ESTRUS DAN SIKLUS ESTRUS





BAB VIII. ESTRUS DAN SIKLUS ESTRUS

8.1 Pendahuluan
8.1.1 Deskripsi
            Pada bab ini akan dibahas tentang (1) estrus pada ternak; (2) fase-fase siklus estrus; (3) pengaturan hormonal pada siklus estrus; (4) siklus estrus pada berbagai ternak; (5) estrus postpartus pada sapi.
8.1.2 Relevansi
            Sistem repro hewan betina pada umumnya menampakkan perubahan-perubahan yang teratur setelah hewan betina mengalami pubertas. Pada kondisi ini, siklus repro telah siap dimulai. Dalam siklus estrus selalu melibatkan organ-organ repro dan diatur oleh hormon-hormon repro. Oleh karena itu, pemahaman pada bab-bab selanjutnya akan mempermudah dalam mengikuti materi pada bab ini.
8.1.3 Tujuan instruksional khusus
            Tujuan instruksional khusus yang ingin dicapai pada bab ini adalah agar mahasiswa mampu:
(1)   Menjelaskan pengertian estrus pada ternak;
(2)   Membedakan fase-fase estrus pada siklus estrus;
(3)   Memahami pengaturan hormonal pada siklus estrus;
(4)   Mengidentifikasi hewan-hewan yang mengalami estrus;
(5)   Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi estrus postpartus.

8.2 Pengertian Estrus
            Pada hewan betina sekali pubertas telah tercapai dan musim repro telah dimulai, estrus akan terjadi pada hewan betina yang tidak bunting menurut suatu siklus yang teratur dan khas. Estrus atau birahi adalah periode atau waktu hewan betina siap menerima pejantan untuk melakukan perkawinan. Interval waktu antara timbulnya satu periode estrus kepermulaan periode estrus berikutnya disebut siklus estrus. Saluran reproduksi hewan betina akan mengalami perubahan-perubahan pada interval-interval tersebut. Siklus estrus dikontrol secara langsung oleh hormon-hormon ovarium dan secara tidak langsung oleh hormon-hormon adenohipofise.
            Berdasarkan frekuensi terjadinya siklus estrus, hewan dibedakan menjadi tiga golongan. Golongan pertama,hewan monoestrus yaitu hewan yang hanya satu kali mengalami periode estrus per tahun, contohnya beruang, srigala, dan kebanyakan hewan liar. Golongan kedua, hewan poliestrus yaitu hewan-hewan yang memperlihatkan estrus secara periodik sepanjang tahun, contohnya sapi, kambing, babi, kerbau dan lain-lain. Golongan ketiga, hewan poliestrus bermusim yaitu hewan-hewan yang menampakkan siklus estrus periodik hanya selama musim tertentu dalam satu tahun, contohnya domba yang hidup di negara dengan empat musim.
8.3 Fase-fase Siklus Estrus
            Menurut perubahan-perubahan yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan selama siklus estrus maka siklus estrus dibedakan menjadi empat fase yaitu proestrus, estrus, metestrus/postestrus, dan diestrus. Pembagian yang lain berdasarkan perkembangan folikel dan pengaruh hormon maka siklus estrus dibedakan menjadi fase folikuler atau estrogenik yang meliputi proestrus dan estrus, serta fase luteal atau progestational yang terdiri atas metestrus/postestrus dan diestrus. Lama berbagai periode siklus estrus pada beberapa hewan tercantum pada Tabel 8. Secara umum, siklus birahi pada babi, sapi, dan kuda berkisar antara 20—21 hari, sedangkan pada domba 16—17 hari.

Tabel 8. Lama berbagai periode siklus estrus pada hewan peliharaan
Jenis ternak
Proestrus (hari)
Estrus
Metestrus (hari)
Diestrus (hari)
Sapi
3
12—24 jam
3—5
13
Kuda
3
4—7 hari
3—5
6—10
Babi
3
2—4 hari
3—4
9—13
Domba
2
1—2 hari
3—5
7—10

8.3.1 Proestrus
            Proestrus merupakan periode sebelum hewan mengalami estrus yaitu periode pada saat folikel de Graff sedang tubuh akibat pengaruh FSH dan menghasilkan estradiol dengan jumlah yang semakin bertambah. Sistem reproduksi melakukan persiapan-persiapan untuk melepaskan ovum dari ovarium. Folikel atau folikel-folikel (tergantung spesiesnya) mengalami pertumbuhan yang cepat selama 2 atau 3 hari, kemudian membesar akibat meningkatnya cairan folikuler yang berisi hormon estrogenik.
            Estrogen yang diserap oleh pembuluh darah dari folikel akan merangsang saluran reproduksi untuk mengalami perubahan-perubahan. Sel-sel dan lapisan bersilia pada tuba falopii pertumbuhannya meningkat, mukosa uteri mengalami vaskularisasi, epitel vagina mengalami penebalan dan terjadi vaskularisasi, serta serviks mengalami elaksasi secara gradual. Banyak terjadi sekresi mukus yang tebal dan berlendir dari sel-sel goblet seriks, vagina bagian anterior, dan kelenjar-kelenjar uterus. Pada sapi dan kuda terjadi perubahan dari mukus yang lengket dan kering menjadi mukus kental seperti susu, dan pada akhir proestrus berubah lagi menjadi mukus yang terang, transparan, dan menggantung pada vulva. Corpus luteum dari periode sebelumnya mengalami vakuolisasi, degenerasi, dan pengecilan secara cepat.


8.3.2 Estrus
            Estrus merupakan periode yang ditandai oleh keinginan kelamin dan penerimaan pejantan oleh hewan betina. Selama periode estrus, umumnya betina akan mencari dan menerima pejantan untuk kopulasi. Folikel de Graff menjadi matang dan membesar, estradiol yang dihasilkan folikel de Graff akan menyebabkan perubahan-perubahan pada saluran reproduksi yang maksimal. Selama atau segera setelah periode ini terjadi ovulasi akibat penurunan FSH dan meningkatka LH dalam darah.
Pada periode ini, tuba falopii mengalami perubahan yaitu menegang, berkontraksi, epitelnya matang, cilianya aktif, dan sektesi cairan bertambah. Ujung oviduk yang berfimbria merapat ke folikel de Graff untuk menangkap ovum matang. Uterus akan berereksi, tegang, dan pada beberapa spesies akan mengalami oedematus. Suplai darah meningkat, mukosa tumbuh dengan cepat dan lendir disekresikan. Serviks mengendor, agak oedematus, dan sekresi cairanya meningkat. Mokosa vagina sangat menebal, sekerinya bertambah, epitel yang berkornifikasi tanggal. Vulva mengendor dan oedematus pada semua spesies, pada babi sangat jelas. Pada sapi terdapat leleran yang bening dan transparan  seperti seutas tali menggantung pada vulva. Pada akhir estrus terjadi peningkatan leukosit yang bermigrasi ke lumen uterus.
8.3.3 Metestrus/Postestrus
            Metestrus merupakan periode segera setelah estrus, ditandai dengan pertumbuhan cepat korpus luteum yang berasal dari sel-sel granulosa yang telah pecah di bawah pengaruh LH. Metestrus sebagian besar berada di bawah pengaruh hormon progesteron yang dihasilkan korpus luteum. Kehadiran progesteron akan menghambat sekresi FSH sehingga tidak terjadi pematangan folikel dan estrus tidak terjadi.
            Pada periode ini, uterus mengadakan persiapan untuk menerima dan memberi makan embrio. Pada awal postestrus, epitelium pada karunkula uterus sangat hiperemis dan terjadi hemoragis kapiler yang menyebabkan terjadinya pendarahan. Sekresi mukus menurun dan diikuti pertumbuhan yang cepat dari kelenjar-kelenjar endometrium. Pada pertengahan sampai akhir metestrus, uterus agak melunak karena otot-ototnya mengendor. Apabila tidak terjadi kebuntingan maka uterus dan saluran reproduksi yang lain akan beregresi kekeadaan kurang aktif.
8.3.4 Diestrus
            Diestrus merupakan fase terakhir dan terlama dalam siklus estrus ternak-ternak mamalia. Korpus luteum menjadi matang dan pengaruh progesteron menjadi dominan. Endometrium menebal, kelenjar uterina membesar, dan otot uterus menunjukkan peningkatan perkembangan. Perubahan ini ditunjukkan untuk mensuplai zat-zat makanan bagi embrio bila terjadi kebuntingan. Kondisi ini akan terus berlangsung selama masa kebuntingan dan korpus luteum akan dipertahankan sampai akhir masa kebuntingan.
Serviks menutup rapat untuk mencegah benda-benda asing memasuki lumen uterus, mukosa vagina menjadi pucat, serta lendirnya mulai kabur dan lengket. Apbila tidak terjadi kebuntingan, maka endometrium dan kelenjar-kelenjarnya beratrofi atau berregresi keukuan semula. Folikel-folikel mulai berkembang dan akhirnya kembali ke fase proestrus.
Pada  beberapa spesies yang tidak termasuk golongan poliestrus atau poliestrus bermusim, setelah periode diestrus akan diikuti anestrus. Anestrus yang normal akan diikuti oleh proestrus. Secara fisiologis, aneastrus ditandai oleh ovarium dan saluran kelamin yang tenang dan tidak berfungsi. Anestrus fisiologis dapat diobservasi pada negara-negara yang mempunyai 4 musim, yaitu musim semi dan panas pada domba serta selama musim dingin pada kuda. Selama anestrus, uterus kecil dan kendor, mukosa vagina pucat, lendirnya jarang dan lengket, serta serviks tertutup rapat dengan mukosa yang pucat. Aktivitas folikuler dapat terjadi dan ovum dapat berkembang tetapi tidak terjadi pematangan folikel dan ovulasi.
8.4 Pengaturan Hormonal pada Siklus Estrus
            Pada dasarnya, pola siklus estrus sama tetapi berbeda antar spesies. Siklus estrus secara langsung diatur oleh hormon-hormon tetapi secara tidak langsung oleh hormon adenohipofise. Pengaturan hormon pada siklus estrus tergantung sirkulasi hormon di dalam pembuluh darah hewan betina dan reaksi organ target dari hormon yang bersangkutan.
8.4.1 Sapi
            Pengaturan hormonal diawali oleh hormon hipotalamus yaitu GnRH yang disekresikan oleh hipotalamus akan menstimuli FSH dan LH dilepaskan dari adenohipofise, selama proestrus terjadi peningkatan, mencapai puncaknya pada fase estrus, dan akhirnya menurun pada akhir metestrus. Pada periode diestrus akan tetap rendah sampai periode proestrus.
            Hormon-hormon hipofise yang ikut dalam pengaturan siklus estrus adalah FSH dan LH. FSH dihasilkan oleh adenohipofise akan merangsang perkembangan folikel pada ovarium yang akhirnya mengasilkan estrogen. FSH ada di dalam darah dan jumlahnya meningkat pada hari ke-4 sampai hari ke-6, akan terus meningkat dan merangsang perkembangan folikel sampai terjadinya ovulasi. Hormon lainnya adalah LH yang menyebabkan ruptur (pecah) folikel dan memulai perkembangan korpus luteum. LH mencapai puncaknya pada awal estrus dan ovulasi akan terjadi 30 jam kemudian. Konsentrasi GnRH, FSH, dan LH seperti pada Gambar 17.





Gambar 17. Konsentrasi GnRH, FSH, dan LH selama siklus estrus pada sapi.
            Dua hormon ovarium yang langsung mengatur siklus estus adalah estrogen dan progesteron. Estrogen dihasilkan oleh folikel yang sedang tumbuh akbatnya rangsangan FSH. Perubahan konsentrasi estrogen sesuai dengan perkembangan folikel dan mencapai puncaknya pada awal estrus. Estrogen menyebabkan libido hewan menjadi kelihatan dan organ-organ reproduksi mempersiapkan terjadinya konsepsi.
            Progsteron dihasilkan oleh sel-sel luteal dari korpus luteum yang mulai berfungsi pada hari ke-3 sampai ke-4 siklus estrus dan mulai meningkat dalam hal konsentrasi dan reproduksi sampai pada hari ke-8 siklus. Konsentrasi progesteron akan bertahan sampai hari ke-16, pada saat korpus luteum mulai mengalami regresi sehingga konsentrasi progesteron sangat menurun. progesteron akan tetap dipertahankan dan berfungsi apabila terjadi kebuntingan pada ternak. Konsetrasi estrogen dan progesteron selama siklus estrus terlihat pada Gambar 18.




Gambar 18. Konsentrasi estrogen dan progesteron selama siklus estrus pada sapi
8.4.2 Domba
            Pengaturan hormon selama siklus estrus hampir sama dengan pengaturan hormon pada sapi. Perbedaan terdapat pada lamanya siklus estrus yang lebih pendek (16—17 hari) tetapi periode estrus lebih panjang (30 jam) dan ovulasi terjadi 24—27 jam setelah awal estrus. Korpus luteum ada sejak hari ke-4 sampai hari ke-14. Konsentrasi progesteron meningkat pada hari ke-3 sampai hari ke-11. Konsentrasi hormon-hormon selama siklus estrus pada domba terdapat pada Gambar 19 dan 20.




Gambar 20. Konsentrasi estrogen dan progesteron selama siklus estrus pada domba
8.4.3 Babi
            Satu periode siklus estrus pada babi menghasilkan ovum matang dalam jumlah banyak (12—20) kemudian diovulasikan. Pengaruh FSH berlangsung selama 5—6 hari sampai folikel menjadi matang, kemudian pengaruh LH menyebabkan terjadinya reptur ovum yang matang. Ovulasi terjadi 35—40 jam setelah awal estrus dan konsentrasi LH mencapai puncaknya. Ovum yang pecah akan membentuk korpus luteum. Sel-sel luteal akan menghasilkan progesteron yang mencapai puncaknya pada pertengahan siklus dan menurun pada hari ke-15 dab 16 siklus. Perubahan konsentrasi hormon-hormon selama siklus estrus terlihat pada Gambar 21.





Gambar 21. Konsentrasi LH, estrogen, dan progesteron selama siklus estrus pada babi.
8.4.4 Kuda
            Pada kuda sering mengalami periode anestrus pada musim dingin. Periode estrus dapat berlangsung 5—7 hari terutama setelah anestrus musim dingin. Perilaku birahi pada kuda berbeda dengan ternak lain, yaitu lambat laun meningkat intensitasnya dalam beberapa hari. Fase perkembangan folikel berkepanjangan, sekresi FSH mempunyai dua puncak dan puncak yang kedua tercapai pada hari ke-15 siklus dan kadang-kadang terjadi ovulasi. Puncak konsentrasi FSH yang pertama terjadi pada hari ke-7 siklus dan akan tetap meningkat telah terjadi ovulasi. Ovulasi terjadi 24—48 jam sebelum akhir estrus. Pada ternak lain, konsentrasi LH mencapai puncaknya yang tajam sebelum ovulasi menjelang estrus. Pada kuda, konsentrasi LH naik secara perlahan dan membentang eaktu ovulasi, mencapai puncaknya setelah ovulasi terjadi. Perubahan konsentrasi hormon-hormon selama siklus estrus tercantum pada Gambar 22 dan 23.




Gambar 22. Kosentrasi FSH dan LH selama siklus estrus pada kuda.




Gambar 23. Konsentrasi estrogen dan progesteron selama siklus estrus pada kuda.
8.5 Siklus Estrus pada Berbagai Ternak
            Bila perkawinan tidak diikuti perubahan, mamalia betina dengan siklus reproduksi yang normal akan mengalami rangkaian perubahan ovarium yang berulang termasuk sekresi hormon yang berpengaruh terhadap perilaku kelamin dan saluran reproduksi. Panjang siklus estrus dan lamanya birahi bervariasi antar jenis hewan (Tabel 9).
            Siklus estrus pada sapi, panjangnya 20 hari untuk sapi dara dan 21—22 hari untuk sapi dewasa, dengan kisaran 18—24 hari. Fase luteal siklus berlangsung 17 hari dan fase folikuler 3—4 hari. Lama birahi berlangsung 12—28 jam, cenderung lebih singkat pada musim dingin dan laktasi yang berat. Pada saat estrus menjadi tidak tenang, kurang nafsu makan, kadang-kadang menguak, dan memisahkan diri untuk mencari pejantan. Sapi tersebut akan diam bila dinaiki betina lain dan mencoba menaiki betina-betina lain, serta mengangkat dan menggoyangkan ekornya. Sapi betina juga akan diam menerima pejantan untuk kopulasi. Vulva sapi yang sedang estrus akan membengkak, memerah, dan mengeluarkan sekresi mukus transparan (terang dan tembus) yang menggantung. Kadang-kadang vulvanya akan diciumi oleh betina lain.
Jenis ternak
Lama siklus estrus (hari)
Lama estrus
Waktu ovulasi
Waktu optimum untuk dikawinkan
Kuda
19—23 (21)
4,5—7,5 (5,5) hari
1—2 hari sebelum akhirestrus
2—4 hari sebelum akhir estrus atau hari ke-2—ke-3 estrus
Sapi
18—24 (21)
12—28 jam (18 jam)
10—15 jam sesudah akhir estrus
Pertengahan sampai akhir estrus
Domba
14—20 (16,5)
30—36 jam
12—24 jam sebelum akhir estrus
18—24 jam sesudah permulaan estrus
Babi
18—24 (21)
1—4 (2—3) hari
30—40 jam sesudah permulaan estrus
12—30 jam sesudah permulaan estrus

            Pada domba, siklus estrus panjangnya mencapai 14—20 hari dengan rata-rata 16,5 hari. Fase luteal berlangsung selama 14 hari dan fase folikuller 3—4 hari. Panjang periode birahi 30—36 jam dan ovulasi terjadi 12—24 am sebelum berakhirnya estrus. Domba yang birahi akan mendekati dan memperhatikan pejantan, menggoyang-goyangkan ekornya, menggesek-gesekkan leher dan badannya ke tubuh pejantan, berjalan mengelilingi pejantan, dan menciumi alat genetalia pejantan. Akhirnya akan diam bila dinaiki pejantan untuk perkawinan. Vulva domba yang estrus tidak oedematus dan tidak mengeluarkan lendir.
            Lama siklus birahi pada babi adalah 18—24 hari dengan rata-rata 21 hari. Fase estrus rata-rata berlangsung selama 2—3 hari dan ovulasi terjadi 30—40 jam pada awal estrus. Fase estrus lebih lama pada babi akan berdiam diri, tegak, kaku, dan mengambil posisi kawin bila disentuh atau ditekan punggungnya oleh dagu pejantan atau tangan pekerja. Babi yang sedang estrus sering mengeluarkan suara-suara singkat dan rendah, nafsu makannya hilang, serta akan memisahkan diri dari kelompoknya untuk berkelana mencari pejantan. Vulvanya mengalami pembengkakkan tetapi tidak mengeluarkan lendir selama estrus.
            Panjang siklus estrus pada kuda rata-rata adalah 21 hari. Lama siklus akan bertamba lama apabila ada siklus yang lowong akibat musim dingin. Rata-rata panjangnya fase estrus adalah 5,5 hari. Betina yang seang birahi akan membiarkan pejantan menciumi  dan menggigit tanpa perlawanan, sering mengangkat ekor, merentangkan kaki, dan merendahkan punggungnya. Seperti ternak lain, kuda akan diam berdiri bila dinaiki pejantan untuk kopulasi. Bibir vulva membengkak dan sebagian terkuak. Leleran dalam jumlah sedikit akan keluar dari vulva.
8.6 Estrus Postpartus
Estrus post partus atau estrus pertama setelah melahirkan merupakan mata rantai yang penting dalam proses reproduksi sehingga harus mendapatkan perhatian dalam pengelolaan reproduksi agar ternak tetap mempunyai kemampuan reproduksi yang optimum. Estrus pertama postpartus berhubungan dengan aktivitas siklus ovarium yang kembali normal secara cepat setelah melahirkan.
            Pada masa awal setelah melahirkan, hewan betina harus menghasilkan susu untuk anaknya dan menyiapkan uterus, ovarium, dan oran-organ kelamin yang lain, serta sistem endoktrin yang memulai siklus yang normal agar dapat bereproduksi lagi. Pada masa ini, umumnya siklus estrus tidak akan segera terjadi karena pengaruh umpan balik negatif dari progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum dan plasenta selama kebuntingan. Hal ini mengakibatkn pituitari terhadap pemberian GnRH. Selama masa peralihan dan tidak adanya siklus estrus sampai timbulnya siklus, GnRH disekresikan untuk meningkatkan frekuensi episodik LH plasma terutama untuk aktivitas folikuler dan sekresi estradiol. Pengeluaran GnRH secara episodik merupakan prasarat untuk memulai aktivitas siklus ovarium pada induk.

8.6.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi estrus post partus pada sapi
            Jarak dari beranak sampai timbulnya estrus pertama antarspesies berbeda-beda. Pada sapi perah, estrus postpartus terjadi pada 30—72 hari, sapi potong 46—104 hari. Pada babi, estrus postpartus terjadi pada hari ke-3 sampai ke-5 tetapi tidak disertai ovulasi, sedangkan pada kuda terjadi dalam waktu 6 sampai 13 hari. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi estrus pertama postpartus antara lain lingkungan, genetik, fisiologi, dan metabolik.
A.  Kondisi tubuh
 Induk yang mempunyai kondisi tubuh yang baik pada saat melahirkan menunjukkan penampilan reproduksi yang lebih baik dibandingkan dengan induk yang kondisinya jelek. Induk dengan kondisi baik (nilai kondisi tubuhnya ≥ 2,5 pada penilaian dengan interval 1—5) akan kembali estrus dalam waktu yang singkat sedangkan induk dengan nilai kurang dari 2,5 waktu yang diperlukan untuk estrus kembali lebih lama. Setiap penurunan 10% dari bobot tubuh, estrus pertama postpartus akan diperpanjang selama 19 hari. Kondisi ini biasanya berkaitan dengan pembatasan energi pada akhir kebuntingan yang menyebabkan induk menjadi kurus.
Perubahan kondisi tubuh pada saat melahirkan merupakan penentu yang berhubungan dengan kembalinya aktivitas ovarium. Menurut Spincer, et al. (1990) sapi-sapi yang tidak memperlihatkan aktivitas siklus dalam 60 hari setelah melahirkan kehilangan lebih banyak bobot tubuh dibandingkan dengan sapi-sapi yang memperlihatkan aktivitas siklus. Pada kelompok induk yang tidak memperlihatkan aktivitas siklus dalam 60 hari, susu yang dihasilkan 28% berasal dari jaringan tubuhnya, pada kelompok yang siklusnya akif dalam 40—60 hari, 16,7% susunya dihasilkan oleh jaringan tubuh sedangkan pada kelompok yang aktivitas siklus dalam 40 hari hanya 15,9% saja. Penelitian yang dilakukan oleh Rutter dan Randell (1984) memperlihatkan hasil bahwa induk yang mengalami penurunan kondisi tubuh pada awal laktasi, interval pasca beranak ke estrus pertama adalah 60 ± 7,5 hari, sedangkan induk yang mampu mempertahankan kondisi tubuhnya lebih cepat yaitu 31,7 ± 2,8 hari.
B.  Produksi susu
Interval kelahiran ke ovulasi pertama setelah beranak berhubungan dengan produksi susu, semakin tinggi produksi susu yang dihasilkan induk maka semakin lama interval terjadinya ovulasi. Hal ini terjadi karena adanya hambatan sekresi hormon yang merangsang pertumbuhan dan memasakan folikel.
Butter, et al. (1981) menemukan hubungan produksi susu dengan keseimbangan energi pada awal laktasi. Sapi akan mengalami keseimbangan energi negatif yang meningkat pada awal laktasi sampai puncak produksi tercapai. Setelah ini bergerak secara progresif kearah keseimbangan 0 (tetap) ketika produksi susu mulai turun. Oleh karena itu, sapi yang mempunyai produksi susu tinggi tidak dapat mempertahankan keseimbangan energi positif, sehingga pada awal laktasi terjadi keseimbangan negatif.
C.  Energi Makanan
Estrus pertama setelah melahirkan akan timbul lebih cepat apabila energi pada ransumnya diperbesar. Penelitian Oxenreider dan Wegner (1971) memperlihatkan hasil bahwa induk yang diberi makan dengan energi 60% memerlukan waktu 17 hari untuk membentuk folikel dengan diameter 10 mm, sedangkan induk yang diberi energi 100% dan 133% hanya memerlukan waktu 11 hari
            Penelitian lain dilakukan Staples, et al. (1990) untuk melihat hubungan antara aktivitas ovarium (dengan menghitng kadar progesteron plasma) dan status energi pada awal periode laktasi. Penelitian dilakukan selama 9 minggu awal laktasi dengan menggunakan 64 ekor induk sapi Frisien Holstain. Hasil yang diperoleh yakni 15 ekor tidak memperliahatkan siklus, 24 ekor mengalami siklus dalam waktu 40—60 hari postpartus, dan 25 ekor memperlihatkan aktivitas siklus dalam waktu 40 hari. Pada sapi yang tidak memperlihatkan aktivitas siklus akan mengalami keseimbangan energi negatif lebih besar dari pada kelompok induk yang memperlihatkan aktivitas siklus.
            Pada awal laktasi, 92% induk sapi perah mengalami keseimbangan energi negatif dengan besar yang bervariasi antarindividu. Keseimbangan energi negatif berhubungan dengan penurunan glukosa darah dan tingginya asam lemak yang tidak terestrifikasi serta benda-benda keton. Hal ini memberikan isyarat bahwa terjadi penurunan glukoneogenesis, peningkatan ketogenesis, dan moilisasi lemak selama keseimbangan energi negatif terjadi. Keseimbangan energi pada awal laktasi dipengaruhi secara bermakna oleh pemasukan energi makanan.


D.  Protein Pakan
Ada dua pendapat tentang hubungan antar jumlah protein kasar dan timbulnya estrus postpartus. Pendapat pertama dikemukakan oleh Sasser, et al. (1988) bahwa perpanjangan timbulnya estrus postpartus terjadi pada sapi yang diberi pakan dengan defesiensi protein kasar (0,32kg/ekor/hari) dibandingkan dengan kelompok sapi yang diberi pakan dengan protein kasar yang cukup (0,96kg/ekor/hari). Pada sapi yang diberi protein kasar rendah timbulnya estrus postpartus yakni 84,4 ± 3,8 hari sedangkan pada pemberian protein kasar cukup yakni 74,8 hari. Pendapat kedua dikemukakan oleh Howard, et al. (1987) dan Caroll, et al. (1988) yang menyatakan bahwa pemberian protein kasar dalam ransum dengan kadar rendah maupun tinggi tidak berpengaruh terhadap timbulnya estrus postpartus.
Kebutuhan protein kasar dalam pkan untuk kebutuhan reproduksi yang normal 13—20%. Kekurangan non protein nitrogen  dan rumen digestible protein pada masa akhir kebuntingan sampai awal laktasi mempunyai efek yang sama dengan kekurangan pakan. Hal ini akan menyebabkan produksi LH dan FSH menurun sehingga proses pematangan folikel tertunda.
E.  Umur Induk
Pada kondisi yang normal, tanpa memperhatikan adanya penyakit, defesiensi pakan atau pengaruh lingkungan, fertilitas sapi akan mengalami penurunan dengan bertambahnya umur sapi. Kehidupan reproduksi pada sapi rata-rata umur 8—10 tahun dengan produksi anak 4—6 ekor. Efesiensi reproduksi mencapai puncaknya pada saat sapi berumur 4 tahun dan akan mengalami penurunan yang nyata setelah sapi berumur 7 tahun.
            Pada dasarnya, kehidupan reproduksi pada sapi tergantung kondisi ternak. Kehidupan reproduksi ternak akan terhenti apabila sapi mengalami kelemahan fisik akibat adanya penyakit, defesiensi pakan, dan kekurusan. Kondisi ini tidak tergantung pada umur ternak, dapat terjadi pada ternak yang masih muda maupun tua. Keadaan lain yang dapat menghentikan kegiatan reproduksi ternak apabila organ-organ reproduksi mengalami kerusakan hebat atau fungsinya hilang karena penyakit.

F.   Masa Pengeringan
Masa kering adalah periode sapi yang masih bereproduksi dan pada keadaan bunting namun tidak diperah lagi. Masa kering yang ideal yakni 7—8 minggu sebelum sapi beranak. Perpanjangan masa kering tidak akan menambah produksi susu pada laktasi berikutnya tetapi dapat memperbaiki kondisi tubuh induk. Masa kering penting untuk mengembalikan kondisi tubuh yang menurun selama periode laktasi sebelumnya, memperbaiki jaringan alveoli ambing yang rusak, memberikan kesempatan fetus untuk berkembang, dan membantu menimbun cadangan energi dalam tubuh untuk laktasi berikutnya.
G. Aktivitas Penyusuan dan Frekuensi Pemerahan
Interaksi fisiologis antara pemerah dan penyusu dengan aktivitas ovarium belum dapat dijelaskan dengan baik. Sapi perah yang menyusui anaknya akan mengalami estrus postpartus lebih lambat  dibandingkan dengan sapi yang diperah dua kali sehari. Penyusuan akan menyebabkan pelepasan GnRH tertunda sehingga sekresi FSH dan LH juga terhambat, akibatnya pertumbukan folikel menjadi tertunda. Rangsangan saraf afferen dari puting susu akan menghambat pengeluaran dopamin ke sirkulasi protal pituitari tetapi meningkatkan sekresi prolaktin sehingga aktivitas ovarium akan tertunda. Penghentian penyusuan secara bertahap akan meningkatkan kadar LH darah.
            Pemerahan pada sapi yang dilakukan secara teratur akan dapat mengurangi hambatan sekresi LH sehingga tanda-tanda estrus akan lebih cepat terlihat dan ovulasi dapat terjadi. Frekuensi pemerahan tidak berpengaruh terhadap estrus postpartus, baik pemerahan dua kali maupun pemerahan tiga kali.
H.  Abnormalitas Postpartus
Pada masa awal setelah beranak, keadaan alat reproduksi induk merupakan faktor biologis yang dapat mempengaruhi penampilan reproduksi berikutnya. Kondisi klinis yang abnormal pada saat melahirkan atau setelahnya akan menghambat estrus pertama setelah melahirkan. Induk yang mengalami retensi plasenta dan metritis akan mengalami pertambahan 14,25 dan 15 hari dari kelahiran sampai timbulnya estrus. Hal ini terjadi karena hambatan involusi alat-alat reproduksi dan perpanjangan fase luteal.


8.6.2 Usaha mempercepat timbulnya estrus postpartus
Usaha-usaha yang dapat dilalukan untuk meningkatkan penampilan reproduksi dengan cara mempercepat timbulnya estrus postpartus adalah:

A.  Perbaikan kondisi tubuh
Kenyataan menunjukkan bahwa kondisi tubuh yang baik pada saat melahirkan dapat memperpendek waktu kosong dibandingkan dengan sapi yang kurus. Pemberian pakan yang berkualitas dengan jumlah yang mencukupi pada masa akhir kebuntingan dan awal laktasi merupakan keharusan agar sapi tetap dapat mempertahannkan kondisi tubuhnya sehingga tidak mengalami keseimbangan energi negatif. Pada sapi dengan reproduksi susu yang tinggi harus mendapat makanan dengan jumlah dan kualitas yang lebih banyak dibandingkan dengan sapi yang bereproduksi rendah.
Ransum yang diberikan pada induk sapi perah digunakan oleh tubuh untuk hidup pokok, produksi susu, kegiatan reproduksi, dan pertumbuhan. Kebutuhan zat-zat tergantung pada bobot tubuh induk, tingkat pertumbuhan, tinggi rendahnya produksi susu, dan status bunting tidaknya sapi.
Masa kering yang cukup akan mampu mengembalikan kondisi tubuh induk sehingga pada saat melahirkan sapi dalam kondisi siap. Perpanjangan masa kering akan mampu mempercepat perbaikan kondisi tubuh induk meskipun tidak akan meningkatkan produksi susu pada laktasi berikutnya. Penimbunan cadangan lemak saat hasil air susu menurun atau sapi sedang kering dapat digunakan untuk cadangan energi pada laktasi berikutnya.
B.       Peningkatan deteksi birahi
Birahi setelah beranak biasanya tidak teramati secara sempurna oleh peternak sehingga akan menyebabkan tertundanya perkawinan, akibatnya efesiensi produksi menjadi rendah. Deteksi birahi merupakan kunci keberhasilan perkawinan, untuk mendapatkan hasil yang baik maka pengamatan birahi sebaiknya dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Gejala-gejala birahi akan lebih mudah teramati bila induk-induk berada diluar kandang bersama-sama yaitu berdiri diam bila dinaiki atau menaiki betina lain. Cara lain adalah menempatkan betina bersama-sama dengan pejantan.

8.7 Ringkasan
Hewan-hewan betina akan mengalami birahi pada interval waktu yang teratur, namun berbeda antar spesies ternak. Interval waku antara timbulnya satu periode estrus ke permulaan periode estrus berikutnya disebut siklus estrus/siklus birahi. Siklus estrus dibedakan menjadi empat fase yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Pembagian berdasarkan perkenbangan folikel dan pengaruh hormon, siklus estrus dibedakan menjadi dua fase yaitu folikuler atau estrogenik dan fase luteal atau progestational. Fase folikuler atau estrogenik adalah fase terjadinya perkembangan folikel menjadi matang dan siap di ovulasikan dan pengaruh hormon estrogen menjadi dominan, fase ini meliputi proestrus dan estrus. Fase luteal atau progestational adalah fase terjadinya pembentukan korpus luteum setelah terjadinya ovulasi dan pengaruh hormon progesteron menjadi dominan, fase ini terjadi dari metestrus/postestrus dan diestrus.
Selama siklus estrus terjadi perubahan-perubahan yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan. Perubahan yang dapat dilihat adalah terjadinya perubahan kelakuan/perilaku betina yang memasuki periode estrus. Perubahan yang sama pada setiap hewan adalah betina akan berdiam diri bila dinaiki pejantan untuk kopulasi. Perubahan yang tidak kehilangan adalah terjadinya perubahan-perubahan pda ovarium dan saluran produksi hewan betina. Pada ovarium akan erjadi perkembangan dari folikel primer. Folikel sekunder, folikel tersier, dan akhirnya matang menjadi folikel de Graff, yang siap di ovulasi. Setelah ovulasi akan terbentuk korpus luteum yang akan tetap dipertahankan bila terjadi kebuntingan dan akan berregresi bila tidak terjadi kebuntingan. Perubahan yang terjadi pada saluran reproduksi adalah perubahan dalam rangka mempersiapkan apabila terjadi kebuntingan.
Pengaturan siklus birahi dilakukan oleh hormon ovarium, estrogen dan progesteron, hormon hipothalamus, GnRH, serta hormon adenohypofise, FSH dan LH. Pola pengaturan hormon pada dasarnya sama, namun berbeda antar hewan.


8.8 Latihan
1.      Apa yang terjadi pada ovarium selama periode proestrus pada sapi?
2.      Apa perbedaan siklus estrus pada kuda dengan domba?
3.      Bagaimana pengaturan hormon selama siklus estrus pada sapi?
4.      Kapan waktu yang optimum untuk mengawinkan sapi, domba, babi, dan kuda? Jelaskan !
5.      Bagaimana gejala-gejala domba dan babi yang berada pada periode estrus?
6.      Jelaskan perbedaan fase luteal dengan fase folikuler?
7.      Jelaskan perubahan-perubahan uterus pada fase postestrus?
8.      Jelaskan perubahan-perubahan oviduk pada periode estrus?
9.      Kapan terjadi ovulasi pada domba, kuda, dan babi?
10.  Apa yang dimaksud aneatrus fisiologis?
11.  Jelaskan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi estrus postpartus?

8.9 Daftar Pustaka
Butler, W.R., R.W. Everett and C.E. Coopock. 1981. The Relationship Between Energy Balance, milk production, and involution in postpartum Holstein cows, J. Animal Sci. 53: 742—748
Carrol, D.J., B.A. Barton, G.W. andersanand R. D. Smith.1988.Influence of protein intake and feeding strategy of reptoductive performance. J. Dairy Sci. 71: 3470—3481
Frandsond. R.D.1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi keempat. Penerjamah B. Srigandono dan K. Praseno. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Hafez, E.S.E. 1993. Reproduction in Farm Animals. Sixth Ed. Lea and Fibiger. Philadelphia
Howard, H.S., E.P. Alseth, G.D. Adams, and L.J. Bush. 1987. Infuence of dietary crude protein on dairy cows rproductive performance. J. Dairy Sci. 70: 1563—1571
Hunter, R.H.F. 1995. Fisiologi dan Teknologi Reproduksi Hewan Betina Domestik. Penerjemah DK Harya Putra. Institut Teknologi Bandung. Bandung
Noakes, D.E. 1996. Normal Oestrous Cycles. Dalam Arthur, G.H., D.E Noakes, H. Pearson, dan T.J. Parkinson. Veterinary Reproduction and Obstetrics. Seventh Ed. WB Saunders Company Limited. London, Philadelphia, Toronto Sydney, Tokyo
Oxenreider, S.L., and W.C. Wagner. 1971. Effect of lactation and energy intake on postpartum activity in the cows. J. Dairy Sci. 33: 1026—1031
Rutter, L.M., and R.D. Randel. 1984. Postpartum nutrient intake and body condition: Effect n pituitary function and onset of estrous in beef cattle. J. Anim Sci. 58: 265—273
Salisbury, G.W., dan N.L. VanDemark. 1985. Fisiologi Reprodukdi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. Diterjemahkan oleh R. Djanuar. Gajah Mada University Press. Yogyakarta
Sasser, R.E., R.J. William, R.C. Bull, C.A. Ruder and D.E Falk 1988. Postpartum reproductive performance in crude protein restricted beef cows. J. Anim. Sci. 66: 3033—3039
Sorensen, A.M. 1975. Animal Reproduction:Principles and Practices. McGraw Hill  Book Company.New York
Spicer,L.J.,W.B.Tucker,and G.D. Adams. 1990. Insulin like growth factor I in dairy cows: relationship among energy balance. Body condition, ovarian activity, and estrous behavior. J.Diary Sci.73: 929—937
Staples,C.R.W.W. Thatcher, and J.H. Clark. 1990. Relationship Between ovarian activity and energy  status during the early perpertum period of high  producing diary cows.J. Diary Sci.73: 939—949
Toelihere,M.R. 1995.Fisiologi Reproduksi pada Ternak.  Angkasa. Bandung

Comments

Popular posts from this blog

KANDUNGAN NUTRISI BAHAN PAKAN UNGGAS

PENGOLAHAN HASIL IKUTAN TERNAK

PROSES PEMBUATAN SUSU KENTAL MANIS