METODE PEMERIKSAAN KEBUNTINGAN
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Deteksi kebuntingan merupakan suatu
hal yang sangat penting dilakukan setelah ternak dikawinkan. Secara umum,
deteksi kebuntingan dini diperlukan dalam hal mengindentifikasi ternak yang
tidak bunting segera setelah perkawinan atau IB, sehingga waktu produksi yang
hilang karena infertilitas dapat ditekan dengan penanganan yang tepat seperti
ternak harus dijual atau diculling. Hal ini bertujuan untuk menekan biaya pada
breeding program dan membantu manajemen ternak secara ekonomis.
Biasanya para
peternak mendeteksi kebuntingan dengan memperhatikan tingkah ternak tersebut,
apabila ternak telah dikawinkan tidak terlihat gejala estrus maka peternak
menyimpulkan bahwa ternak bunting dan sebaliknya. Namun cara tersebut tidaklah
sempurna dan sering terjadi kesalahan deteksi kebuntingan. Tidak adanya gejala
estrus bisa saja karena adanya corpus luteum persistent atau gangguan
hormonal lainnya, hingga siklus berahi hewan terganggu.
Metode yang dapat
digunakan untuk mendiagnosa kebuntingan pada sapi meliputi perneriksaan melalui
palpasi rektal, harmon assay dan penentuan karakteristik kimia fisik daripada
sekresi vagina dan serviks. Pemeriksaan kebuntingan mempunyai kegunaan untuk
membantu dalam pelaksanaan program Inseminasi Buatan, juga berguna dalam
pengawasan terhadap penyakit penyebab infertilitas dan sterilitas yang
merupakan faktor penting dalam pengelolaan reproduksi sapi. Dengan demikian
melalui cara pemeriksaan kebuntingan diharapkan dapat membantu usaha peningkatan
jumlah populasi ternak.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penulisan karya ilmiah ini adalah:
1.
Pengertian pemeriksaan kebuntingan dan waktu yang
tepat dilakukannya?
2.
Tujuan pemeriksaan kebuntingan?
3.
Metode pemeriksaan kebuntingan?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah:
1.
Untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan
pemeriksaan kebuntingan dan kapan waktu yang tepat untuk melakukannya
2.
Untuk mengetahui tujuan pemeriksaan kebuntingan
3.
Untuk mempelajari metode pemeriksaan kebuntingan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kebuntingan adalah periode dari mulai
terjadinya fertilisasi sampai terjadinya kelahiran normal (Soebandi, 1981)
sedangkan menurut Frandson (1992) menyatakan kebuntingan berarti keadaan anak
sedang berkembang didalam uterus seekor hewan. Kebiasaan peternak, periode kebuntingan pada umumnya dihitung mulai dari hari pertama
perkawinan.
Tujuan lain dalam melakukan diagnosa kebuntingan sedini mungkin
adalah untuk menghindari : anestrus berkepanjangan yang diakibatkan oleh
gangguan fungsi atau penyakit di dalam ovarium dan uterus seperti :hypofungsi, cystic ovarium yaitu kista CL, luteal cyst dan kista folikel ataupun pyometra,
dimana semuanya dapat menutupi gejala kebuntingan. Jika gangguan fungsi atau
penyakit di atas dapat dikendalikan sedini mungkin, maka reproduktifitas tetap
diharapkan seoptimal mungkin. (Elzida,2013)
Deteksi kebuntingan merupakan salah satu tindakan yang
penting dilakukan untuk mengetahui bunting atau tidaknya seekor sapi atau untuk
mengetahui normal tidaknya saluran reproduksi ternak tersebut. Pemeriksaan
kebuntingan ini juga merupakan salah satu cara untuk memonitor dan membuktikan
basil Inseminasi Buatan secara cepat dan layak. Siklus berahi yang dipergunakan
sebagai dasar diagnosa hasil IB adalah berkisar antara 28-35 hari. Pemeriksaan
kebuntingan sebaiknya dilakukan setelah 60 hari pasca Inseminasi Buatan,
dikhawatirkan terjadi keguguran.
Tujuan Pemeriksaan Kebuntingan
Pemeriksaan kebuntingan pada
sapi ini memiliki suatu tujuan, diantaranya yaitu:
1.Untuk menentukan bunting tidaknya sapi sedini
mungkin
2.Untuk mengetahui adanya
kelainan di saluran reproduksi yang dapat menjadi penyebab sapi sulit bunting
3.Untuk meningkatkan efisiensi manajemen peternakan
melalui identifikasi sapi yang tidak bunting dapat segera dikawinkan kembali
dengan penundaan waktu seminimal mungkin.
4.Mengindentifikasi ternak yang tidak bunting segera
setelah perkawinan atau IB sehingga waktu produksi yang hilang karena
infertilitas dapat ditekan dengan penanganan yang tepat.
5.Sebagai pertimbangan apabila ternak harus dijual atau di culling
6.Untuk menekan biaya pada breeding program yang
menggunakan teknik hormonal yang mahal
7.Membantu manajemen ternak yang ekonomis
Tanda-Tanda Kebuntingan pada Sapi
Beberapa tanda-tanda yang yang ditemui pada sapi yang mengalami
kebuntingan diantaranya sebagai berikut:
1.
Tidak ada tanda-tanda berahi
2.
Adanya pembesaran abdomen pada 1/3
bagian bawah kanan pada
kebuntingan mendekati 3 bulan (pada kuda
: awal kebuntingan dua bulan).
3. Pada
kebuntingan umur 5 bulan, massa otot di daerah Fossa Para Lumbal
melegok sekali karena relaksasi Ligamentum
Sacro Illiaca.
4. Predisposisi
atau Penggemukan
5. Akhir
kebuntingan : pada sapi dara kelenjar ambing volumenya meningkat.
6. Adanya
Fremitus : Arteria Uterina Media
7. Pada
umumnya : Sapi Betina bunting karakternya
tenang
Menurut Partodiharjo (1982) hewan yang mengalami masa
kebuntingan akan menunjukan perubahan bagian-bagian tertentu sebagai berikut:
1. Vulva dan vagina
Setelah kebuntingan berumur 6 sampai 7 bulan pada sapi
dara akan terlihat adanya eodema pada vulvanya. Semakin tua buntingnya semakin
jelas edema vulva ini. Pada sapi yang telah beranak, edema vulva baru akan
terlihat setelah kebuntingan mencapai 8,5 sampai 9 bulan.
2. Serviks
Segera setelah terjadi fertilisasi perubahan terjadi
pada kelenjar-kelenjar serviks. Kripta-kripta menghasilkan lendir yang kental
semakin tua umur kebuntingan maka semakin kental lendir tersebut.
3. Uterus
Perubahan pada uterus yang pertama terjadinya
vaskularisasi pada endomertium, terbentuk lebih banyak kelenjar endometrium,
sedangkan kelenjar yang telah ada tumbuh lebih panjang dan berkelok-kelok
seperti spiral.
4. Cairan Amnion dan Allantois
Volume cairan amnion dan allantois selama kebuntingan
juga mengalami perubahan. Perubahan yang pertama adalah volumenya, dari sedikit
menjadi banyak; kedua dari perbandingannya. Hampir semua spesies, cairan amnion
menjadi lebih banyak dari pada volume cairan allantois, tetapi pada akhir
kebuntinan cairan allantois menjadi lebih banyak.
5. Perubahan pada ovarium
Setelah ovulasi, terjadilah kawah bekas folikel. Kawah ini segera dipenuhi
oleh darah yang dengan cepat membeku yang disebut corpus hemorrhagicum. Pada
hari ke 5 sampai ke-6 korpus luteum telah terbentuk.
Metode pemeriksaan
kebuntingan menurut Dewi (2011) diantaranya adalah:
1. Non Return to Estrus
Selama kebuntingan, konseptus menekan
regresi corpus luteum (CL) dan mencegah hewan kembali estrus. Oleh sebab itu,
apabila hewan tidak kembali estrus setelah perkawinan maka diasumsikan bunting.
2. Eksplarasi Rektal
Eksplorasi rektal adalah metoda diagnosa kebuntingan yang
dapat dilakukan pada ternak besar seperti kuda, kerbau dan sapi. Prosedurnya
adalah palpasi uterus melalui dinding rektum untuk meraba pembesaran yang
terjadi selama kebuntingan, fetus atau membran fetus. Teknik ini baru dapat
dilakukan pada usia kebuntingan di atas 30 hari.
Berikut adalah diagnose kebuntingan pada sapi dengan
palpasi rektal
Umur kebuntingan (Bulan)
|
Perubahan yang terjadi
|
Pertama
|
Uterus statis dengan CL yang
tumbuh pada satu ovarium
|
Kedua
|
Pembesaran tanduk uterus karena
adanya cairan fetus
|
Ketiga
|
Uterus mulai turun, fetus teraba
|
Keempat-Ketujuh
|
Uterus berada pada lantai
abdominal, fetus sulit teraba, cotiledon:diameter 2-5cm teraba pada dinding
uterus, arteri uterinamedia hypertrofi dan terjadi fremitus
|
Ketujuh-menjelang
akhir
|
Cotyledon,
fremius dan bagian dari fetus dapat diraba
|
|
|
3.
Ultrasonography
Merupakan alat
yang cukup modern, dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kebuntingan pada
ternak secara dini. Alat ini menggunakan probe untuk mendeteksi adanya
perubahan di dalam rongga abdomen. Alat ini dapat mendeteksi adanya perubahan
bentuk dan ukuran dari cornua uteri. Harga alat ini masih sangat mahal,
diperlukan operator yang terlatih untuk dapat menginterpretasikan gambar yang
muncul pada monitor.
4.
Diagnosa Imunologik
Teknik Imunologik
untuk diagnosa kebuntingan berdasarkan pada pengukuran level cairan yang
berasal dari konseptus, uterus atau ovarium yang memasuki aliran darah induk,
urin dan air susu.
5.
Metode Punyakoti
Metode punyakoti
adalah sebuah metode deteksi kebuntingan ternak sapi dengan menggunankan urine.
Metode ini hampir sama dengan uji kebuntingan modern pada manusia menggunakan
HCG dari urine sebagai senyawa yang menentukan kebuntingan. Pada uji Punyakoti,
ada senyawa lain yang menyusun urine yang digunakan untuk menentukan
kebuntingan baik pada manusia maupun sapi (ruminansia). Selain urea dan asam
urat yang dikeluarkan oleh urine sapi, bagian terpenting yang menentukan dalam
uji Punyakoti ini adalah hormon tumbuhan yang disebut abscisic acid (ABA). Sedangkan
hormon progesteron dan estrogen yang tergandung dalam urine tidak mempengaruhi
uji ini.
6.
Diagnosa Kebuntingan berdasarkan konsentrasi hormon
Pengukuran hormon-hormon kebuntingan dalam cairan
tubuh dapat dilakukan dengan metoda RIA dan ELISA. Metoda-metoda yang
menggunakan plasma dan air susu ini, dapat mendiagnosa kebuntingan pada ternak
lebih dini dibandingkan dengan metoda rectal.
BAB
III
ISI DAN PEMBAHASAN
Metode pemeriksaan kebuntingan
A. Non Return to Estrus
Selama kebuntingan, konseptus menekan
regresi corpus luteum (CL) dan mencegah hewan kembali estrus. Oleh sebab itu,
apabila hewan tidak kembali estrus setelah perkawinan maka diasumsikan bunting.
Pada sapi dan kerbau, ketidak hadiran estrus setelah perkawinan digunakan
secara luas oleh peternak dan sentra-sentra IB sebagai indikator terjadinya
kebuntingan, tetapi ketepatan metoda ini tergantung dari ketepatan deteksi
estrusnya. Pada kerbau, penggunaan metoda NR ini tidak dapat dipercaya karena
sulitnya mendeteksi estrus.
B. Eksplarasi Rektal
Eksplorasi rektal adalah metoda diagnosa kebuntingan
yang dapat dilakukan pada ternak besar seperti kuda, kerbau dan sapi.
Prosedurnya adalah palpasi uterus melalui dinding rektum untuk meraba
pembesaran yang terjadi selama kebuntingan, fetus atau membran fetus. Teknik
yang dapat digunakan pada tahap awal kebuntingan ini adalah akurat, dan
hasilnya dapat langsung diketahui. Sempitnya rongga pelvic pada kambing, domba
dan babi maka eksplorasi rektal untuk mengetahui isi uterus tidak dapat
dilakukan. Palpasi transrectal pada uterus telah sejak lama dilakukan. Teknik
yang dikenal cukup akurat dan cepat ini juga relative murah. Namun demikian
dibutuhkan pengalaman dan training bagi petugas yang melakukannya, sehingga
dapat tepat dalam mendiagnosa. Teknik ini baru dapat dilakukan pada usia
kebuntingan di atas 30 hari.
Metode deteksi dengan eksplarasi rektal:
Persiapan
:
·
Peralatan
·
Operator (Pemeriksa)
·
Ternak Betina.
1. Peralatan dan Bahan
·
Ember berisi air bersih
·
Kanji / Sabun lunak
·
Handuk
·
Sarung tangan (karet/plastik) panjang
·
Kandang penjepit (bila perlu)
·
Pakaian (Werk-pack)
·
Sepatu Boot (karet)
·
Sabun Wangi.
2.
Pelaksana/Pemeriksa/Operator
·
Kuku harus pendek
·
Mememakai Werk-pack
·
Memakai Sarung Tangan
panjang (bila perlu)
·
Memakai Sepatu Boot
·
Tidak memakai cincin, jam tangan, dsb.
3.
Ternak Betina yang akan Diperiksa
·
Diikat, bila perlu tempatkan dalam
kandang penjepit.
·
Upayakan suasana lingkungan tidak ribut
(tenang)
·
Hewan jangan dikasari/disakiti
4.
Prosedur Pelaksanaan
Setelah pelaksana memakai perlengkapan (pakaian yang memadai), tangannya
memakai sarung tangan karet / plastik panjang (bila perlu), kemudian tangannya
(usahakan menggunakan tangan kiri) diberi pelicin (larutan kanji/busa sabun
lunak).
Pelaksana menuju ternak betina yang akan diperiksa :
·
Ternak diusap/ditepuk dengan lembut agar
tenang
·
Pegang pangkal ekornya dengan tangan
kanan
·
Tangan kiri : telapak tangan dan
jari-jari dibentuk kerucut, dimasukkan ke dalam rektum dengan jalan didorong
sambil diputar.
Setelah
pergelangan tangan masuk di dalam rektum, telapak tangan dibuka dan tekan ke
bawah (lantai rektum) untuk meraba organ di bawah rektum.
·
Vagina : saluran lunak
·
Cervix Uteri :
saluran berdinding tebal.
·
Setelah Cervix Uteri
teraba, tangan digerakkan maju ke depan, melakukan penekanan ke bawah
dengan telapak tangan terbuka untuk meraba Corpus Uteri, diteruskan ke depan
sampai Bifurcatio Uteri
·
Setelah Bifurcatio
Uteri teraba, lanjutkan dengan meraba Cornua Uteri kiri dan kanan dan
bandingkan dengan kriteria :
·
Cornua Uteri Kiri dan Cornua Uteri Kanan
simetris tandanya tidak bunting
·
Terus ikuti letak /
posisi Cornua Uteri.
ü Posisi
Cranio Ventral – simetris artinya sapi tidak buntng
ü Cari di ujungnya : OVARIUM
·
Lakukan pemeriksaan dengan cermat pada
Cornua Uteri Kiri dan Kanan serta pada Ovarium Kiri dan Kanan
Gambar 1. Deteksi Kebuntingan dengan cara Palpasi
rektal
Pada umur kebuntingan muda dapat ditemukan beberapa
perubahan di dalam uterus yang meliputi penipisan dinding uterus, pengumpulan
cairan allantois di dalam kedua tanduk kornua yang mulai dapat ditemukan pada
umur kebuntingan 8 minggu, dan hilangnya bagian runcing di ujung tanduk kornua.
Pada sapi dara fremitus dalam arteri uterina media mulai dapat dideteksi pada
umur kebuntingan 13 minggu. Kotiledon mulai dapat ditemukan pada umur
kebuntingan 13 - 16 minggu. Kotiledon pertama kali dapat dikenali melalui
palpasi rektal pada umur kebuntingan antara 3t - 4 bulan, dengan cara meraba
garis tengah sepanjang 8 - 10 em di depan agak ke bawah pinggir pelvis. Bahwa
ketrampilan seseorang untuk dapat melalui diagnosa kebuntingan secara tepat
hanyalah mungkin setelah umur kebuntingan mencapai 60 hari atau lebih.
Tanda-tanda
yang sering dipakai selama memeriksa kebuntingan pada sapi dengan palpasi
rektal yaitu beberapa ukuran dan posisi uterus dapat dipakai juga membantu menentukan
umur kebuntingannya antara lain :
·
Kebuntingan 3,5-4 bulan
Kedudukan
uterus yang bunting belum mencapai dasar rongga abdominal sehingga masih bisa
dirangkul dengan 1 telapak tangan dengan masing-masing jari tangan terbuka
ditambah pula masih terdapat kelebihan uterus bunting yang tidak terangkul oleh
telapak tangan. Plasentum sebesar 1 ruas jari telunjuk dapat diraba dan fetus
yang semakin aktif bergerak menyentuh-nyentuh telapak tangan kita betul-betul
dapat dirasakan fremitus arteri uterine media untuk pertama kalinya dapat
dirasakan hingga akhir kebuntingan.
·
Kebuntingan 5 bulan
Fetus
tidak bisa diraba keseluruhan tubuhnya, hanya bagian anteriornya saja kalau
situs longitudinal anterior dan bagian posteriornya saja bila situsnya
longitudinal posterior. Kedudukan fetus didasar abdomen sebelah kanan, tapi
belum mencapai kedudukan paling jauh dari aboral. Placentum teraba sebesar buah
kemiri, fremitus arteri uterine terasa semakin deras.
·
Kebuntingan 6 bulan
Fetus
paling sering tidak dapat diraba sebab kedudukannya paling jauh ke oral didasar
abdominal sebelah kanan. Placentom (karunkula dan kotiledon) terasa semakin
besar (1 buah pala) setiap placentom yang berjumlah 80-100 buah. Demikian pula
fremitus (arterial thrill) akan terasa semakin keras. Walaupun hanya 2
gejala klinis yang dapat diraba tanpa dapat meraba foetus, ini sudah suatu
pertanda bahwa kebuntingan berumur 6 bulan, sebab “false positif” sangat jarang
tejadi pada sapi.
·
Kebuntingan 7-9 bulan
Pada
umur 7 bulan hingga 9 bulan tidak banyak tanda-tanda kebuntingan yang bisa
dipakai untuk memisahkan diagnosa umur kebuntingan 7 bulan, 8 bulan, dan 9
bulan kecuali tanda-tanda letak foetus pada 7 bulan, sudah kembali ke bagian
anterior atau posterior dapat diraba. Proporsi bagian foetus ini akan bertambah
banyak dapat diraba bila kebuntungan sudah mencapai 8 bulan, dimana kaki dan
kepala fetus sudah mengarah ke pelvic brim, dan umur 9 bulan kaki depan (posisi
anterior) sudah berada di rongga pelvis, disamping itu dagu sudah mendarat
diatasnya os pubis yang paling anterior. Fremitus dan placentom dapat diraba
masing-masing makin kuat dan makin besar. Selain itu pada periode umur
kebuntingan 8-9 bulan, vulva sangat membengkak diikuti oleh keluarnya lendir
transparan dari vulva, dan pada waktu dalam keadaan berbaring labia mayor vulva
akan terbuka
Metode klinik sangat memuaskan untuk mendiagnosa
kebuntingan apabila dalam palpasi dapat ditemukan kantong amnion di dalam
uterus. Kantong amnion dapat dipalpasi pada umur kebuntingan 5 minggu dan cara
ini telah digunakan oleh beberapa operator dalam mendeteksi kebuntingan dan
menentukan umur kebuntingan.
Perubahan yang terjadi di dalam uterus pada umur
kebuntingan diatas tiga bulan, bahwa serviks dalam keadaan tertarik ke arah pinggir
pelvis dan sementara karena berat turun ke lantai pelvis. Fetus mencapai
abdomen pada umur kebuntingan antara 5- 7 bulan. Fetus dapat dipalpasi pada
umur kebuntingan 120 - 160 hari dan dalam prakteknya lebih dari 50% dapat
dilakukan, walaupun dalam kasus lain mungkin fetus tidak dapat dipalpasi.
C. Ultrasonografi
Gambar 2. Deteksi kebuntingan degan cara
Ultrasonografi
Ultrasonography merupakan alat yang cukup modern,
dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kebuntingan pada ternak secara dini.
Alat ini menggunakan probe untuk mendeteksi adanya perubahan di dalam
rongga abdomen. Alat ini dapat mendeteksi adanya perubahan bentuk dan ukuran
dari cornua uteri. Harga alat ini masih sangat mahal, diperlukan
operator yang terlatih untuk dapat menginterpretasikan gambar yang muncul pada
monitor. Ada resiko kehilangan embrio pada saat pemeriksaan akibat traumatik
pada saat memasukkan pobe. Pemeriksaan kebuntingan menggunakan alat
ultrasonografi ini dapat dilakukan pada usia kebuntingan antara 20 – 22 hari,
namun lebih jelas pada usia kebuntingan diatas 30 hari. Gelombang
ultrasonografi tidak terdengar oleh telinga manusia dan dioperasikan pada
frekuensi 1 – 10 megahertz (MHz). Ada dua tipe ultrasonografi yang digunakan
pada manusia dan kedokteran hewan yaitu : fenomena Doppler dan prinsip
pulse-echo. Pada fenomena Doppler transducer atau probe ketika diaplikasikan
pada dinding abdominal atau dimasukkan ke dalam rektum, akan memancarkan cahaya
gelombang frekuensi tinggi (ultrasonic).
Pergerakan
jantung fetus dan aliran darah dalam fetus (pembuluh umbilical) serta sirkulasi
maternal (arteri uterina) merubah frekuensi gelombang dan memantul kembali ke
probe dan dikonversi ke suara yang dapat terdengar. Sedang pada pulse-echo
ultrasound getaran ultrasound yang digerakkan oleh kristal piezoelectric dalam
transducer ketika kontak dengan jaringan akan memantul kembali ke transducer
kemudian dikonversi ke dalam energi elektrik dan diidsplay pada osciloscope.
D. Diagnosa Imunologik
Teknik Imunologik untuk diagnosa kebuntingan
berdasarkan pada pengukuran level cairan yang berasal dari konseptus, uterus
atau ovarium yang memasuki aliran darah induk, urin dan air susu. Test
imonologik dapat mengukur dua macam cairan yaitu:
1. Pregnancy Specific yg
hadir dalam peredaran darah maternal : eCG dan EPF.
2. Pregnancy Not Specific, perubahan-perubahan
selama kebuntingan,
konsentrasi dalam darah maternal,urin dan air susu,
contoh : progesteron dan
estrone sulfate.
Beberapa protein-like substance telah
diidentifikasi dari dalam peredaran darah maternal selama terjadi kebuntingan.
Substansi ini merupakan produk yang berasal dari konseptus yang dapat digunakan
sebagai indikator adanya kebuntingan
E. Metode Punyakoti
Metode punyakoti adalah sebuah metode deteksi kebuntingan ternak sapi
dengan menggunankan urine. Metode ini hampir sama dengan uji kebuntingan modern
pada manusia menggunakan HCG dari urine sebagai senyawa yang menentukan
kebuntingan. Pada uji Punyakoti, ada senyawa lain yang menyusun urine yang
digunakan untuk menentukan kebuntingan baik pada manusia maupun sapi
(ruminansia). Selain urea dan asam urat yang dikeluarkan oleh urine sapi,
bagian terpenting yang menentukan dalam uji Punyakoti ini adalah hormon tumbuhan
yang disebut abscisic acid (ABA) (Istiana, 2010). Sedangkan hormon progesteron
dan estrogen yang tergandung dalam urine tidak mempengaruhi uji ini, karena
kedua hormon ini tidak mempengaruhi perkecambahan biji gandum.
Pada ternak sapi dilakukan dengan mengencerkan 1 ml
urine sapi dengan 14 ml air di cawan petri yang berisi kertas saring dan 15
biji gandum. Juga disiapkan kelompok kontrol berisi air 15 ml. Setelah 5 hari
dilihat pertumbuhan biji gandum yang sudah direndam dalam larutan urine sapi tersebut.
F. Diagnosa Kebuntingan berdasarkan konsentrasi hormon
Pengukuran hormon-hormon kebuntingan dalam cairan
tubuh dapat dilakukan dengan metoda RIA dan ELISA. Metoda-metoda yang
menggunakan plasma dan air susu ini, dapat mendiagnosa kebuntingan pada ternak
lebih dini dibandingkan dengan metoda rectal. Sedangkan metode RIA mempunyai
kemampuan untuk menentukan zat-zat fisiologis sampai konsentrasi yang sangat
rendah sekali mencapai konsentrasi pictogram (1 pg = 10-12 gram) untuk setiap
satuan ml. Dengan metode ini hampir semua hormon dapat diukur kadarnya. Akan tertapi
secara komersil, metoda RIA terlalu mahal untuk digunakan sebagai metoda
diagnosis kebuntingan.
Progesteron
Progesteron
dapat digunakan sebagai test kebuntingan karena CL hadir selama awal
kebuntingan pada semua spesies ternak. Level progesteron dapat diukur dalam
cairan biologis seperti darah dan susu , kadarnya menurun pada hewan yang tidak
bunting. Progesteron rendah pada saat tidak bunting dan tinggi pada hewan yang
bunting. Test pada
susu lebih dianjurkan dari pada test pada darah, karena kadar progesteron lebih
tinggi dalam susu daripada dalam plasma darah. Lagi pula sample susu mudah
didapat saat memerah tanpa menimbulkan stress pada ternaknya. Sample susu
ditest menggunakan radio immuno assay (RIA). Sample ini dikoleksi pada hari ke
22 – 24 setelah inseminasi. Teknik koleksi sample bervariasi namun lebih banyak
diambil dari pemerahan sore hari. Bahan preservasi seperti potasium dichromate
atau mercuris chloride ditambahkan untuk menghindari susu menjadi basi selama
transportasi ke laboratorium.
Metoda
ini cukup akurat, tetapi relatif mahal, membutuhkan fasilitas laboratorium dan
hasilnya harus menunggu beberapa hari. ”Kit” progesteron susu sudah banyak
digunakan secara komersial di peternakan-peternakan dan dapat mengatasi problem
yang disebabkan oleh penggunaan RIA yaitu antara lain karena keamanan
penanganan dan disposal radioaktivnya.. Test dapat dilakukan baik dengan
enzyme-linked immuno assay (ELISA) maupun latex aggluination assay.
Estrone
Sulphate
Pada usia kebuntingan 4
bulan akhir sapi akan mengekskresikan 10 X lipat hormone esterogon didalam air
seninya dibanding sesudah melahirkan.
Estrone sulphate adalah derifat terbesar estrogen yang diproduksi oleh
konseptus dan dapat diukur dalam plasma maternal, susu atau urine pada semua species
ternak. Estrone sulphate dapat dideteksi dalam plasma lebih awal pada sapi hari
ke 72.
Gonadotropin
Equine chorionic gonadotropin (eCG atau PMSG) muncul
dalam darah sapi 40 hari setelah konsepsi dan deteksi kehadirannya merupakan
bukti terjadinya kebuntingan. Diagnosa kebuntingan secara imunologi pada sapi
berdasarkan pada eCG tersebut, dimana kehadirannya dalam sampel darah diperiksa
dengan hemagglutination – inhibition ( HI ) test. Bila terjadi aglutinasi dari
sel darah merah berarti negative (yaitu tidak bunting) dan apabila terjadi
inhibisi dari aglutinasi, artinya hasilnya positive. Test ini akan lebih akurat
apabila dilakukan antara hari ke 50 dan 100 kebuntingan. Pada kejadian fetus
yang mati dalam periode ini, plasma eCG akan tetap tinggi. Oleh sebab itu
apabila pengukuran eCG dilakukan setelah fetus mati, maka akan menghasilkan false
positive.
BAB IV
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan berdasarkan isi dan pembahasan dari
karya ilmiah tersebut adalah:
1.
Metode
Pemeriksaan Kebuntingan adalah : Non Return to Estrus (NR), Eksplarasi Rektal,
Ultrasonografi, Diagnosa Imunologik , Punyakoti, dan Diagnosa Kebuntingan
berdasarkan konsentrasi hormone.
2.
Pemeriksaan
kebuntingan yang paling akurat dan aman adalah menggunakan metode
Ultrasonografi, namun metode ini kurang efisien jika dilihat dari segi ekonomi.
3.
Metode yang
paling dikenal masyarakat saat ini adalah Non Return to Estrus (NR) dan
Eksplarasi rektal.
4.
Diagnosa
kebuntingan berdasarkan konsentrasi hormone yag terdapat pada air susu dan
urine yang dihitung berdasarkan jumlah hormon progesteron, Estrone Sulphate,
Gonadhotropin.
5.
Metode Punyakoti
menggunakan sampel urine.
6.
Diagnosa
Imunologik menggunakan sampel darah.
Comments
Post a Comment