PENILAIAN KARKAS
1
|
A. Latar
Belakang
Karkas sapi adalah tubuh sapi sehat yang
telah disembelih, utuh atau dibelah
membujur sepanjang tulang belakangnya,
setelah dikuliti, isi perut dikeluarkan
tanpa kepala, kaki bagian bawah dan alat
kelamin sapi jantan atau ambing sapi
betina yang telah melahirkan dipisahklan
dengan/atau tanpa ekor.
Kualitas
karkas adalah nilai karkas yang dihasilkan oleh ternak relatif terhadap suatu
kondisi pemasaran. Kualitas karkas dan
daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat
mempengaruhi kualitas daging antara lain genetik, spesies, bangsa, tipe ternak,
jenis kelamin, umur, pakan termasuk bahan aditif (hormon, antibiotik atau
mineral), dan stres.
Faktor
setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging antara lain meliputi
metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH karkas dan daging,
bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging, hormon dan antibiotik, metode
penyimpanan dan preservasi, macam otot daging dan lokasi pada suatu otot
daging.
2
|
2
|
B. Tujuan
Adapun tujuan
disusunnya makalah ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui:
1.
pengertian dan bagian karkas sapi;
2.
klasifikasi dan persyaratan karkas sapi;
3.
penilaian kualitas karkas sapi;
4.
faktor yang mempengaruhi produksi dan kualitas
karkas pada sapi.
BAB
II. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengertian Karkas Sapi
Karkas
sapi adalah tubuh sapi sehat yang telah disembelih, utuh atau dibelah
membujur
sepanjang tulang belakangnya, setelah dikuliti, isi perut dikeluarkan
tanpa
kepala, kaki bagian bawah dan alat kelamin sapi jantan atau ambing sapi
betina
yang telah melahirkan dipisahklan dengan/atau tanpa ekor.
Kepala
dipotong diantara tulang ocipital (os
occipitale) dengan tulang tengkuk
pertamam
(atlas). Kaki depan dipotong diantara carpus
dan metacarpus; kaki
belakang
dipotong diantara tarsus dan metatarsus. Jika diperlukan untuk
memisahkan
ekor, maka paling banyak dua ruas tulang belakang coccygeal
(caudalis)
terikut karkas (SNI, 1995).
B.
Klasifikasi
dan Persyaratan Karkas Sapi
Karkas
sapi dalam standar ini digolongkan kedalam 3 (tiga) jenis mutu, yaitu
Mutu I, Mutu II dan
Mutu III. Persyaratan karkas sapi yaitu
tanpa bahan pengawet dan bahan tambahan, serta memenuhi syarat mutu sebagaimana
dalam tabel berikut.
Tabel 1. Syarat Mutu Karkas Sapi.
4
|
No
|
Karakteristik
|
Syarat Mutu
|
||
Mutu I
|
Mutu II
|
Mutu III
|
||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1
|
Penampakan
|
Agak lembab
|
Agak kering
|
Kering
|
2
|
Tekstur
|
Lembut dan kosmpak
|
Agak keras dan kurang kompak
|
Keras dan tidak kompak
|
3
|
Warna
|
Merah khas daging
|
Merah khas daging dan
agak heterogen
|
Merah khas daging dan
heterogen
|
4
|
Lemak Panggul
|
Tebal
|
Agak tipis
|
Tipis
|
5
|
Umur
|
Muda/dewasa
|
Muda/dewasa
|
Muda/dewasa
|
6
|
Salmonela
|
Negatif
|
Negatif
|
Negatif
|
7
|
E. Coli
|
Negatif
|
Negatif
|
Negatif
|
Sumber: SNI 01 - 3932 – 1995.
C.
Pengawasan
Mutu dan Analisis
Penandaan
dan pengawasan mutu dilakukan tehadap setiap karkas sapi
secara
individual pada saat pemeriksaan post
mortem, oleh Petugas yang
berwenang. Pengambilan contoh dan analisis dilakukan
dengan cara mengambil secara acak dari setiap partai karkas dengan berpedoman
pada tabel berikut.
Tabel
2. Pengambilan Contoh Karkas Sapi.
Jumlah Karkas
|
Jumlah Contoh
|
< 50
|
2
|
50—100
|
3
|
101—250
|
4
|
251—500
|
6
|
501—1000
|
8
|
Sumber: SNI 01 - 3932 – 1995.
Analisis daging
meliputi penampakan, tekstur, warna dan umur dilakukan secara visual serta tebal
lemak panggul ditentukan dengan metoda Yeates.
Pengukuran
5
|
lokasi X dan lokasi Y
pada penampang melintang irisan yang dibuat untuk
memisahkan seperempat
depan dengan seperempat belakang karkas, yaitu pada
daerah antara rusuk ke
-10 dan ke -11. Tebal lemak subkutan X
ialah lokasi yang merupakan jarak terdekat garis lateral lingkaran otot longissimus dorsi dengan permukaan lemak
subkutan. Pengukuran tebal lemak
subkutan Y ialah lokasi yang merupakan jarak tegak lurus permukaan lemak
subkutan dengan garis atau otot trapezius.
Tingkat ketebalan lemak subkutan
merupakan indikasi status gizi ternak pada umur yang sama. Penentuan umur berdasarkan tabel berikut ini.
Tabel 3. Penentuan Umur.
Sifat-sifat Kerangka
|
Umur Kronologis
|
Ruas-ruas tulang belakang sacral berwarna
keabu-abuan dan sudah merupakan satu kesatuan. Tulang rawan bagian akhir lumbar sudah
mengalami penulangan tetapi masih dapat dibedakan dengan ruas-ruas tulang belakang.
Separuh tulang rawan osterior thoracic mengalami
penulangan; seperempat tulang rawan tulang rawan antherior thoracic mengalami penulangan. Tulang rusuk lebar dan pipih.
|
Muda
|
Ruas-ruas tulang belakang sacral berwarna keabu-abuan dan merupakan satu kesatuan. Tulang rawan
bagian akhir lumbar telah sempurna mengalami penulangan, berwarna
keabu-abuan. Sebagian besar tulang
rawan
posterior thoracic mengalami
penulangan. Tulang rusuk lebar dan pipih.
|
Dewasa
|
Penulangan lebih sempurna lagi dibandingkan karkas kelompok umur 5 tahun.
|
Tua
|
Sumber: SNI 01 - 3932 – 1995.
Salmonella dan E. Coli ditentukan berdasarkan pengujian dengan
metoda yang cepat, sesuai dengan peraturan kesehatan masyarakat veteriner yang
berlaku.
D.
Penilaian Karkas
6
|
Evaluasi terhadap kualitas dan
kesehatan daging dapat dilakukan secara subjektif dan objektif. Penilaian secara subjektif meliputi penilaian
terhadap warna, bau, keempukan dan cita rasa, sedangkan penilaian objektif
dapat dilakukan dengan bantuan alat-alat laboratoris atau dengan standar
perbandingan penilaian objektif meliputi penilaian terhadap pH, kepualaman dan
komposisi kimia daging. Kualitas daging yang baik dengan kesehatan daging yang
memadai dan boleh beredar di masyarakat sebaiknya mempunyai keasaman antara 5,3
– 5,8,
tidak terdapat tenunan pengikat, kepualamannya bernilai
3, beban kuman maksimum 0,5 juta/gr, sedangkan untuk coliform maksimum 100/gr daging. (Arka, 1994).
Persentase recahan karkas dihitung
sebagai berikut:
Persentase recahan karkas = Jumlah
berat recahan / berat karkas x 100 %
Istilah untuk sisa karkas yang dapat
dimakan disebut edible offal,
sedangkan yang tidak dapat dimakan disebut inedible
offal (misalnya: tanduk, bulu, saluran kemih, dan bagian lain yang tidak
dapat dimakan)
(Sumiyati, 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi
persentase karkas adalah konformasi tubuh dan derajat kegemukan. Ternak yang
gemuk, persentase karkasnya tinggi dan umumnya berbentuk tebal seperti balok.
Ternak yang langsing, badan panjang, leher panjang dan berbentuk segitiga
seperti sapi perah, persentase karkasnya rendah. Faktor lain yang mempengaruhi
persentase karkas adalah jumlah pakan dan air yang ada pada saluran pencernaan
ternak. Bila jumlahnya cukup banyak maka persentase karkasnya akan rendah.
Kulit yang besar dan juga tebal juga akan berpengaruh terhadap persentase
karkas (Sumiyati, 2010).
7
|
Faktor kualitas daging yang dimakan
terutama meliputi warna, keempukan dan tekstur, flavor dan aroma termasuk bau
dan cita rasa dan kekasan jus daging (juiciness). Disamping itu, lemak intramuskular, susut
masak (cooking loss) yaitu berat
sampel daging yang hilang selama pemasakan atau pemanasan, retensi cairan dan
pH daging, ikut menentukan kualitas daging (Sumiyati, 2010).
Daging dari karkas mempunyai beberapa
golongan kualitas kelas sesuai dengan lokasinya pada rangka tubuh. Daging kualitas pertama adalah daging di
daerah paha (round) kurang lebih 20%,
nomor dua adalah daging daerah pinggang (loin),
lebih kurang 17%, nomor tiga adalah daging daerah punggung dan tulang rusuk (rib) kurang lebih 9%, nomor empat
adalah daging daerah bahu (chuck)
lebih kurang 26%, nomor lima adalah daging daerah dada (brisk) lebih kurang 5%,
nomor enam daging daerah perut (frank)
lebih kurang 4%, nomor tujuh adalah daging daerah rusuk bagian bawah sampai
perut bagian bawah (plate & suet)
lebih kurang 11%, dan nomor delapan adalah daging bagian kaki depan (foreshank) lebih kurang 2,1%. Persentase bagian-bagian dari karkas
tersebut di atas dihitung dari berat karkas (100%) (Puspitasari, 2010). Bagian-bagian karkas dapat dilihat pada
gambar berikut.
8
|
Gambar 1.
Bagian-bagian Karkas Sapi.
Pada daging merah yang lemak visualnya sudah dibuang,
kandungan lemaknya masih tetap bervariasi tergantung pada kandungan lemak
marbling didalam daging. Daging dengan lemak marbling yang lebih besar otomatis
akan lebih tinggi kandungan lemaknya (Puspitasari, 2010).
Marbling adalah istilah populer untuk lemak
intramuskuler, yakni lemak yang secara visual terlihat sebagai butiran lemak
putih yang tersebar diantara serat-serat daging. Jika lemak sub-kutan dan lemak
yang terletak antar otot daging bisa dibuang, maka lemak marbling tidak.
Sehingga, untuk memilih daging yang berlemak rendah, maka pilihlah daging yang
lemak marblingnya sedikit (Puspitasari, 2010).
Penampakan lemak marbling pada daging sapi dapat dilihat pada gambar
berikut.
9
|
Gambar 2. Penampakan marbling daging sapi (US Meat
Export Federation).
Tabel untuk pedoman melakukan
pemberian skor kegemukan karkas (carcass
fatness) seperti disajikan pada
Tabel 4. (Puspitasari, 2010).
Tabel 4. Pedomaan
Skor Kegemukan Karkas.
Skor Lemak
|
Deskripsi
|
Pengukuran tebal lemak punggung antara rusuk 9 dan 10 (mm)
|
1
|
Vey lean (amat ramping))
|
1 atau kurang
|
2
|
Lean (ramping)
|
2 sampai 4
|
3
|
Medium (menengah)
|
5 sampai 7
|
4
|
Fat (gemuk)
|
8 sampai 11
|
5
|
Very Fat (sangat gemuk)
|
12 atau lebih
|
Sumber : Puspitasari (2010).
10
|
karkas secara keseluruhan, yang
menyangkut kerangka, perototan dan
perlemakan. Skor shape
digunakan pada banyak sistem deskripsi karkas sapi
potong di seluruh dunia. Skor shape A, B dan C mempunyai harga daging
yang lebih mahal daripada skor D dan E. Sebagai Ilustrasi, standar skor butt
shape menurut Aus-meat (1995) dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Standar penilaian
konformasi butt shape.
Pada studi pertumbuhan karkas, Taylor et al. (1996) menemukan bahwa
butt shape erat hubungannya dengan lemak dibandingkan otot. Studi tersebut
menggunakan karkas yang berat (heavyweight) dan lemak penutup karkas
dalam
kisaran yang luas. Johnson et
al. (1991) menyatakan bahwa karkas secara
kuantitaif cenderung lebih baik jika
kisaran berat karkas diperluas, sedangkan
Priyanto (1993) menemukan bahwa
perbedaan tipe kedewasaan berhubungan
dengan genotif pada karkas yang
ringan (lightweight) dan berlemak.
Hasil penelitian Priyanto (1993)
menunjukkan bahwa lemak subkutan
11
|
(1996) pada masa yang akan datang
lemak subkutan penting dalam meningkatkan
bentuk morfologi sapi. Proporsi total lemak yang di deposit di bawah
kulit akan merefleksikan secara langsung kuantitas seleksi sifat-sifat sapi
potong. Field (1966) mencatat bahwa
lemak subkutan adalah jaringan tubuh yang ditempatkan dengan baik untuk meningkatkan
bentuk luar. Johnson et al. (1996) menyatakan bahwa hasil
yang baik sebagai gambaran image analysis
dalam pengujian karkas memungkinkan kebebasan terhadap koreksi lemak subkutan.
Bobot Karkas. Bobot karkas
merupakan salah satu parameter yang penting dalam sistem evaluasi karkas.
Sebagai indikator, karkas bukanlah merupakan prediktor produktivitas karkas
yang baik karena adanya variasi tipe bangsa, nutrisi dan jenis pertumbuhan
jaringan sehingga mengakibatkan penurunan tingkat akurasi (Johnson dan
Priyanto, 1991). Untuk memperkecil
sumber keragaman tersebut bobot karkas perlu dikombinasikan dengan variabel
lain seperti tebal lemak subkutan dan luas urat daging mata rusuk (loin eye area) dalam memprediksi bobot
komponen karkas dan hasil daging (Priyanto et
al., 1993).
Pengaruh bobot karkas menjadi nyata
apabila dikombinasikan dengan lemak subkutan dalam memprediksi persentase
daging dengan tingkat akurasi yang relatif tinggi.
Tebal Lemak Punggung (Subkutan). Tebal lemak punggung adalah tebal
lemak subkutan yang diukur antara rusuk 12 dan 13 di atas urat daging mata
rusuk pada posisi tiga per empat panjang irisan melintang urat daging mata
rusuk. Lemak subcutan berfungsi sebagai pelindung karkas dari proses pendinginan
dan akan mempengaruhi kualitas daging. Tebal lemak subcutan pada rusuk 12 dan 13 menunjukkan
hubungan yang sangat kuat dengan persentase lemak karkas dan persentase daging
(Johnson
dan D.G. Taylor, 1993).
12
|
Tebal lemak penutup karkas, merupakan faktor yang sangat penting
dalam menentukan perlemakan karkas (Priyanto et al., 1997). Johnson dan Priyanto (1991) melaporkan bahwa pada
kisaran bobot karkas 153—267 kg, tebal lemak subkutan di daerah rump merupakan indikator yang baik dalam
mengetahui perlemakan dan perototan karkas dengan tingkat akurasi yang tinggi. Banyaknya lemak subkutan yang menutupi karkas
merupakan faktor penting dalam menentukan nilai karkas, dengan mengukur
ketebalan lemak punggung.
Luas Urat Daging Mata Rusuk. Daging
tanpa lemak (lean) merupakan komponen
karkas terbesar dan bernilai tinggi baik ditinjau dari segi nutrisi maupun
ekonomi. Luas daerah mata rusuk (udamaru) merupakan indikator
perdagingan yang umum digunakan. Namun demikian, luas urat daging mata rusuk
tidak dapat digunakan sebagai indikator tunggal dalam menduga produksi daging,
melainkan hanya sebagai prediktor pelengkap (Johnson et al., 1993). Luas urat daging mata rusuk dipengaruhi oleh bobot
hidup dan berkorelasi positif dengan bobot karkas juga dipengaruhi oleh jenis kelamin
dan bangsa sapi
(Hafid, H.H., dan R.
Priyanto, 2006).
Persentase Lemak Ginjal, Pelvis dan Jantung. Lemak pada sapi cenderung lebih banyak
disimpan pada ginjal dan bagian rongga pelvis. Banyaknya lemak ini bervariasi
antara spesies dan merupakan faktor penting dalam menentukan nilai karkas. Perlemakan yang berlebihan akan menurunkan
proporsi daging yang dihasilkan. Lemak sapi cenderung lebih banyak disimpan
pada ginjal dan bagian pelvis. Banyaknya
lemak pelvis, ginjal dan jantung merupakan faktor penting dalam menentukan nilai
karkas. Persentase lemak sapi akan bertambah selama terjadi pertumbuhan
(Hafid, H.H., dan R. Priyanto, 2006)
13
|
Pengaruh Bangsa Sapi. Produksi karkas
sangat dipengaruhi oleh bangsa sapi yang dipotong. Menurut Yosita et al. (2010), perbedaan bangsa sapi menghasilkan karakteristik
karkas yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan antara jenis bangsa PO, Bali dan ACC, yaitu sebagai berikut.
Tabel 5. Rataan Bobot Potong, Bobot Karkas, Panjang Karkas, Persentase Karkas, dan Tebal Lemak Punggung dan Indeks
Perdagingan Sapi Bali, PO dan ACC
Variabel Respon
|
Bangsa Sapi
|
||
Bali
|
PO
|
ACC
|
|
Bobot Potong (kg)
|
344,60
|
343,40
|
381,33
|
Bobot Karkas (kg)
|
183,47
|
161,27
|
193,67
|
Panjang Karkas (cm)
|
125,00
|
123,53
|
120,07
|
Persentase Karkas (%)
|
53,26
|
46,96
|
51,27
|
Tebal Lemak Punggung (mm)
|
8,40
|
6,03
|
9,53
|
Indeks Perdagingan
|
1,47
|
1,31
|
1,61
|
Sumber: Yosita et
al. (2010).
Pengaruh Jenis Kelamin. Faktor lain yang sangat mempengaruhi persentase karkas sapi
adalah jenis kelamin, sebagaimana menurut Saka et al. (2011), pada
sapi-sapi jantan amat nyata (P<0,01) atau amat sangat nyata (P<0,001)
mempunyai berat karkas segar (BKS), FI, dan luas UDMR yang lebih tinggi
daripada sapi-sapi betina. Tetapi, sapi
jantan amat nyata atau amat sangat nyata mempunyai tebal lemak punggung, skor
warna lemak dan kegemukan karkas lebih kecil dibandingkan sapi-sapi betina;
sedangkan untuk peubah panjang karkas, skor warna daging dan nilai pHU tidak
berbeda nyata antara sapi-sapi dari kedua jenis kelamin tersebut. Persentase
karkas amat sangat nyata (P<0,001) 16,4 % lebih berat dari pada sapi-sapi betina. Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada
14
|
Tabel 6. Efek Jenis
Kelamin Terhadap Karakteristik Karkas Sapi Bali.
No
|
Jumlah Sapi dan
Karakteristik Karkas
|
Jenis Kelamin
|
Simpangan Baku (SE)
|
Signifikasi
|
|
Jantan
|
Betina
|
||||
1
|
Jumlah
Sapi (ekor)
|
170
|
49
|
-
|
-
|
2
|
Berat Karkas Segar (kg)
|
170,2a
|
146,2b
|
6,166
|
P<0,001
|
3
|
Panjang
Karkas (cm)
|
117,6
a
|
116,0a
|
1,317
|
P<0,05
|
4
|
Fleshing Indeks (kg/cm)
|
1,55a
|
1,2b
|
0,041
|
P<0,001
|
5
|
Luas
UDMR (cm2)
|
62,2a
|
55,6b
|
2,242
|
P<0,01
|
6
|
Tebal Lemak Punggung (mm)
|
10,7a
|
14,7b
|
1,023
|
P<0,001
|
7
|
Skor
Kegemukan Karkas
|
2,4a
|
2,8b
|
0,127
|
P<0,01
|
8
|
Skor Warna Lemak
|
2,8a
|
3,9b
|
0,156
|
P<0,001
|
9
|
Skor
Warna Daging
|
4,1a
|
4,1a
|
0,174
|
P<0,05
|
10
|
Nilai pH Daging
|
5,53a
|
5,5a
|
0,030
|
P<0,05
|
Sumber: Saka et
al. (2011).
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari
makalah ini adalah:
1. Karkas sapi adalah tubuh sapi sehat
yang telah disembelih, utuh atau dibelah membujur sepanjang tulang belakangnya,
setelah dikuliti, isi perut dikeluarkan tanpa kepala, kaki bagian bawah dan
alat kelamin sapi jantan atau ambing sapi betina yang telah melahirkan
dipisahklan dengan/atau tanpa ekor.
2. Kualitas mutu dan klasifikasi karkas
sapi diatur oleh SNI 01-3932-1995,yang meliputi syarat
mutu, pengawasan, pengambilan sampel analisis dan penentuan umur.
3. Evaluasi terhadap kualitas dan
kesehatan daging dapat dilakukan secara subjektif dan objektif. Penilaian secara subjektif meliputi penilaian
terhadap warna, bau, keempukan dan cita rasa, sedangkan penilaian objektif
dapat dilakukan dengan bantuan alat-alat laboratoris atau dengan standar
perbandingan penilaian objektif meliputi penilaian terhadap pH, kepualaman dan
komposisi kimia daging.
4. Faktor-faktor yang menentukan produksi
dan kualitas karkas diantaranya adalah marbling, konformasi Butt Shape, tebal lemak punggung dan
penutup, luas urat daging mata rusuk,
persentase lemak ginjal, pelvis dan jantung, pengaruh umur, jenis kelmin dan
bangsa sapi.
16
|
Arka, 1994. Ilmu Pengetahuan Daging dan Teknologinya.
Universitas Udayana. Denpasar.
Aus-meat. 1995. Aus-Meat for Indonesia Workshop. Work
Book No.1. Australian Meat and Livestock Corporation, Perth, Western Australia.
Field,
R.A. & C.O. Schoonover. 1967. Equation for comparing longissimus dorsi
areas in bulls of different weights. J. Anim. Sci. 26:709-712.
Hafid,
H.H., dan R. Priyanto. 2006. Pengaruh
Konformasi Butt Shape terhadap Karakteristik Karkas Sapi Brahman Cross pada
Beberapa Klasifikasi Jenis Kelamin. Jurusan Produksi Ternak Faperta Universitas
Haluoleo.
Johnson
& D.G. Taylor. 1993. Prediction of carcass composition in heavy-weight
grass-fed and grain-fed beef cattle. Anim. Prod. 57:65-72.
Ngadiyono,
N. 1995. Pertumbuhan serta sifat-sifat karkas
dan daging sapi Sumba, Ongole, Brahman Cross dan Australian Commercial Cross
yang dipelihara secara intensif pada berbagai bobot potong. Disertasi.
ProgramPascasarjana, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Preston,
T.R. & M.B. Willis. 1982. Intensif Beef Production. The Second Ed. Pergamon
Press, Oxford-New York-Toronto-Sydney-Paris-Frankfurt.
Puspitasari,
I. 2010. Kualitas Karkas Dan Daging Berdasarkan Lemak Intramuskular/Marbling. Fakultas Pertanian.
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Saka,
I.K., I.B. Mantra, I N. Ariana, A.A. Oka, N.L. P. Sriyani, dan S. Putra. 2011. Karakteristik
Karkas Sapi Bali Betina Dan Jantan Yang
Dipotong di Rumah Potong Umum Pesanggaran, Denpasar. Fakultas Peternakan,Universitas Udayana.
Bali.
Standarisasi
Nasional Indonesia. 01-3932-1995. Karkas
Sapi.
17
|
Taylor,
D.G., E.R. Johnson & R. Priyanto. 1997. The accuracy of rump P8 fat
thickness and twelth rib fat thickness in predicting beef carcass fat content
in three breed types. In:Proceedings of the Australian Society of Animal
Production. The University of Quensland, Brisbane. Pp 193-195.
Yosita,
M., U. Santosa, dan E. Y.Setyowati, 2010. Persentase Karkas, Tebal
Lemak Punggung Dan Indeks Perdagingan Sapi Bali, Peranakan Ongole Dan
Australian Commercial Cross. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas
Padjadjaran, Sumedang.
Comments
Post a Comment