PENGARUH PENGOLAHAN KARBOHIDRAT
I. PENDAHULUAN
Karbohidrat merupakan sumber kalori utama, sumber kalori
yang murah dan juga menghasilkan serat-serat (dietary fiber) yang
berguna bagi pencernaan. Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan
karateristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain-lain.
Karbohidrat berguna untuk mencegah timbulnya ketosis, pemecah protein tubuh
yang berlebihan, kehilangan mineral, dan berguna untuk membantu metabolisme
lemak dan protein
Karbohidrat banyak
terdapat dalam bahan makanan nabati berupa gula sederhana, heksosa, pentosa maupun karbohidrat
dengan berat molekul yang komplek seperti pati, pektin, selulosa, dan lignin. Pada hasil ternak khususnya daging,
karbohidrat terdapat dalam bentuk glikogen
yang tersimpan dalam jaringan otot dan hati. Karbohidrat yang
terdapat pada daging ternak terdiri dari glikogen. Pada daging yang berwarna merah terdapat
gula dalam jumlah kecil (D-glukosa, D-fruktosa,
dan D-ribosa) yang terekstraksi ke dalam kaldu daging. Pada susu karbohidrat
terdapat dalam bentuk laktosa,
air susu sapi mengandung sekitar 5% laktosa, tetapi pada susu skim kering
terkandung lebih dari 50% laktosa.
Dalam kehidupan sehari-hari pengolahan pangan perlu dilakukan agar didapat bahan pangan yang aman serta memiliki nilai gizi yang dapat dimanfaatkan
secara maksimal dan dapat diterima secara sensori yang meliputi penampakan (aroma, rasa, mouthfeel, aftertaste)
dan tekstur (kekerasan, kelembutan, konsistensi, kekenyalan, kerenyahan).
Di satu sisi pengolahan dapat menghasilkan produk pangan
dengan sifat-sifat yang diinginkan yaitu aman, bergizi dan dapat diterima
dengan baik secara
sensori. Di sisi lain, pengolahan juga dapat menimbulkan hal
yang sebaliknya yaitu menghasilkan senyawa toksik
sehingga produk menjadi kurang atau tidak aman, kehilangan zat-zat gizi dan
perubahan sifat sensori ke arah yang kurang disukai dan kurang diterima seperti
perubahan warna, tekstur, bau dan rasa yang kurang atau tidak disukai. Dengan
demikian diperlukan suatu usaha optimasi dalam suatu pengolahan agar apa yang
diinginkan tercapai dan apa yang tidak diinginkan ditekan sampai minimal. Untuk
itulah pentingnya pengetahuan akan pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi dan
keamanan pangan. Walaupun demikian, hal yang lebih penting adalah bagaimana
seharusnya melakukan suatu pengolahan pangan agar bahan pangan yang kita
hasilkan bernilai gizi tinggi dan aman.
II. ISI
Ditinjau dari nilai gizinya, karbohidrat dalam bahan
pangan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1.
Karbohidrat yang
dapat dicerna, seperti monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa dsb);
disakarida (sukrosa, maltosa, laktosa) serta pati; dan.
2.
Karbohidrat yang
tidak dapat dicerna, seperti oligosakarida penyebab flatulensi (stakiosa,
rafinosa dan verbaskosa) serta serat pangan (dietary fiber) yang terdiri dari
selulosa, pektin, hemiselulosa, gum dan lignin.
Pengaruh
pemanggangan terhadap karbohidrat umumnya terkait dengan terjadinya hidrolisis.
Sebagai contoh, pemanggangan akan menyebabkan gelatinisasi pati yang akan
meningkatkan nilai cernanya. Sebaliknya, peranan karbohidrat sederhana dan
kompleks dalam reaksi Maillard dapat menurunkan ketersediaan karbohidrat dalam
produk-produk hasil pemanggangan.
Reaksi Maillard (interaksi protein dan gula pereduksi) merupakan reaksi antara protein dengan
gula-gula pereduksi merupakan sumber utama menurunnya nilai gizi protein pangan
selama pengolahan dan penyimpanan. Reaksi Maillard ini dapat terjadi pada waktu
pembuatan (pembakaran) roti, produksi “breakfast cereals” (serpihan jagung,
beras, gandum, dll) dan pemanasan daging terutama bila terdapat bahan pangan
nabati tetapi yang
paling penting adalah selama pengolahan susu (sapi) dengan pemanasan karena susu merupakan bahan pangan berprotein
tinggi yang juga mengandung gula pereduksi (laktosa) dalam jumlah tinggi. Reaksi Maillard dalam produk bahan pangan seperti pemasakan dirumah-rumah tangga dan pengalengan makanan secara komersil hanya memberi sedikit pengaruh terhadap nilai gizi
protein bahan pangan. Akan tetapi proses industri
lainnya yang
menyangkut penggunaan panas pada kadar air yang rendah, misalnya selama
pengeringan dan pembakaran (roti) serta proses penyimpanan selanjutnya dari produk yang dihasilkan dapat
mengakibatkan penurunan gizi yangcukup besar. Reaksi Maillard dapat terjadi, misalnya selama
produksi pembakaan roti. Kehilangan tersebut, terutama terjadi pada bagian yang berwarna coklat (crust) yang mungkin karena terjadinya reaksi dengan gula
pereduksi yang dibentuk selama proses fermentasi tetapi tidak habis digunakan
oleh khamir (dari ragi roti). Meskipun gula-gula nonreduksi (misalnya sukrosa)
tidak bereaksi dengan protein pada suhu rendah tetapi pada suhu tinggi ternyata dapat menimbulkan
reaksi Maillard yang menyebabkan terjadinya pemecahan
ikatan glikosidik dari sukrosa dan menghasilkan glukosa dan fruktosa.
Proses ekstrusi HTST (high temperature, short time)
diketahui dapat mempengaruhi struktur fisik granula pati metah, membuatnya
kurang kristalin, lebih larut air dan mudah terhidrolisis oleh enzim. Proses tersebut
dikenal dengan istilah pemasakan atau gelatinisasi. Karena kondisi kelembaban
rendah pada ektruder, gelatinisasi secara tradisional yang melibatkan perobekan
(swelling) dan hidrasi granula pati tidak terjadi.
Suatu penelitian telah dilakukan untuk mengukur
hidrolisis tepung dan pati gandum secara in vitro menggunakan alfa-amilase
saliva dan secara in vivo dengan mengukur tingkat glukosa plasma dan insulin
tikus percobaan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa proses ekstrusi
membuat pati lebih peka terhadap alfa-amilase bila dibandingkan dengan
perebusan. Kondisi ekstrusi yang ekstrim meningkatkan kadar gula dan insulin
dalam plasma lebih cepat dibandingkan dengan proses perebusan.
Melalui penelitian lain dilaporkan bahwa beberapa hasil
hidrolisis pati dihasilkan selama proses ekstrusi. Adanya mono-dan
oligosakarida, seperti glukosa, fruktosa, melibiosa, maltosa dan maltriosa
membuktikan bahwa polisakarida didegradasi selama proses ekstrusi untuk
menghasilkan produk yang lebih mudah dicerna.
Selain itu juga diteliti pengaruh ekstrusi terhadap
fraksi amilosa dan amilopektin tepung gandum dan singkong. Hasilnya menunjukkan
bahwa rantai makromolekul terpecah menjadi dua molekul tersebut, amiloda dan
amilopektin yang diindikasikan dari viskositas, permeasi gel-kromatografi dan
berat molekul rata-ratanya. Perubahan terhadap daya cernanya tidak secara
spesifik diukur tetapi diduga kedua fraksi pati tersebut menjadi lebih mudah
dicerna.
Selama proses ektrusi juga terjadi pembentukan senyawa
kompleks antara amilosa dengan lipida. Pati singkong diekstrusi menggunakan
ekstruder twin-screw dengan jumlah dan jenis asam lemak yang bervariasi (C2
hingga C18), monogliserida, emulsifier (calcium stearyl lactylate) dan lemak
murni. Kelembaban awal ingredien 22% dan suhu ekstrusi bervariasi antara
200-225˚C. Sampel diekstrusi dengan 2% asam lemak C12 atau yang lebih panjang
lagi, monogliserida dan emulsifier terbentuk senyawa kompleks antara fraksi amilosa
pati dengan bahan-bahan tersebut. Kelarutan dalam air senyawa kompleks pati
tersebut menurun seiring dengan meningkatnya panjang rantai asam lemak yang
dikompleknya. Senyawa kompleks fraksi amilosa tersebut resisten terhadap
amilolisis oleh enzim alfa-amilase sehingga menurunkan daya cerna pati yang
banyak mengandung amilosa secara in vitro.
Fraksi larut etanol 80% pati kentang yang diekstrusi
dengan twin-screw ekstruder menunjukkan peningkatan oligosakarida dengan berat
molekul di bawah 2000 seiring dengan meningkatkan temperatur proses. Hal ini
menunjukkan bahwa teknologi ekstrusi berpotensi untuk diaplikasikan dalam
industri makanan bayi mengingat anak-anak kemungkinan defisiensi enzim enzim
yang memecah rantai cabang yang terdapat dalam pati. Seperti telah disebutkan
sebelumnya bahwa serat pangan terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin,
pektin, beberapa jenis gum dan getah. Berbagai uji telah diterapkan untuk
mengukur serat pangan termasuk metode penentuan kadar serat kasar secara klasik
yang hasilnya biasanya lebih rendah dibandingkan penentuan serat pangan secara
enzimatis. Istilah serat kasar berbeda dengan serat pangan. Serat kasar (crude
fiber) merupakan bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh
bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan serat kasar seperti 1.25%
H2SO4 dan 1.25% NaOH.
Pemasakan karbohidrat diperlukan untuk mendapatkan daya cerna pati yang
tepat karena karbohidrat merupakan sumber kalori. Pemasakan juga
membantu pelunakan diding sel sayuran dan selanjutnya memfasilitasi daya cerna
protein. Bila pati dipanaskan, granula-granula pati membengkak dan pecah dan
pati tergalatinisasi. Pati masak lebih mudah dicerna daripada pati mentah. Sedangkan serat pangan adalah bagian dari bahan pangan
yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan. Oleh karena itu,
nilai kadar serat kasar biasanya lebih rendah dari serat pangan karena asam
sulfat dan natrium hidroksida mempunyai kemampuan yang lebih besar dalam
menghidrolisis komponen bahan pangan dibandingkan dengan enzim-enzim
pencernaan.
Serealia dan kulit sekamnya dianggap merupakan sumber
serat yang baik. Oleh karena bahan tersebut banyak mengalami proses pengolahan
terutama ekstrusi, maka diperkirakan terdapat pengaruh pengolahan terhadap
kandungan seratnya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa
proses ekstrusi hanya sedikit mempengaruhi kandungan serat dalam bahan pangan
yang diuji.
Bahan pangan
yang dominan kandungan karbohidratnya seperti singkong, ubi jalar, gula pasir,
dll. Dalam pengolahan yang melibatkan pemanasan yang tinggi karbohidrat
terutama gula akan mengalami karamelisasi (pencoklatan non enzimatis). Warna
karamel ini kadang-kadang justru dikehendaki, tetapi jika dikehendaki
karamelisasi yang berlebihan sebaiknya tidak diharapkan .
Faktor pengolahan juga sangat
berpengaruh terhadap kandungan karbohidrat, terutama seratnya. Beras giling
sudah barang tentu memiliki kadar serat makanan dan vitamin B1 (thiamin) yang
lebih rendah dibandingkan dengan beras tumbuk. Demikian juga pencucian beras
yang dilakukan berulang-ulang sebelum dimasak, akan sangat berperan dalam
menurunkan kadar serat. Pengolahan buah menjadi sari buah juga akan menurunkan
kadar serat karena banyak serat akan terpisah pada saat proses penyaringan.
Selain itu, terdapat bahan olahan lainnya yang berasal
dari karbohidrat yakni permen. Permen adalah suatu variasi produk
yang kebanyakan terbuat dari karbohidrat. Permen dijadikan sebagai bahan
makanan selingan yang banyak dikonsumsi hanya sekedar untuk makanan kecil (snack). Walaupun terbuat dari
karbohidrat tidak akan cukup energi yang dihasilkan oleh permen untuk keperluan
energi yang dibutuhkan menusia. Produk ini
dibuat dengan mendidihkan campuran gula dan air bersama dengan bahan pewarna
dan pemberi rasa sampai tercapai kadar air kira-kira 3 %. Biasanya suhu
digunakan sebagai penunjuk kandungan padatan untuk
dikristalkan ( Lehninger,
1993).
Kristalisasi merupakan metode
pemisahan untuk memperoleh zat padat yang terlarut dalam suatu larutan. Dasar
metode ini adalah kelarutan bahan dalam suatu pelarut dan perbedaan titik beku.
Contohnya adalah pembuatan gula putih dari tebu. Batang tebu
dihancurkan dan diperas untuk diambil sarinya, kemudian diuapkan dengan penguap
hampa udara sehingga air tebu tersebut menjadi kental, lewat jenuh, dan terjadi
pengkristalan gula. Kristal ini kemudian dikeringkan sehingga diperoleh gula
putih atau gula pasir. (Suhardjo,1986)
Sering terjadi, bila suatu
larutan menjadi dingin, padatannya akan mengendap. Partikel padatan tersebut akan menjadi suatu bentuk
geometrik yang khas, yang dikenal sebagai kristal. Kristalisasi merupakan suatu
cara yang bermanfaat dalam pemurnian suatu padatan. Dalam industri pangan
digunakan untuk memurnikan berbagai bahan yang dapat mengkristal seperti gula,
garam, dan asam sitrat (Gaman, 1992).
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous.
2012. Karbohidrat. http://happywinmeta.blogspot.com/2012/10/karbohidrat.html diakses pada 14 September 2013
Fathony, Irsyad. 2011. Pengaruh
Pengolahan Terhadap Nilai Gizi. http://irsyadfathony.blogspot.com/2011/04/pengaruh-pengolahan-terhadap-nilai-gizi.html
diakases pada 15 September 2013
Gaman, P. M. dan K. B. Sherrington. 1992. ILMU PANGAN Pengantar Ilmu
Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Lehninger. 1993. Dasar-Dasar
Biokimia I. Erlangga, Jakarta.
Suhardjo, L.J. Harper., B.J. Deaton., J.A.
Driskel. 1986. Pangan gizi dan Pertanian. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
III. KESIMPULAN
Adapun
kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil pembahasan diatas antara lain, yaitu :
1. Pengaruh pengolahan terhadap karbohidrat dapat berasal
dari pemanggangan, pemasakan dengan suhu tinggi maupun pengkristalan
(pendinginan pada suhu tertentu),
2. Pemanggangan pada karbohidrat akan menyebabkan
gelatinisasi pati yang akan meningkatkan nilai cernanya sedangkan pemasakan
dengan suhu tinggi akan membentuk karamelisasi (terutama gula) sehingga nilai
cernanya akan menurun, dan
3. Pengolahan dengan pengkristalisasian berpengaruh besar
terhadap industri pangan sebab dapat digunakan
untuk memurnikan berbagai bahan yang dapat mengkristal seperti gula, garam, dan
asam sitrat.
Comments
Post a Comment