PENILAIAN KARKAS

1
BAB 1.  PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang

Karkas sapi adalah tubuh sapi sehat yang telah disembelih, utuh atau dibelah
membujur sepanjang tulang belakangnya, setelah dikuliti, isi perut dikeluarkan
tanpa kepala, kaki bagian bawah dan alat kelamin sapi jantan atau ambing sapi
betina yang telah melahirkan dipisahklan dengan/atau tanpa ekor.

Kualitas karkas adalah nilai karkas yang dihasilkan oleh ternak relatif terhadap suatu kondisi pemasaran.  Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan.  Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan termasuk bahan aditif (hormon, antibiotik atau mineral), dan stres.  

Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging antara lain meliputi metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH karkas dan daging, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging, hormon dan antibiotik, metode penyimpanan dan preservasi, macam otot daging dan lokasi pada suatu otot daging.


2
2
Pengetahuan tentang kualitas karkas dan bagian potongan-potongan karkas sangat penting, tentunya didalam proses pemasaran dan konsumsi oleh konsumen.  Oleh karena itu disusunlah makalah ini untuk mengetahui bagaimana kualitas karkas yang baik serta bagian-bagian tubuh sapi mana saja yang termasuk didalam karkas.

B.  Tujuan
Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui:
1.            pengertian dan bagian karkas sapi;
2.            klasifikasi dan persyaratan karkas sapi;
3.            penilaian kualitas karkas sapi;
4.            faktor yang mempengaruhi produksi dan kualitas karkas pada sapi.














BAB II.  HASIL DAN PEMBAHASAN

A.      Pengertian Karkas Sapi

Karkas sapi adalah tubuh sapi sehat yang telah disembelih, utuh atau dibelah
membujur sepanjang tulang belakangnya, setelah dikuliti, isi perut dikeluarkan
tanpa kepala, kaki bagian bawah dan alat kelamin sapi jantan atau ambing sapi
betina yang telah melahirkan dipisahklan dengan/atau tanpa ekor.

Kepala dipotong diantara tulang ocipital (os occipitale) dengan tulang tengkuk
pertamam (atlas). Kaki depan dipotong diantara carpus dan metacarpus; kaki
belakang dipotong diantara tarsus dan metatarsus.  Jika diperlukan untuk
memisahkan ekor, maka paling banyak dua ruas tulang belakang coccygeal
(caudalis) terikut karkas (SNI, 1995).

B.     Klasifikasi dan Persyaratan Karkas Sapi

Karkas sapi dalam standar ini digolongkan kedalam 3 (tiga) jenis mutu, yaitu
Mutu I, Mutu II dan Mutu III.  Persyaratan karkas sapi yaitu tanpa bahan pengawet dan bahan tambahan, serta memenuhi syarat mutu sebagaimana dalam tabel berikut.




Tabel 1.  Syarat Mutu Karkas Sapi.
4
No
Karakteristik
Syarat Mutu
Mutu I
Mutu II
Mutu III
1
2
3
4
5
1
Penampakan
Agak lembab
Agak kering
Kering
2
Tekstur
Lembut dan kosmpak
Agak keras dan kurang kompak
Keras dan tidak kompak
3
Warna
Merah khas daging
Merah khas daging dan agak heterogen
Merah khas daging dan heterogen
4
Lemak Panggul
Tebal
Agak tipis
Tipis
5
Umur
Muda/dewasa
Muda/dewasa
Muda/dewasa
6
Salmonela
Negatif
Negatif
Negatif
7
E. Coli
Negatif
Negatif
Negatif

Sumber:  SNI 01 - 3932 – 1995.
C.    Pengawasan Mutu dan Analisis

Penandaan dan pengawasan mutu dilakukan tehadap setiap karkas sapi
secara individual pada saat pemeriksaan post mortem, oleh Petugas yang
berwenang.  Pengambilan contoh dan analisis dilakukan dengan cara mengambil secara acak dari setiap partai karkas dengan berpedoman pada tabel berikut.

Tabel 2.  Pengambilan Contoh Karkas Sapi.
Jumlah Karkas
Jumlah Contoh
< 50
2
50—100
3
101—250
4
251—500
6
501—1000
8

Sumber:  SNI 01 - 3932 – 1995.

Analisis daging meliputi penampakan, tekstur, warna dan umur dilakukan secara visual serta tebal lemak panggul ditentukan dengan metoda Yeates.  Pengukuran


5
tebal lenak subkutan merupakan angka rata-rata 2 lokasi pengukuran pada
lokasi X dan lokasi Y pada penampang melintang irisan yang dibuat untuk
memisahkan seperempat depan dengan seperempat belakang karkas, yaitu pada
daerah antara rusuk ke -10 dan ke -11.  Tebal lemak subkutan X ialah lokasi yang merupakan jarak terdekat garis lateral lingkaran otot longissimus dorsi dengan permukaan lemak subkutan.  Pengukuran tebal lemak subkutan Y ialah lokasi yang merupakan jarak tegak lurus permukaan lemak subkutan dengan garis atau otot trapezius.  Tingkat ketebalan lemak subkutan merupakan indikasi status gizi ternak pada umur yang sama.  Penentuan umur berdasarkan tabel berikut ini.

Tabel 3.  Penentuan Umur.
Sifat-sifat Kerangka
Umur Kronologis
Ruas-ruas tulang belakang sacral berwarna keabu-abuan dan sudah merupakan satu kesatuan.  Tulang rawan bagian akhir lumbar sudah mengalami penulangan tetapi masih dapat dibedakan dengan ruas-ruas tulang belakang.  Separuh tulang rawan osterior thoracic mengalami penulangan; seperempat tulang rawan tulang rawan antherior thoracic mengalami penulangan.  Tulang rusuk lebar dan pipih.
Muda
Ruas-ruas tulang belakang sacral berwarna keabu-abuan dan  merupakan satu kesatuan. Tulang rawan bagian akhir lumbar telah sempurna mengalami penulangan, berwarna keabu-abuan.  Sebagian besar tulang rawan
posterior thoracic mengalami penulangan. Tulang rusuk lebar dan pipih.
Dewasa
Penulangan lebih sempurna lagi dibandingkan karkas kelompok umur 5 tahun.
Tua

Sumber:  SNI 01 - 3932 – 1995.

Salmonella dan E. Coli ditentukan berdasarkan pengujian dengan metoda yang cepat, sesuai dengan peraturan kesehatan masyarakat veteriner yang berlaku.
D.    Penilaian Karkas
6

Evaluasi terhadap kualitas dan kesehatan daging dapat dilakukan secara subjektif dan objektif.  Penilaian secara subjektif meliputi penilaian terhadap warna, bau, keempukan dan cita rasa, sedangkan penilaian objektif dapat dilakukan dengan bantuan alat-alat laboratoris atau dengan standar perbandingan penilaian objektif meliputi penilaian terhadap pH, kepualaman dan komposisi kimia daging. Kualitas daging yang baik dengan kesehatan daging yang memadai dan boleh beredar di masyarakat sebaiknya mempunyai keasaman antara 5,3 – 5,8tidak terdapat tenunan pengikat, kepualamannya bernilai 3, beban kuman maksimum 0,5 juta/gr, sedangkan untuk coliform maksimum 100/gr daging. (Arka, 1994).

Persentase recahan karkas dihitung sebagai berikut:
Persentase recahan karkas = Jumlah berat recahan / berat karkas x 100 %
Istilah untuk sisa karkas yang dapat dimakan disebut edible offal, sedangkan yang tidak dapat dimakan disebut inedible offal (misalnya: tanduk, bulu, saluran kemih, dan bagian lain yang tidak dapat dimakan) (Sumiyati, 2010).

Faktor-faktor yang mempengaruhi persentase karkas adalah konformasi tubuh dan derajat kegemukan. Ternak yang gemuk, persentase karkasnya tinggi dan umumnya berbentuk tebal seperti balok. Ternak yang langsing, badan panjang, leher panjang dan berbentuk segitiga seperti sapi perah, persentase karkasnya rendah.  Faktor lain yang mempengaruhi persentase karkas adalah jumlah pakan dan air yang ada pada saluran pencernaan ternak. Bila jumlahnya cukup banyak maka persentase karkasnya akan rendah. Kulit yang besar dan juga tebal juga akan berpengaruh terhadap persentase karkas (Sumiyati, 2010).
7
Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan termasuk bahan aditif (hormon, antibiotik atau mineral), dan stress. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging antara lain meliputi metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH karkas dan daging, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging, hormon dan antibiotik, lemak intramuskuler atau marbling, metode penyimpanan dan preservasi, macam otot daging dan lokasi pada suatu otot daging (Sumiyati, 2010).

Faktor kualitas daging yang dimakan terutama meliputi warna, keempukan dan tekstur, flavor dan aroma termasuk bau dan cita rasa dan kekasan jus daging (juiciness).  Disamping itu, lemak intramuskular, susut masak (cooking loss) yaitu berat sampel daging yang hilang selama pemasakan atau pemanasan, retensi cairan dan pH daging, ikut menentukan kualitas daging (Sumiyati, 2010).

Daging dari karkas mempunyai beberapa golongan kualitas kelas sesuai dengan lokasinya pada rangka tubuh.  Daging kualitas pertama adalah daging di daerah paha (round) kurang lebih 20%, nomor dua adalah daging daerah pinggang (loin), lebih kurang 17%, nomor tiga adalah daging daerah punggung dan tulang rusuk (rib) kurang lebih 9%, nomor empat adalah daging daerah bahu (chuck) lebih kurang 26%, nomor lima adalah daging daerah dada (brisk) lebih kurang 5%, nomor enam daging daerah perut (frank) lebih kurang 4%, nomor tujuh adalah daging daerah rusuk bagian bawah sampai perut bagian bawah (plate & suet) lebih kurang 11%, dan nomor delapan adalah daging bagian kaki depan (foreshank) lebih kurang 2,1%.  Persentase bagian-bagian dari karkas tersebut di atas dihitung dari berat karkas (100%) (Puspitasari, 2010).  Bagian-bagian karkas dapat dilihat pada gambar berikut.
8
 

Gambar 1.  Bagian-bagian Karkas Sapi.

Pada daging merah yang lemak visualnya sudah dibuang, kandungan lemaknya masih tetap bervariasi tergantung pada kandungan lemak marbling didalam daging. Daging dengan lemak marbling yang lebih besar otomatis akan lebih tinggi kandungan lemaknya (Puspitasari, 2010). 

Marbling adalah istilah populer untuk lemak intramuskuler, yakni lemak yang secara visual terlihat sebagai butiran lemak putih yang tersebar diantara serat-serat daging. Jika lemak sub-kutan dan lemak yang terletak antar otot daging bisa dibuang, maka lemak marbling tidak. Sehingga, untuk memilih daging yang berlemak rendah, maka pilihlah daging yang lemak marblingnya sedikit (Puspitasari, 2010).   Penampakan lemak marbling pada daging sapi dapat dilihat pada gambar berikut.
9
.  
 Gambar 2.  Penampakan marbling daging sapi (US Meat Export Federation).

Tabel untuk pedoman melakukan pemberian skor kegemukan karkas (carcass fatness)  seperti disajikan pada Tabel 4. (Puspitasari, 2010). 
Tabel 4.  Pedomaan Skor Kegemukan Karkas.

Skor Lemak
Deskripsi
Pengukuran tebal lemak punggung antara rusuk 9 dan 10 (mm)
1
Vey lean (amat ramping))
1 atau kurang
2
Lean (ramping)
2 sampai 4
3
Medium (menengah)
5 sampai 7
4
Fat (gemuk)
8 sampai 11
5
Very Fat (sangat gemuk)
12 atau lebih

Sumber : Puspitasari (2010). 
10
Konformasi Butt Shape adalah keselarasan bentuk paha dengan konformasi
karkas secara keseluruhan, yang menyangkut kerangka, perototan dan
perlemakan.  Skor shape digunakan pada banyak sistem deskripsi karkas sapi
potong di seluruh dunia.  Skor shape A, B dan C mempunyai harga daging yang lebih mahal daripada skor D dan E. Sebagai Ilustrasi, standar skor butt shape menurut Aus-meat (1995) dapat dilihat pada Gambar 3.


Gambar 3. Standar penilaian konformasi butt shape.

Pada studi pertumbuhan karkas, Taylor et al. (1996) menemukan bahwa
butt shape erat hubungannya dengan lemak dibandingkan otot.  Studi tersebut
menggunakan karkas yang berat (heavyweight) dan lemak penutup karkas dalam
kisaran yang luas.  Johnson et al. (1991) menyatakan bahwa karkas secara
kuantitaif cenderung lebih baik jika kisaran berat karkas diperluas, sedangkan
Priyanto (1993) menemukan bahwa perbedaan tipe kedewasaan berhubungan
dengan genotif pada karkas yang ringan (lightweight) dan berlemak.  
Hasil penelitian Priyanto (1993) menunjukkan bahwa lemak subkutan
11
memainkan peranan penting dalam penentuan butt shape.  Menurut Johnson et al.
(1996) pada masa yang akan datang lemak subkutan penting dalam meningkatkan
bentuk morfologi sapi.  Proporsi total lemak yang di deposit di bawah kulit akan merefleksikan secara langsung kuantitas seleksi sifat-sifat sapi potong.  Field (1966) mencatat bahwa lemak subkutan adalah jaringan tubuh yang ditempatkan dengan baik untuk meningkatkan bentuk luar.  Johnson et al. (1996) menyatakan bahwa hasil yang baik sebagai gambaran image analysis dalam pengujian karkas memungkinkan kebebasan terhadap koreksi lemak subkutan.

Bobot Karkas.  Bobot karkas merupakan salah satu parameter yang penting dalam sistem evaluasi karkas. Sebagai indikator, karkas bukanlah merupakan prediktor produktivitas karkas yang baik karena adanya variasi tipe bangsa, nutrisi dan jenis pertumbuhan jaringan sehingga mengakibatkan penurunan tingkat akurasi (Johnson dan Priyanto, 1991).  Untuk memperkecil sumber keragaman tersebut bobot karkas perlu dikombinasikan dengan variabel lain seperti tebal lemak subkutan dan luas urat daging mata rusuk (loin eye area) dalam memprediksi bobot komponen karkas dan hasil daging (Priyanto et al., 1993). 
Pengaruh bobot karkas menjadi nyata apabila dikombinasikan dengan lemak subkutan dalam memprediksi persentase daging dengan tingkat akurasi yang relatif tinggi.

Tebal Lemak Punggung (Subkutan). Tebal lemak punggung adalah tebal lemak subkutan yang diukur antara rusuk 12 dan 13 di atas urat daging mata rusuk pada posisi tiga per empat panjang irisan melintang urat daging mata rusuk.  Lemak subcutan berfungsi sebagai pelindung karkas dari proses pendinginan dan akan mempengaruhi kualitas daging.  Tebal lemak subcutan pada rusuk 12 dan 13 menunjukkan hubungan yang sangat kuat dengan persentase lemak karkas dan persentase daging (Johnson dan D.G. Taylor,  1993). 
12
 

Tebal lemak penutup karkas, merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan perlemakan karkas (Priyanto et al., 1997). Johnson dan Priyanto (1991) melaporkan bahwa pada kisaran bobot karkas 153—267 kg, tebal lemak subkutan di daerah rump merupakan indikator yang baik dalam mengetahui perlemakan dan perototan karkas dengan tingkat akurasi yang tinggi.  Banyaknya lemak subkutan yang menutupi karkas merupakan faktor penting dalam menentukan nilai karkas, dengan mengukur ketebalan lemak punggung.

Luas Urat Daging Mata Rusuk.  Daging tanpa lemak (lean) merupakan komponen karkas terbesar dan bernilai tinggi baik ditinjau dari segi nutrisi maupun ekonomi.  Luas daerah mata rusuk (udamaru) merupakan indikator perdagingan yang umum digunakan. Namun demikian, luas urat daging mata rusuk tidak dapat digunakan sebagai indikator tunggal dalam menduga produksi daging, melainkan hanya sebagai prediktor pelengkap (Johnson et al., 1993). Luas urat daging mata rusuk dipengaruhi oleh bobot hidup dan berkorelasi positif dengan bobot karkas juga dipengaruhi oleh jenis kelamin dan bangsa sapi
(Hafid, H.H., dan R. Priyanto, 2006).

Persentase Lemak Ginjal, Pelvis dan Jantung.  Lemak pada sapi cenderung lebih banyak disimpan pada ginjal dan bagian rongga pelvis. Banyaknya lemak ini bervariasi antara spesies dan merupakan faktor penting dalam menentukan nilai karkas.  Perlemakan yang berlebihan akan menurunkan proporsi daging yang dihasilkan. Lemak sapi cenderung lebih banyak disimpan pada ginjal dan bagian pelvis.  Banyaknya lemak pelvis, ginjal dan jantung merupakan faktor penting dalam menentukan nilai karkas. Persentase lemak sapi akan bertambah selama terjadi pertumbuhan (Hafid, H.H., dan R. Priyanto,  2006)
13
 

Pengaruh Bangsa Sapi.  Produksi karkas sangat dipengaruhi oleh bangsa sapi yang dipotong.  Menurut Yosita et al. (2010), perbedaan bangsa sapi menghasilkan karakteristik karkas yang berbeda.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara jenis bangsa PO, Bali dan  ACC, yaitu sebagai berikut.


Tabel 5. Rataan Bobot Potong, Bobot  Karkas, Panjang  Karkas, Persentase Karkas,  dan Tebal Lemak Punggung dan Indeks Perdagingan Sapi Bali, PO dan ACC
Variabel Respon
Bangsa Sapi
Bali
PO
ACC
Bobot Potong (kg)
344,60
343,40
381,33
Bobot Karkas (kg)
183,47
161,27
193,67
Panjang Karkas (cm)
125,00
123,53
120,07
Persentase Karkas (%)
53,26
46,96
51,27
Tebal Lemak Punggung (mm)
8,40
6,03
9,53
Indeks Perdagingan
1,47
1,31
1,61

Sumber:  Yosita et al. (2010).

Pengaruh Jenis Kelamin.  Faktor lain yang sangat mempengaruhi persentase karkas sapi adalah jenis kelamin, sebagaimana menurut Saka et al. (2011),  pada sapi-sapi jantan amat nyata (P<0,01) atau amat sangat nyata (P<0,001) mempunyai berat karkas segar (BKS), FI, dan luas UDMR yang lebih tinggi daripada sapi-sapi betina.  Tetapi, sapi jantan amat nyata atau amat sangat nyata mempunyai tebal lemak punggung, skor warna lemak dan kegemukan karkas lebih kecil dibandingkan sapi-sapi betina; sedangkan untuk peubah panjang karkas, skor warna daging dan nilai pHU tidak berbeda nyata antara sapi-sapi dari kedua jenis kelamin tersebut.  Persentase  karkas amat sangat nyata (P<0,001) 16,4 % lebih  berat dari pada sapi-sapi betina.  Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada
14
Tabel 6.

Tabel 6.  Efek Jenis Kelamin Terhadap Karakteristik Karkas Sapi Bali.
No
Jumlah Sapi dan
Karakteristik Karkas
Jenis Kelamin
Simpangan Baku (SE)
Signifikasi
Jantan
Betina
1
Jumlah Sapi (ekor)
170
49
-
-
2
Berat Karkas Segar (kg)
170,2a
146,2b
6,166
P<0,001
3
Panjang Karkas (cm)
117,6 a
116,0a
1,317
P<0,05
4
Fleshing Indeks (kg/cm)
1,55a
1,2b
0,041
P<0,001
5
Luas UDMR (cm2)
62,2a
55,6b
2,242
P<0,01
6
Tebal Lemak Punggung (mm)
10,7a
14,7b
1,023
P<0,001
7
Skor Kegemukan Karkas
2,4a
2,8b
0,127
P<0,01
8
Skor Warna Lemak
2,8a
3,9b
0,156
P<0,001
9
Skor Warna Daging
4,1a
4,1a
0,174
P<0,05
10
Nilai pH  Daging
5,53a
5,5a
0,030
P<0,05

Sumber:  Saka et al. (2011).


BAB III.  KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari makalah ini adalah:
1.      Karkas sapi adalah tubuh sapi sehat yang telah disembelih, utuh atau dibelah membujur sepanjang tulang belakangnya, setelah dikuliti, isi perut dikeluarkan tanpa kepala, kaki bagian bawah dan alat kelamin sapi jantan atau ambing sapi betina yang telah melahirkan dipisahklan dengan/atau tanpa ekor.
2.      Kualitas mutu dan klasifikasi karkas sapi diatur oleh SNI 01-3932-1995,yang meliputi syarat mutu, pengawasan, pengambilan sampel analisis dan penentuan umur.
3.       Evaluasi terhadap kualitas dan kesehatan daging dapat dilakukan secara subjektif dan objektif.  Penilaian secara subjektif meliputi penilaian terhadap warna, bau, keempukan dan cita rasa, sedangkan penilaian objektif dapat dilakukan dengan bantuan alat-alat laboratoris atau dengan standar perbandingan penilaian objektif meliputi penilaian terhadap pH, kepualaman dan komposisi kimia daging.
4.      Faktor-faktor yang menentukan produksi dan kualitas karkas diantaranya adalah marbling, konformasi Butt Shape, tebal lemak punggung dan penutup,  luas urat daging mata rusuk, persentase lemak ginjal, pelvis dan jantung, pengaruh umur, jenis kelmin dan bangsa sapi.
16
DAFTAR PUSTAKA

Arka, 1994. Ilmu Pengetahuan Daging dan Teknologinya. Universitas Udayana. Denpasar.

Aus-meat.  1995. Aus-Meat for Indonesia Workshop. Work Book No.1. Australian Meat and Livestock Corporation, Perth, Western Australia.


Field, R.A. & C.O. Schoonover. 1967. Equation for comparing longissimus dorsi areas in bulls of different weights. J. Anim. Sci. 26:709-712.

Hafid, H.H., dan R. Priyanto.  2006. Pengaruh Konformasi Butt Shape terhadap Karakteristik Karkas Sapi Brahman Cross pada Beberapa Klasifikasi Jenis Kelamin. Jurusan Produksi Ternak Faperta Universitas Haluoleo.

Johnson & D.G. Taylor. 1993. Prediction of carcass composition in heavy-weight grass-fed and grain-fed beef cattle. Anim. Prod. 57:65-72.

Ngadiyono, N. 1995.  Pertumbuhan serta sifat-sifat karkas dan daging sapi Sumba, Ongole, Brahman Cross dan Australian Commercial Cross yang dipelihara secara intensif pada berbagai bobot potong. Disertasi. ProgramPascasarjana,  Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Preston, T.R. & M.B. Willis. 1982. Intensif Beef Production. The Second Ed. Pergamon Press, Oxford-New York-Toronto-Sydney-Paris-Frankfurt.

Puspitasari, I. 2010. Kualitas Karkas Dan Daging Berdasarkan Lemak Intramuskular/Marbling. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Saka, I.K., I.B. Mantra, I N. Ariana, A.A. Oka, N.L. P. Sriyani, dan S. Putra. 2011. Karakteristik Karkas Sapi  Bali Betina Dan Jantan Yang Dipotong di Rumah Potong Umum Pesanggaran, Denpasar.  Fakultas Peternakan,Universitas Udayana. Bali.

Standarisasi Nasional Indonesia.  01-3932-1995. Karkas Sapi.


17
Sumiyati, M. 2010. Kualitas Karkas dan Daging. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Taylor, D.G., E.R. Johnson & R. Priyanto. 1997. The accuracy of rump P8 fat thickness and twelth rib fat thickness in predicting beef carcass fat content in three breed types. In:Proceedings of the Australian Society of Animal Production. The University of Quensland, Brisbane. Pp 193-195.

Yosita, M.,  U. Santosa, dan  E. Y.Setyowati, 2010. Persentase Karkas, Tebal Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali, Peranakan Ongole Dan Australian Commercial Cross. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran, Sumedang.



Comments

Popular posts from this blog

KANDUNGAN NUTRISI BAHAN PAKAN UNGGAS

PROSES PEMBUATAN SUSU KENTAL MANIS

PENGOLAHAN HASIL IKUTAN TERNAK