 Juni 2014
Nesheim, 1984 dalam Ghaffi,
2012. Vaksinasi
Diakses pada: 14
Juni 2014
Comments
Post a Comment