SEJARAH IB DAN KOLEKSI SEMEN
DEFINISI INSEMINASI BUATAN (IB)
IB
adalah proses memasukkan sperma ke dalam saluran reproduksi betina dengan
tujuan untuk membuat betina jadi bunting
tanpa perlu terjadi perkawinan alami. Atau dengan kata
lain: Inseminasi Buatan (IB)
atau kawin suntik adalah suatu cara atau teknik untuk memasukkan mani
(spermatozoa atau semen) yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih
dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina
dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut ”insemination gun”
Konsep dasar dari teknologi ini adalah bahwa
seekor pejantan secara alamiah memproduksi puluhan
milyar sel kelamin jantan (spermatozoa) per hari, sedangkan untuk membuahi satu
sel telur (oosit) pada hewan betina diperlukan hanya satu spermatozoa. Potensi terpendam
yang dimiliki seekor pejantan sebagai sumber informasi genetik, apalagi yang unggul
dapat dimanfaatkan secara efisien untuk membuahi banyak betina (Hafez, 1993).
Namun
dalam perkembangan lebih lanjut, program IB tidak hanya mencakup pemasukan semen ke dalam saluran
reproduksi betina, tetapi juga menyangkut seleksi dan
pemeliharaan pejantan, penampungan, penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan)
dan pengangkutan semen, inseminasi, pencatatan
dan penentuan hasil inseminasi pada hewan/ternak betina, bimbingan dan penyuluhan pada peternak. Dengan
demikian pengertian IB menjadi lebih luas yang mencakup
aspek reproduksi dan pemuliaan, sehingga istilahnya menjadi artificial breeding (perkawinan
buatan). Tujuan dari IB itu sendiri adalah sebagai satu alat yang ampuh yang diciptakan manusia untuk
meningkatkan populasi dan produksi ternak secara
kuantitatif dan kualitatif (Toelihere, 1985).
Sejarah Perkembangan Inseminasi Buatan di Indonesia
Inseminasi Buatan pertama kali diperkenalkan di
Indonesia pada awal tahun limapuluhan oleh Prof. B. Seit dari Denmark di
Fakultas Hewan dan Lembaga Penelitian Peternakan Bogor. Dalam rangka rencana
kesejahteraan istimewa (RKI) didirikanlah beberpa satsiun IB di beberapa daerah
di awa Tenggah (Ungaran dan Mirit/Kedu Selatan), Jawa Timur (Pakong dan Grati),
Jawa Barat (Cikole/Sukabumi) dan Bali (Baturati). Juga FKH dan LPP Bogor,
difungsikan sebagai stasiun IB untuk melayani daerah Bogor dan sekitarnya,
Aktivitas dan pelayanan IB waktu itu bersifat hilang, timbul sehingga dapat
mengurangi kepercayaan masyarakat.
Pada tahun 1959 dan tahun-tahun berikutnya,
perkembangan dan aplikasi IB untuk daerah Bogor dan sekitranya dilakukan FKH
IPB, masih mengikuti jejak B. Seit yaitu penggunaan semen cair umtuk
memperbaiki mutu genetik ternak sapi perah. Pada waktu itu belum terfikirkan
untuk sapi potong. Menjelang tahun 1965, keungan negara sangat memburuk, karena
situasi ekonomi dan politik yang tidak menguntungkan, sehingga kegiatan IB
hampir-hampir tidak ada. Stasiun IB yang telah didirikan di enam tempay dalam
RKI, hanya Ungaran yang masih bertahan.
Di Jawa Tenggah kedua Balai Pembenihan Ternak
yang ditunjuk, melaksanakan kegiatan IB sejak tahun1953, dengan tujuan
intensifikasi onggolisasi untuk Mirit dengan semen Sumba Ongole (SO) dan
kegiatan di Ungaran bertujuan menciptakan ternak serba guna, terutama produksi
susu dengan pejantan Frisien Holstein (FH). Ternyata nasib Balai Pembibitan
Ternak kurang berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik, kecuali Balai
Pembibitan Ternak Ungaran, dan tahun1970 balai ini diubah namanya menjadi Balai
Inseminasi Buatan Ungaran, dengan daerah pelayanan samapi sekarang di daerah
jalur susu Semarang – Solo – Tegal.
Inseminasi buatan telah pula digalakkan atau
diperkenalkan oleh FKH IPB, di daerah Pengalengan, Bandung Selatan, bahkan
pernah pula dilakukan pameran pedet (Calf Show) pertama hasil IB.
Kemajuan tersebut disebabkan adanya sarana penunjang di daerah tersebut yaitu
1) rakyat pemelihara sapi telah mengenal tanda-tanda berahi dengan baik, 2)
rakyat telah tahu dengan pasti bahwa peningkatan mutu ternak melalui IB
merupakan jalan yang sesingkat-singkatnya menuju produksi tinggi, 3) pengiriman
semen cair dari Bogor ke Pengalengan dapat memenuhi permintaan, sehingga
perbaikan mutu genetik ternak segera dapat terlihat.
Hasil-hasil perbaikan mutu genetik ternak di
Pengalengan cukup dapat memberi harapan kepda rakyat setempat. Namun sayangnya
peningkatan produksi tidak diikuti oleh peningkatan penampungan produksi itu
sendiri. Susu sapi umumnya dikonsumsi rakyat setempat. Akibatnya produsen susu
menjadi lesu, sehingga perkembangan IB di Pangalengan sampai tahun 1970,
mengalami kemunduran akibat munculnya industri-industri susu bubuk yang
menggunakan susu bubuk impor sebagai bahan bakunya.
Kekurang berhasilan program IB antara tahun
1960-1970, banyak disebabkan karena semen yang digunakan semen cair, dengan
masa simpan terbatas dan perlu adanya alat simpan sehingga sangat sulit
pelaksanaanya di lapangan. Disamping itu kondisi perekonomian saat itu sangat
kritis sehingga pembangunan bidang peternakan kurang dapat perhatian.
Dengan adanya program pemerintah yang berupa
Rencana Pembangunan Lima Tahun yang dimulai tahun 1969, maka bidang peternakan
pun ikut dibangun. Tersedianya dana dan fasilitas pemerintah akan sangat
menunjang peternakan di Indonesia, termasuk program IB. Pada awal tahun 1973
pemerintah measukan semen beku ke Indonesia. Dengan adanya semen beku inilah
perkembangan IB mulai maju dengan pesat, sehingga hampir menjangkau seluruh
provinsi di Indonesia.
Semen beku yang digunkan selema ini merupakan
pemberian gratis pemerintah Inggris dansSelandia Baru. Selanjutnya pada tahun
1976 pemerintah Selandia Baru membantu mendirikan Balai Inseminasi Buatan, dengan
spesialisasi memproduksi semen beku yang terletak di daerah Lembang Jawa Barat.
Setahun kemudian didirikan pula pabrik semen beku kedua yakni di Wonocolo
Suranaya yang perkembangan berikutnya dipindahkan ke Singosari Malang Jawa
Timur.
Untuk kerbau pernah pula dilakukan IB, yakni di
daerah Serang, Banten, dengan IPB sebagai pelaksana dan Dirjen Peternakan
sebagai sponsornya (1978). Namun perkembangannya kurang memuaskan karena
dukungan sponsor yang kurang menunjang, disamping reproduksi kerbau belum banyak
diketahui. IB pada kerbau pernah juga diperkenalakan di Tanah Toraja Sulawesi
Selatan, Nusa Tenggara dan Jawa Timur.
Hasil evaluasi pelaksanaan IB di Jawa, tahun
1972-1974, yang dilaksanakan tahun 1974, menunjukan anka konsepsi yang dicapai
selama dua tahun tersebut sangat rendah yaitu antara 21,3 – 38,92 persen. Dari
survei ini disimpulkan juga bahwa titik lemah pelaksaan IB, tidak terletak pada
kualitas semen, tidak pula pada keterampilan inseminator, melainkan sebagian
besar terletak pada ketidak suburan ternak-ternak betina itu sendiri. Ketidak
suburan ini banyak disebabkan oleh kekurangan pakan, kelainan fisiologi anatomi
dan kelainan patologik alat kelamin betina serta merajalelanya penyakit kelamin
menular. Dengan adanya evaluasi terebut maka perlu pula adanya penyemopurnaan
bidang organisasi IB, perbaikan sarana, intensifikasi dan perhatian aspek
pakan, manajemen, pengendalian penyakit.
C. Tujuan, Keuntungan dan Kerugian Insemiasi Buatan
Tujuan Inseminasi Buatan
a) Memperbaiki mutu
genetika ternak;
b) Tidak mengharuskan
pejantan unggul untuk dibawa ketempat yang dibutuhkan sehingga mengurangi biaya
;
c) Mengoptimalkan
penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu yang
lebih lama;
d) Meningkatkan angka
kelahiran dengan cepat dan teratur;
e) Mencegah penularan /
penyebaran penyakit kelamin.
Manfaat /Keuntungan IB
a) Menghemat biaya
pemeliharaan ternak jantan;
b) Dapat mengatur jarak
kelahiran ternak dengan baik;
c) Mencegah terjadinya
kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding);
d) Dengan peralatan dan
teknologi yang baik spermatozoa dapat simpan dalam jangka waktu yang lama;
e) Semen beku masih dapat
dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun pejantan telah mati;
f) Menghindari kecelakaan
yang sering terjadi pada saat perkawinan karena fisik pejantan terlalu besar;
g) Menghindari ternak dari
penularan penyakit terutama penyakit yang ditularkan dengan hubungan kelamin.
Kerugian IB
a) Apabila identifikasi
birahi (estrus) dan waktu pelaksanaan IB tidak tepat maka tidak akan terjadi
terjadi kebuntingan;
b) Akan terjadi kesulitan
kelahiran (distokia), apabila semen beku yang digunakan berasal dari pejantan
dengan breed / turunan yang besar dan diinseminasikan pada sapi betina
keturunan / breed kecil;
c) Bisa terjadi kawin
sedarah (inbreeding) apabila menggunakan semen beku dari pejantan yang
sama dalam jangka waktu yang lama;
d) Dapat menyebabkan
menurunnya sifat-sifat genetik yang jelek apabila pejantan donor tidak dipantau
sifat genetiknya dengan baik (tidak melalui suatu progeny test).
Koleksi Semen
Salah satu kebutuhan utama inseminasi buatan (IB) agar dapat dilaksanakan
adalah tersedianya semen yang bermutu baik.
Langkah awal yang harus dilakukan adalah melakukan koleksi / penampungan
semen dari pejantan yang unggul. Semen
beku yang berkualitas akan didapat apabila koleksi semen dilakukan dengan baik
dan benar.
Cara penampungan semen banyak mengalami perubahan dan perkembangan sesuai
dengan perkembangan teknologi. Ada 3
metode koleksi semen yang biasanya digunakan pada ternak domestiik
1. Metode Pengurutan
(Masase) :
Metode
penampungan semen melalui pengurutan dapat diterapkan pada ternak besar (sapi, kerbau, kuda), dan
pada ternak unggas (kalkun dan ayam).
Pada ternak besar metode pengurutan ampulla dan vesikularis diterapkan apabila hewan jantan tersebut
memiliki potensi genetik tinggi akan
tetapi tidak mampu melakukan perkawinan secara alam, baik karena nafsu seksualnya rendah atau mempunyai
masalah dengan kakinya (lumpuh
atau pincang/ cedera). Semen yang dihasilkan
mempunyai kualitas rendah karena terkontaminasi
urine dan kuman-kuman pada preputium, kandungan cairan kelenjar Vesikularisnya tinggi atau tidak
seimbang komponennya dibandingkan dengan semen.
2. Metode
Elektrojakulator
Cara penampungan
ini dengan merangsang semsum tulang belakang antara vetebre lumbal keempat dan
tulang sakral menggunakan stimulasi listrik.
Aplikasi aliran listrik menyebabkan kontraksi tetanik semua urat daging
tubuh dan ketidaksanggupan motorik kaki-kaki belakang yang bersifat
sementara. Penampungan
semen menggunakan metode ini adalah upaya untuk memperoleh
semen dari pejantan yang memiliki kualitas genetik tinggi tetapi tidak mampu melakukan perkawinan secara
alam akibat gangguan fisik atau psikis.
(pincang, lumpuh, cidera, lamban dan tidak sanggup
menaiki pemancing). Metode ini saat ini lebih banyak diterapkan pada
ternak kecil seperti domba dan
kambing atau. pada sapi potong yang akan dijadikan pemacek pada
pemeliharaan secara ranch dan tidak terbiasa menggunakan vagina buatan. Semen yang dihasilkan mempunyai volume
dengan tingkat konsepsi yang tidak berbeda dengan menggunakan vagina buatan , tetapi konsentrasi sperma
sedikit lebih rendah.
3 Metode
Vagina Buatan
Penampungan
semen menggunakan vagina buatan merupakan metode yang paling
efektif diterapkan pada ternak besar (sapi, kuda, kerbau) ataupun ternak
kecil (domba, kambing, dan babi) yang normal (tidak cacat) dan libidonya
bagus. Kelebihan metode penampungan menggunakan vagina Buatan
ini adalah selain pelaksanaannya tidak serumit dua metode sebelumnya,
semen yang dihasilkannya pun maksimal. Hal ini terjadi karena
metode penampungan ini merupakan modifikasi dari perkawinan alam.
Sapi jantan dibiarkan menaiki pemancing yang dapat berupa ternak betina,
jantan lain, atau panthom (patung ternak yang didesain sedemikian rupa
sehingga oleh pejantan yang akan ditampung semennya dianggap sebagai
ternak betina). Ketika pejantan tersebut sudah menaiki pemancing dan
mengeluarkan penisnya, penis tersebut arahnya dibelokkan menuju mulut
vagina buatan dan dibiarkan ejakulasi di dalam vagina buatan.
Vagina buatan yang digunakan dikondisikan supaya
menyerupai kondisi (terutama dalam hal temperatur
dan kekenyalannya) vagina yang sebenarnya.
Mengingat
ternak jantan yang akan dijadikan sumber semen harus memiliki kondisi
badan yang sehat dan nafsu seksual yang baik, maka sebaiknya kita mengutamakan
metode penampungan semen menggunakan vagina buatan pada
ternak mamalia (sapi, kerbau, kuda, domba, dan kambing). Sedangkan pada ternak
unggas (ayam dan kalkun) pelaksanaannya akan lebih mudah menggunakan
metode pengurutan.
Penampungan
Semen dengan Metode Vagina buatan
a.
Penyiapan Vagina buatan
v Masukkan
selongsong karet tipis (inner liner) ke dalam selongsong
ebonit. Lipat kedua ujung selongsong karet tipis ke arah
luar dan rekatkan pada batang selongsong ebonit. Ikat pertautannya
menggunakan karet pengikat.
v Masukkan
air hangat (550 – 600 C) ke
dalam vagina buatan melalui lubang
yang tersedia. Pastikan bahwa volume air sudah mencapai
setengah volume vagina buatan. Tutup lubang air pada vagina
buatan dengan rapat.
v Pompakan
udara ke dalam vagina buatan melalui katup yang tersedia
sehingga selongsong karet tipis mengembang dan kedua permukaannya
bertemu satu sama lain.
v Oleskan
vaselin putih cair atau KY Jelly menggunakan batang pengaduk
sampai sepertiga panjang vagina buatan. Ukur
temperatur vagina buatan menggunakan thermometer. Temperatur
vagina buatan harus mencapai 410 – 440 C pada saat penis
ternak jantan memasukinya. Jadi perhitungkan penurunan suhu
karena panas yang hilang akibat terserap oleh material vagina
buatan dan lamanya waktu antara penyiapan vagina sampai pelaksanaan
penampungan.
v Pasang
corong karet pada ujung vagina buatan yang tidak diberi pelicin.
v Pasang
tabung penampung semen pada ujung corong karet.
v Kuatkan
pertautanya menggunakan pengikat karet.
v Lindungi
tabung penampung dari benturan dan terpaan cahaya matahari
dengan jalan membungkusnya menggunakan bahan yang
dapat menahaan benturan dan terpaan cahaya.
v Vagina
buatan siap untuk digunakan.
b.
Penyiapan Betina Pemancing
Ternak
jantan yang akan ditampung semennya harus dipancing supaya
ia mau melakukan perkawinan alam. Pemancing untuk keperluan
tersebut dapat menggunakan ternak jantan
sejenis, atau patung ternak (panthom).
Penampungan
menggunakan ternak hidup (jantan) sebagai pemancing memerlukan kandang kawin (service crate) untuk
menempatkan pemancing. Adapun bila menggunakan patung
ternak, kandang kawin tidak diperlukan. Langkah-langkah
penyiapan pemancing adalah sebagai berikut :
Masukkan ternak
pemancing ke dalam kandang kawin. Ikat
dengan baik dan
lehernya dijepit sehingga ternak tersebut tidak
dapat menarik
kepalaanya ke belakang.
c.
Pelaksanaan Penampungan Semen
Penampungaan
semen dilakukan oleh minimal dua orang. Satu orang operator
memegang vagina buatan untuk menampung semen, dan satu atau
dua orang lagi bertugas mengendalikan pejantan yang akan ditampung
semennya.
Pakailah
werkpack dan sepatu kandang (sepatu boot) sebelum mulai
bekerja.
v Petugas
yang akan melakukan penampungan semen berdiri di samping
kanan ternak pemancing.
v Satu atau
dua orang petugas lainnya membawa ternak jantan yang
akan ditampung semennya. Biarkan ternak jantan (sapi, kuda,
kerbau, atau domba/kambing) mendekati ternak pemancing. Biarkan
pejantan tersebut mengendus pemancing.
v Tarik tali
kekang pejantan agar berada di belakang ternak pemancing.
Biarkan ia menaiki pemancing.
v Pada saat
penis pejantan keluar dan menuju vagina, petugas yang
berdiri di samping pemancing menarik praeputium dengan ujung
jari telunjuk sampai kelingking tangan kiri ke arah luar kanan sehingga penis
tersebut tidak mengarah lagi ke lubang vagina
pemancing. Pada saat itu pula petugas yang memegang tali
kekang menarik pejantan ke arah belakang supaya turun dari tubuh
hewan pemancing. Tindakan menurunkan pejantan dari tubuh
pemancing disebut dengan istilah false mount. Lakukan dua
kali false mount.
v Setelah
pejantan diturunkan, ia akan lebih bernafsu untuk kembali menaiki
pemancing. Biarkan ia menaikinya. Pada saat penisnya keluar,
tarik lagi ke arah luar kanan dan
arahkan ujung penis tersebut tepat ke
mulut vagina buatan. Biarkan pejantan tersebut mendorong
penisnya memasuki vagina buatan daan melakukan ejakulasi.
Jangan sekali-sekali petugas mendorong vagina buatan karena
akan membuat pejantan kaget.
v Ketika
pejantan tersebut selesai ejakulasi, ia akan menarik penisnya
dari vagina buatan sambil menurunkan badannya dari punggung
pemancing. Penarikan penis harus terjadi secara alami,
artinya pejantan sendiri yang melepaskan penisnya dari vagina
buatan, bukan petugas yang menarik vagina buatan
dari penis.
v Posisikan
vagina buatan dengan bagian mulut di atas dan tabung penampung
di bawah secara tegak lurus supaya seluruh cairan semen
turun ke dalam tabung penampung. Bawa vagina buatan ke tempat
yang terlindung dari sinar matahari langsung dan lepaskan ikatannya
dari corong karet.
v Semen
dalam tabung penampung kemudian bawa ke laboratorium
untuk diperiksa kualitasnya.
Penampungan Semen
dengan Metode Pengurutan (Masase) pada Ayam
a. Penyiapan Ternak
v Penampungan
semen ayam sebaiknya dilakukan pada sore hari yaitu sekitar
pukul 15.00 – 16 00. Pada pagi hari sebelum diberi makan, bulu-bulu
yang tumbuh di sekitar kloaka ayam jantan digunting pendek supaya
kotoran yang keluar tidak tersangkut pada bulu-bulu tersebut. Pengguntingan
juga dimaksudkan agar pandangan ke arah kloaka pada
saat penam-pungan semen tidak terhalang bulu-bulu. Setelah pengguntingan
bulu ayam diberi makan sesuai dengan jatahnya.
v Setelah
agak siang, kira-kira jam 09.00 ayam dimandikan menggunakan
air dan sabun detergen supaya seluruh kotoran lepas
dari tubuhnya. Biarkan busa sabun bertahan selama kurang
lebih 15 menit dengan maksud agar kutu-kutu ayam mati. Setelah
itu ayam diguyur dengan air bersih sampai seluruh sisa air
sabun terbilas.
v Keringkan
tubuh ayam di bawah sinar matahari. Ayam dikurung menggunakan
kurungan ayam dengan alas gedek bambu jarang supaya
kaki dan tubuh ayam tidak berhubungan langsung dengan
tanah. Setelah tubuh dan bulunya kering, masukan ayam ke
dalam kandang dan beri air minum yang sudah dicampur dengan
vitamin. Ayam jangan dulu diberi makan (dipuasakan) pada
siang hari supaya pada saat penampungan tidak banyak kotoran
(faeces) yang keluar.
b. Pelaksanaan
Penampungan Semen
v Penampungan
semen dilakukan oleh dua orang pelaksana. Satu orang
bertugas melakukan pengurutan dan pemerahan semen, satu
orang lagi memegang kaki ayam dan menampung semen ke dalam
tabung penampung.
v Petugas
pertama duduk di atas bangku tanpa tangan-tangan. Ayam
diletakkan di atas paha kanannya dengan kepala ayam mengarah
ke belakang-kanan petugas bertama.
v Petugas
kedua berjongkok di depan petugas kedua. Tangan kirinya
memegang kedua kaki ayam; sedangkan tangan kanannya siap
dengan tabung penampung semen. Tangan kanannya juga memegang
kertas tissue yang akan digunakan untuk menghisap cairan
selain semen sewaktu pemerahan dilakukan oleh petugas pertama.
v Petugas
pertama melakukan pengurutan bagian punggung ayam jantan
menggunakan telapak tangan kanan dari arah pangkal leher
ke pangkal ekor. Pengurutan dilakukan beberapa kali sampai
ayam terangsang (ereksi) yang ditandai dengan peregangan
tubuh dan pencuatan papilae dari dalam kloaka.
v Pada saat
pencuatan papilae terjadi maksimal, ibu jari dan telunjuk
petugas pertama memijit ke dua sisi – kiri dan kanan - kloaka
ke arah dalam sehingga dari papilae tersebut keluar cairan semen
yang ber-warna putih kental seperti air susu. Petugas ke dua
segera menam-pung semen yang keluar tersebut ke dalam tabung
penampung.
v Pada saat
pemerahan semen, kadang terjadi pengeluaran faeces (kotoran
ayam) atau cairan bening encer. Pada kasuss tersebut, petugas
ke dua harus sigap untuk menghisap benda/cairan bukan semen
menggunakan kertas tissue.
v Semen yang
tertampung segera bawa ke laboratorium untuk diperiksa
volume dan kualitasnya. Ayam jantan dikembalikan ke kandangnya
dan segera berikan pakan secukupnya.
Comments
Post a Comment